Kalangan sekuler Mesir menyerukan penundaan pemilu legislatif September 2011. Alasannya, agar semua kekuatan politik memiliki cukup waktu untuk mempersiapkan diri. Mereka khawatir kelompok Islamis, Ikhwanul Muslimin, dengan mudah memenangi pemilu seiring peningkatan populeritasnya saat ini.
Mengutip kantor berita Associated Press (AP), The Washington Times (19/1) memberitakan, banyak kalangan mencemaskan Ikhwanul Muslimin mendominasi parlemen sehingga terjadi “pengaruh Islamis yang tidak proporsional” ketika menyusun konstitusi baru.
Mesir dijadwalkan menggelar pemilu legislatif September 2011 guna menyusun pemerintahan baru pasca penggulingan rezim Presiden Husni Mubarak. Saat ini pemerintahan sementara dijalankan Dewan Militer.
Seruan penundaan pemilu itu mendapat dukuntan Perdana Menteri sementara, Essam Sharaf. Dalam sebuah wawancara Minggu di Mesir yang diposting di situs berita Masrawy.com ia mengatakan, ia lebih suka penundaan untuk memberikan kesempatan kepada partai-partai lebih mempersiapkan diri. Ia mengisyaratkan, penyusunan konstitusi baru sebelum pemilu “tidak akan menjadi ide yang buruk”.
Pernyataan Essam Sharaf dikecam Ikhwanul Muslimin. Kekuatan politik paling solid dan terpopuler ini menyatakan, sang perdana menteri harus mengundurkan diri sebelum mengungkapkan pandangan pribadi.
“Rakyat menginginkan peralihan kekuasaan kepada pemerintahan sipil. Ini merupakan kepentingan negara,” kata Sobhi Saleh, seorang pemimpin Ikhwan yang membantu penyusunan draft amandemen konstitusi. “Ikhwanul Muslimin menentang penundaan pemilu dan penyusunan konstitusi sebelum pemilihan,” tegasnya.
Dewan Militer yang mengambil alih kekuasaan pasca kejatuhan Mubarak pada Februari lalu belum mengambil sikap, tapi bersikeras bahwa konstitusi baru tidak akan disusun sebelum pemilu legislatif diadakan. (Mel/The Washington Times/AP/ddhongkong.org).
Sumber: DD Hongkong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar