jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu
Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..
Kamis, 14 Mei 2009
Dalam Memutuskan Cawapres Ada Tata Kramanya
Jakarta, RMonline. Sekjen PKS Anis Matta mengaku menyesalkan tindakan yang dilakukan SBY dan Demokrat, yang memilih Boediono sebagai cawapres secara sepihak tanpa melibatkan partai pendukung.
“Pola pengmbilan keputusan itu merupakan masalah besar karena tidak ada pembahasan ataupun mengajak partai-partai koalisinya. Kita tidak tahu landasan apa yang diambil SBY,” tegas Anis, di Hotel Nikko, malam ini.
Anggota DPR dari PKS ini juga menyesalkan bahwa SBY telah melakukan kebohongan, dimana dari lima kriteria yang disampaikan SBY untuk capres ternyata dilanggar sendiri oleh SBY.
Menurut Anis, cawapres harus bisa diterima dan harus memperkokoh koalisi.
“Kriteria yang disebutkan SBY bertolak belakang, dan kedepan tidak bisa dibangun atau memperkokoh koalisi bila diambil keputusan sepihak,” lanjut Anis.
Oleh karenanya, perlu ada perbaikan komunikasi antara SBY-Demokrat dan parpol pendukung. Sebab ini menyangkut masalah bangsa, kepentingan besar dan punya implikasi sangat luas.
“Sebagai contoh PKS sebagai partai Islam harus menjelaskan dan mempertanggungjawabkan pada konstituennya,” tambahnya.
Sementara hal yang sama disampaikan oleh politisi dari PAN, M Najib. Menurutnya, tata krama dalam pengambilan keputusan terutama cawapres, harus melibatkan seluruh parpol yang berkoalisi.
“Tata krama, komunikasi politik sebaiknya dilakukan secara equal dengan partai pendukung. Ini menyangkut harga diri partai dan kita akan membawa gerbong yang panjang. Kalau ini tidaik dilakukan maka mesin politik tidak akan jalan,” tegasnya.
PKS Siap Damaikan Mega-SBY
JAKARTA, KOMPAS.com. Partai Keadilan Sejahtera siap menjadi mediator bagi Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang saat ini tengah berupaya menjalin tali silaturahim politik.
"Saya siap mengislahkan keduanya, free charge, enggak bayar. Tapi, patuhi juga step-step-nya, supaya masyarakat tidak bingung, kemarin bertengkar hebat, sekarang tahu-tahu mau kawin ini, kan bukan zaman Siti Nurbaya lagi," terang Ketua PKS Tifatul Sembiring saat ditemui di Kantor Dakwah PKS, Jakarta, Selasa (12/5).
PKS sendiri, tegas dia, tidak merasa keberatan jika Demokrat yang notabene adalah partai koalisi PKS menjalin komunikasi politik dengan PDI-P. Sebelumnya, hasil pemilihan umum legislatif menciptakan polarisasi dua kubu. PKS berada satu kubu dengan Demokrat, sementara PDI-P berada di kubu seberang dalam koalisi yang disebut koalisi besar. Belakangan peta koalisi menjadi runyam menyusul deklarasi Jusuf Kalla-Wiranto sebagai capres dan cawapres, serta komunikasi politik yang dilakukan Demokrat ke PDI-P.
Ia menilai langkah yang diambil Demokrat baru sebatas penjajakan. "Saya sering memberikan perumpanan dua tetangga tidak bertegur sapa selama 5 tahun, tiba-tiba tetangga satu mengajak kawin. Inikan satu hal yang mengagetkan," kata dia.
"Nah ini mungkin shake hand dulu, salaman dulu, kemudian minum-minum teh sambil membahas masalah negara," tambah dia.
Parpol Pendukung SBY Kumpul di DPR
Sejumlah anggota DPR yang juga fungsionaris PAN, PKS, PPP, dan PKB, menggelar pertemuan di Gedung DPR RI Jakarta, guna menyikapi rencana keputusan capres dari Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang akan menggandeng Gubernur BI Boediono, sebagai cawapresnya di pilpres mendatang.
Pertemuan yang digelar di salah satu ruangan Fraksi PKS di Gedung DPR Jakarta, Selasa (12/5), itu diikuti oleh Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, Sekjen PKS Anis Matta, Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Saefuddin, Ketua Fraksi yang juga Sekjen PAN Zulkifli Hasan, Ketua DPP PAN M Najib serta Wasekjen PKB Imam Nachrowi.
Menurut Mahfudz, pihaknya merasa terkejut dengan adanya kepastian nama Boediono menjadi bakal cawapres SBY yang didengarnya pada Senin lalu (11/5).
"Kami terkejut dengan informasi itu karena tidak ada pembahasan sebelumnya," ujarnya.
Demikian pula dengan wacana koalisi partai Demokrat dengan PDIP, menurut dia, kalangan parpol yang telah menjalin koalisi dengan Demokrat itu juga tidak mendapat informasi yang utuh.
"Kita dapatkan informasi itu justru dari media dan jalanan. Koalisi macam apa itu? Juga soal apakah Boediono diajukan oleh PDIP," katanya.
Menurut Mahfudz, kondisi itu merupakan hambatan bagi arah koalisi yang baru saja dibangun bersama karena sejak awal SBY telah membicarakan format koalisi yang diinginkannya serta aturan main yang jelas melalui kontrak politik atas dasar kesamaan platform.
Sementara Anis Matta menegaskan bahwa pihaknya juga sudah mendapat undangan deklarasi koalisi pada 15 Mei mendatang meski masalah ini belum jelas.
Karenanya, dari pertemuan kali ini PKS bersama partai-partai politik pendukung SBY lainnya merasa perlu mengusung satu sikap apabila putusan soal cawapres itu terus dipaksakan tanpa berbicara dengan anggota koalisi lainnya.
"Sebenarnya kombinasi antara Islam dengan nasionalis itu cukup bagus untuk memimpin negara ini. Kombinasi ini bisa menyatukan perbedaan dan juga meningkatkan elektabilitas. Tapi kemudian tiba-tiba muncul hal seperti ini dan karenanya kami ingin menyusun sikap bersama," ujarnya.
Hal yang sama juga ditegaskan Imam Nachrowi yang mengingatkan agar partai-partai anggota koalisi diajak berbicara sebelum keputusan diambil. PKB, ujarnya, menghendaki adanya hubungan yang harmonis sebelum pilpres.
"Sebelum pilpres saja sudah seperti itu apalagi nanti. Karenanya kami inginkan adanya komunikasi sebelum deklarasi," ujarnya.
Sementara Lukman Hakim mengatakan bahwa masalah cawapres merupakan kewenangan capres. Namun demikian, PPP telah tegas mengusulkan agar cawapres itu sebaiknya berasal dari kalangan parpol dan mempunyai akses yang baik ke parpol.
"Dengan masuknya nama Boediono ini, jangankan kami, konstituen juga banyak yang bertanya-tanya soal dasar pertimbangannya. Jadi alangkah baiknya jika SBY menjelaskan ini dan bisa jadi ini adalah isu yang tidak benar," ujarnya.
Sedangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pertemuan mereka itu akan segera ditindak lanjuti dengan pertemuan lanjutan tingkat ketua umum parpol pendukung koalisi.
Sumber: smsplus.blogspot.com
Pertemuan yang digelar di salah satu ruangan Fraksi PKS di Gedung DPR Jakarta, Selasa (12/5), itu diikuti oleh Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, Sekjen PKS Anis Matta, Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Saefuddin, Ketua Fraksi yang juga Sekjen PAN Zulkifli Hasan, Ketua DPP PAN M Najib serta Wasekjen PKB Imam Nachrowi.
Menurut Mahfudz, pihaknya merasa terkejut dengan adanya kepastian nama Boediono menjadi bakal cawapres SBY yang didengarnya pada Senin lalu (11/5).
"Kami terkejut dengan informasi itu karena tidak ada pembahasan sebelumnya," ujarnya.
Demikian pula dengan wacana koalisi partai Demokrat dengan PDIP, menurut dia, kalangan parpol yang telah menjalin koalisi dengan Demokrat itu juga tidak mendapat informasi yang utuh.
"Kita dapatkan informasi itu justru dari media dan jalanan. Koalisi macam apa itu? Juga soal apakah Boediono diajukan oleh PDIP," katanya.
Menurut Mahfudz, kondisi itu merupakan hambatan bagi arah koalisi yang baru saja dibangun bersama karena sejak awal SBY telah membicarakan format koalisi yang diinginkannya serta aturan main yang jelas melalui kontrak politik atas dasar kesamaan platform.
Sementara Anis Matta menegaskan bahwa pihaknya juga sudah mendapat undangan deklarasi koalisi pada 15 Mei mendatang meski masalah ini belum jelas.
Karenanya, dari pertemuan kali ini PKS bersama partai-partai politik pendukung SBY lainnya merasa perlu mengusung satu sikap apabila putusan soal cawapres itu terus dipaksakan tanpa berbicara dengan anggota koalisi lainnya.
"Sebenarnya kombinasi antara Islam dengan nasionalis itu cukup bagus untuk memimpin negara ini. Kombinasi ini bisa menyatukan perbedaan dan juga meningkatkan elektabilitas. Tapi kemudian tiba-tiba muncul hal seperti ini dan karenanya kami ingin menyusun sikap bersama," ujarnya.
Hal yang sama juga ditegaskan Imam Nachrowi yang mengingatkan agar partai-partai anggota koalisi diajak berbicara sebelum keputusan diambil. PKB, ujarnya, menghendaki adanya hubungan yang harmonis sebelum pilpres.
"Sebelum pilpres saja sudah seperti itu apalagi nanti. Karenanya kami inginkan adanya komunikasi sebelum deklarasi," ujarnya.
Sementara Lukman Hakim mengatakan bahwa masalah cawapres merupakan kewenangan capres. Namun demikian, PPP telah tegas mengusulkan agar cawapres itu sebaiknya berasal dari kalangan parpol dan mempunyai akses yang baik ke parpol.
"Dengan masuknya nama Boediono ini, jangankan kami, konstituen juga banyak yang bertanya-tanya soal dasar pertimbangannya. Jadi alangkah baiknya jika SBY menjelaskan ini dan bisa jadi ini adalah isu yang tidak benar," ujarnya.
Sedangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa pertemuan mereka itu akan segera ditindak lanjuti dengan pertemuan lanjutan tingkat ketua umum parpol pendukung koalisi.
Sumber: smsplus.blogspot.com
Tifatul: PKS Partai yang Setia
JAKARTA, KOMPAS.com. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah partai yang setia. Semenjak dulu masih berkomitmen untuk mendukung Susilo Bambang Yudhoyono untuk maju ke bangku kepresidenan. Demikian yang dikatakan Tifatul Sembiring, Presiden PKS, yang ditemui di Gedung Dakwah PKS, Jakarta, Selasa (12/5).
Ia menerangkan, walaupun nasib partainya masih digantung oleh SBY, PKS belum mengambil tindakan untuk meninggalkan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut. "Opsi untuk mendukung JK-Win memang ada, tapi itu baru sekadar opsi. Belum ada pembahasan lebih lanjut karena belum ada kata putus dengan SBY," terang dia.
Selanjutnya, Tifatul mengatakan, pihaknya telah melayangkan undangan yang meminta SBY untuk melakukan pembicaraan dengan PKS terkait masalah pencalonan Boediono sebagai cawapres. "Kita ingin mendapatkan penjelasan langsung dari SBY, tidak ingin lewat perantara-perantara. Ditanya apa alasan SBY itu, baru bisa menentukan langkah. Kalau diibaratkan suami akan menanyakan dulu kepada istrinya, enggak mungkin kalau salah satu langsung mengepak koper. Bisa kacau nasib anak-anak nanti," katanya.
Setelah didapat hasil pembicaraan antara SBY dan PKS, langkah selanjutnya baru akan ditentukan. "Yang pasti kita tidak akan jomblo," tandas Tifatul.
SBY Lengah, PKS Dukung JK-Wiranto
Mungkin karena terlalu yakin bahwa PKS, PKB, PAN, dan PPP bisa diperlakukan bak kerbau yang dicocok hidungnya, SBY cenderung abai terhadap masukan dari teman koalisinya: cawapres mesti dari parpol! Santernya berita bahwa SBY telah memilih Boediono membuktikan kemungkinan ini.
Anis Matta, sekjen PKS, menyebut berita itu itu sebagai informasi A1, yang berarti tingkat akurasinya tinggi. Saya jadi makin ragu terhadap elektabilitas SBY, bila benar akhirnya rumusnya adalah SBY-Boediono. Mungkin malapetaka yang akan dituai oleh SBY.
Terbukti temen-temen koalisinya langsung bersikap keras. Kabarnya PKS mau melayangkan surat protes. Padahal PKS adalah partai yang santun, sehingga kalau sudah protes berarti masalahnya besar. PKB juga meminta agar Partai Demokrat ingat bahwa inti koalisi adalah Demokrat, PKS, dan PKB. Jadi PKB pun mesti diajak bicara dalam masalah ini.
Sofyan Wanandi sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga terkejut. “Ini di luar dugaan kita semua,” katanya. “Apalagi Boediono dinilai kurang baik komunikasinya dengan pengusaha.”
Dalam situasi seperti ini pasangan JK-Wiranto mungkin paling diuntungkan. Pasangan ini bisa benar-benar "WIN" (menang). Apalagi ini adalah pasangan satu-satunya yang paling cepat mengumumkan pasangan capres-cawapres. Tapi ini akan terjadi bila JK-Wiranto mampu mengelola isu ini. Kalau tidak, maka Mega atau Prabowo bisa memanfaatkannya.
Berdasarkan hasil survei terakhir, pasangan SBY-Hidayat Nur Wahid tetap yang terbaik. Mungkin karena takut sama AS, SBY tidak berani memilih HNW karena terlalu kelihatan islaminya. Semestinya sosok yang islami bisa dijadikan nilai plus, tapi bagi SBY itu adalah nilai minus.
Di samping elektabilitasnya tinggi, Hidayat juga didukung oleh partai yang merupakan partai urutan keempat, atau pemimpin partai tengah. Hidayat juga memiliki sikap kenegarawanan yang tinggi, sederhana, rendah hati, sopan, berbicaranya solutif, dan berbagai kelebihan lain. Hanya saja, "dosa besar"-nya justru karena beliau adalah "islami". Memang zaman sudah edan, kalau tidak edan tidak kebagian.
Tidak ada logika yang tepat secara teori politik, teori sosial, dan teori-teori lain untuk menolak Hidayat. Satu-satunya teori yang dipakai adalah teori paranoid terhadap Islam. Padahal yang mau berteman dengan SBY adalah partai-partai islami: PKS, PAN, PKB, dan PPP.
Tapi ternyata SBY tidak peduli. Partai-partai Islam hanya sebagai pembantu saja, tidak dihitung apa-apa. Semoga SBY menyadari hal ini, sehingga kemenangan benar-benar bisa diraih.
Oleh: Abdul Wahid, Pelajar S3 di Malaysia
Email: abdul.wahids@yahoo.com
Sumber: smsplus.blogspot.com
Mencermati 'Ancaman' PKS pada SBY
INILAH.COM, Jakarta. Sejumlah elite PKS bereaksi keras atas langkah politik SBY memilih Boediono sebagai cawapres. Mereka bahkan bersikukuh agar SBY memilih figur parpol yang mewakili umat Islam. Akankah reaksi PKS ini mengubah pendirian SBY?
Walaupun Partai Demokrat baru akan mendeklarasikan pasangan capres-cawapresnya pada 15 Mei, namun hampir bisa dipastikan SBY akan menggandeng Gubernur Bank Indonesia Boediono sebagai pasangannya. Kepastian itu telah diterima PKS dari salah seorang staf khusus kepresidenan.
Sebagian elite PKS memang bersikap realistis dengan menyerahkan sepenuhnya urusan cawapres itu kepada pilihan SBY sendiri. Namun elite PKS lainnya bereaksi keras. Sebagai salah satu partai pendukung Demokrat, mereka sempat berteriak meminta agar SBY memikirkan kembali pilihannya atas Boediono.
Internal PKS nampaknya mengalami pro-kontra atas Boediono. Menghadapi perkembangan ini, Wakil Sekjen PKS Zulkieflimansyah menyebut, PKS secara resmi belum menyikapi soal Boediono yang dipilih oleh SBY. Menurutnya, PKS baru akan membahas soal itu siang ini untuk menentukan langkah lanjutan: terus berkoalisi atau segera berpaling.
"Ini baru pemberitahuan awal. Kami akan menyikapinya setelah definitif. Ini testing the water saja dari SBY. Tentu kami akan membahasnya agar ada masukan-masukan yang dapat kami berikan ke SBY soal baik dan buruknya. Karena sebenarnya kami ingin dilibatkan dalam proses pembahasan soal cawapres ini," kata Zul.
PKS lebih memilih cawapres SBY yang dipandang mampu menjadi pendamping yang dapat mewakili umat. Betapapun, pro dan kontra partai-partai koalisi Blok Cikeas atas dipilihnya Boediono sebagai pendamping capres incumbent dari Partai Demokrat itu terus merebak.
"Kita minta (SBY) untuk memilih cawapres yang mampu mewakili umat," kata Ketua Badan Hubungan Masyarakat DPP PKS A Mabruri dengan suara nyaring. Alasannya, saat menjadi presiden, Megawati pun menggandeng Hamzah Haz, kemudian SBY menggandeng Jusuf Kalla yang notabe dari kalangan NU. "Jadi, kenapa sekarang tidak?" tandasnya.
Kalangan PKS menilai Boediono bukan dari kalangan partai, sehingga menyulitkan langkah untuk membangun koalisi kuat di parlemen. PKS memiliki tiga kriteria cawapres yang pas untuk mendampingi SBY. Salah satunya adalah, cawapres merupakan perwakilan umat.
Dahulu kombinasi nasionalis-Islamis relatif stabil seperti Gus Dur-Megawati, Megawati-Hamzah Haz, dan ketika SBY-JK, maka JK dipandang sebagai perwakilan umat. Jadi, untuk cawapres, PKS menginginkan figur yang bisa mewakili umat seperti Jusuf Kalla.
Kriteria kedua adalah berasal dari partai politik, agar mesin partai berjalan optimal. Kemudian, kriteria ketiga adalah keterwakilan wilayah Jawa-Luar Jawa yang patut dipertimbangkan.
Saat ini hanya tiga nama yang beredar kuat akan mendampingi SBY dalam Pemilihan Presiden, yakni Boediono yang saat ini Gubernur Bank Indonesia, Hatta Rajasa (politisi Partai Amanat Nasional yang jadi Menteri Sekretaris Negara), dan Hidayat Nur Wahid (mantan Presiden PKS yang sekarang Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat).
Nampaknya sosok Hatta Rajasa masih menjadi alternatif terbaik, meski posisinya mulai tersodok Boediono. Namun semua itu berpulang kepada SBY sendiri dalam menentukan preferensinya. Yang jelas, PKS sudah bereaksi dan sinyal ini tak boleh diabaikan kubu Cikeas. [P1]
Langganan:
Postingan (Atom)