jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Kamis, 29 Oktober 2009

Tifatul: Jangan Su'udzon Soal Century


INILAH.COM, Jakarta. Mantan Presiden PKS Tifatul Sembiring mengimbau seluruh pihak agar tidak membuat praduga terlebih dahulu atas pihak-pihak yang terkait kasus pengucuran dana Rp 6,7 triliun kepada Bank Century.
"Jangan disebut-sebut (Boediono dan Sri Mulyani). Kalau saya percaya menyangkut proses. Jadi, kita sebaiknya tidak menduga-duga, tidak suudzon," ujar Tifatul ketika dikonfirmasi mengenai adanya kabar keterlibatan Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan Wapres RI Boediono dalam kasus Bank Century di Graha Sawala Jakarta, Rabu (28/10).

Tifatul yang juga menjabat sebagai Menkominfo dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, mengajak semua pihak untuk mempercayakan proses audit investigasi Century kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Kalau hukum diduga-duga, jangan. BPK akan bicara dengan DPR, hasilnya seperti ini lho. Siapa yang bertanggung jawab, kan belum clear," ujarnya.

FPKS Tak Ngiler 500 M Untuk Bungkam Angket Century

INILAH.COM, Jakarta. Angket Century terancam ditolak, karena ada dana Rp 500 miliar yang akan digelontorkan untuk menyuap para anggota dewan. Namun, PKS akan menolaknya dan tetap mendukung angket.


"Yang bisa PKS jamin, kita tidak akan membiarkan ini lewat, apapun caranya kejahatan ini harus diusut sampai lobang tikus," ujar Wakil ketua komisi III Fachri Hamzah kepada INILAH.COM, Jakarta, Kamis (29/10).
Wakil Sekjen DPP PKS ini mengatakan, kasus Century merupakan kejahatan yang luar biasa setelah kasusu BLBI. bahkan, kasus Century ini dianggapnya lebih parah dari kasus BLBI.

"Kita akan mempertanyakan banyak hal soal pengawasan BI. Jangan dihubungkan dengan koalisi, semua yang kita ini lakukan untuk kebenaran," ungkapnya.

Eksistensi Parpol Islam

[ Part-1 ]

Tergerusnya perolehan suara Parpol Islam yang selama ini berada di level menengah: PPP, PKB, PBB dan PAN dengan basis massa Islam pada Pemilu 2009, memunculkan beragam komentar skeptis apakah Parpol Islam tersebut masih mampu bertahan dan eksis hingga pemilu tahun 2014 nanti digelar?

Komentar skeptis tersebut muncul ketika raihan suara Parpol Islam tersebut ternyata meleset jauh dari target yang diharapkan. Alih-alih bertahan dengan perolehan suara sama dengan Pemilu lalu, justru yang terjadi adalah penurunan jumlah suara sangat signifikan. Yang paling mengenaskan tentu saja adalah PBB (Partai Bulan Bintang) yang dikomandani oleh Menteri Kehutanan, MS. Ka’ban, karena tidak mampu mencapai ambang batas 2,5%. Artinya bahwa, sejarah Partai Bulan Bintang berakhir pada tahun 2009

Tak terkecuali PKS yang sebelum Pemilu digelar sejumlah elite partai mengklaim mampu meraih 20% suara, ternyata juga terkena imbas Tsunami Demokrat. Walau masih untung, kalau bisa dibilang demikian, karena perolehan kursi di DPR pada pemilu lalu 47 kursi, kini bertambah menjadi 57 kursi, itupun bila penghitungan kursi tahap 2 yang telah dilakukan oleh KPU tidak jadi dinulir oleh Mahkamah Agung. Yang sekarang deg-degan tentu mereka yang nama-namanya telah tercantum sebagai penghuni Gedung DPR periode 2009-2014, khawatir bila gugatan yang diajukan oleh caleg Partai Demokrat, dikabulkan oleh MA.


Turunnya popularitas Parpol Islam pada pemilu 2009 yang ditandai dengan berkurangnya jumlah suara yang diperoleh, juga bisa diartikan bahwa masyarakat Indonesia saat ini khususnya umat Islam yang bersimpati dan menyalurkan aspirasi mereka kepada parpol Islam tersebut pada pemilu lalu, perlahan-lahan mangalihkan dukungan mereka kepada partai Nasionalis, khususnya Demokrat yang lekat dengan kekuatan figur SBY.

3 Kelemahan Mendasar Partai Islam


Ditengah perolehan suara yang menurun drastis pada Pemilu 2009 lalu, bahkan di antaranya tidak mencapai ambang batas 2,5% dan akhirnya menjadi bagian dari catatan sejarah multi partai di Indonesia, sejumlah Parpol Islam kini mengalami kegamangan atas peluang eksistensi mereka hingga pemilu 2014 nanti. Beberapa kalangan bahkan menilai, bahwa Parpol Islam –Ideologi atau basis massa Islam- yang saat ini masih bertahan dan berada di level menengah (PPP, PKB, PKS, dan PAN) akan semakin melemah, stag dan kemungkinan runtuh bila tidak segera melakukan pembenahan dan konsolidasi internal.
Sementara pada saat yang sama, sejumlah partai nasionalis semakin berkibar. Demokrat dengan figur SBY yang kian mendapatkan tempat di hati masyarakat, Golkar yang kini berusaha menampilkan kaum muda pada jajaran elit dengan mendukung langkah Yudi Krisnandi maju sebagai calon ketua umum, atau PDIP yang kemungkinan masih akan berada di luar ring kekuasaan, atau sebagai partai oposisi agar tetap lekat sebagai pembela Wong Cilik. Sementara Hanura dan Gerindra kemungkinan besar takkan bertahan lama hingga pemilu nanti. Kecuali bila figur Prabowo dan Wiranto semakin mengakar disertai limpahan dana besar.

Bila partai-partai nasionalis tetap tenang melenggang dan terlihat cukup mampu menetralisir sejumlah konflik internal yang muncul di permukaan, maka kisruh yang terjadi dalam tubuh sejumlah partai Islam hingga kini belum juga terselesaikan. Lihat saja konflik panas antara Gusdur dan Muhaimin Iskandar yang nota bene adalah keluarga besar. Antara Bachtiar Chamsah dan Suryadarma Ali yang masing-masing memiliki gerbong besar di PPP. Atau antara Amin Rais dan Soetrisno Bachir di PAN yang juga memiliki pengikut fanatik.

Suksesi Ala PKS, Layak Ditiru


Tidak butuh waktu lama bagi PKS untuk melakukan suksesi kepemimpinan setelah sejumlah kader yang sekaligus elit partai ini resmi dipilih oleh SBY sebagai menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid 2. Dalam Rapat Dewan Pimpinan Pusat PKS yang berlangsung beberapa hari lalu memutuskan mengangkat Luthfi Hasan Ishak sebagai Pjs. menggantikan Tifatul Sembiring yang kini menjabat sebagai Mengkominfo. Dan pada hari ini, Selasa (27/10) Serah Terima Jabatan (Sertijab) Presiden PKS berlangsung di Kantor Pusat PKS TB Simatupang.
Seakan sudah menjadi tradisi dalam tubuh PKS bahwa ketika kader Partai Dakwah ini ditarik dalam pemerintahan maka secepat itu pula kader tersebut melepaskan jabatan strukturalnya dalam partai. Ini telah terjadi sejak era Nur Mahmudi Ismail saat bergabung dalam kabinet Abdurrahman Wahid yang kemudian meninggalkan jabatannya sebagai Presiden PK (Partai Keadilan) ketika itu. Lalu pada saat Hidayat Nurwahid terpilih sebagai Ketua MPR, maka tak lama kemudian kursi itupun ditinggalkannya yang selanjutnya diduduki oleh Tifatul Sembiring sampai akhirnya Presiden PKS ke 2 ini terpilih sebagai menteri.

Dalam rapat pimpinan tersebut bukan hanya Presiden Partai saja yang diganti. Tapi 2 kader lain yang diangkat SBY sebagai menteri juga lengser keprabon. Suharna Suryapranata (Menristek) yang menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Pusat (MPP) PKS, dan Suswono (Mentan) Ketua Wilayah Dakwah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Adapun Salim Segaff Al-Jufrie (Mensos) tidak lagi memiliki jabatan struktural di partai saat terpilih sebagai Kedubes Arab Saudi 5 tahun lalu.

Menarik dikaji bagaimana proses regenerasi dan suksesi kepemimpinan ini bisa berlangsung dengan sangat mulus tanpa gejolak, dimana pada sejumlah partai jamak terjadi kisruh dan konflik internal terkait dengan pemilihan pucuk pimpinan. Bahkan kerap memunculkan fiksi hingga melahirkan politisi kutu loncat karena kalah dalam perebutan kursi ketua partai.

PKS Oh PKS!!!


Hari demi hari berlalu. Semenjak sebelum pemilu sampi sudah pemilu dan juga sampai detik ini. PKS selalu menjadi primadona bagi insan-insan pers dan juga bagi masyarakat. Hampir setiap hari PKS menjadi headline berita di website-website berita. Ada apa sih dengan PKS?
Aq paling males kalo sudh ngomongin yang namanya Politik karena menurut aq orang-orang yang berpolitik itu kebanyakan bohongnya daripada jujurnya. Tetapi, walaupun males ngomongin politik, aku juga suka baca-baca informasi mengenai perpolitikan di tanah air yang tercinta ini.

Ada satu partai yang hampir setiap hari menjadi wacana di media online. Entah ini bersifat mengkritik ataupun bersifat mendukung. Serta, tidak sedikit pula komentar-komentar yang tidak berbobot yang dikeluarkan oleh pembaca untuk mengomentari setiap tulisan mengenai PKS.

Tetapi, disini aku melihat ternyata PKS memberikan keuntungan bagi website-website yang menampilkan berita tentang PKS. Mengapa? karena setiap pembahasan tentang PKS pasti memiliki hits kunjungan melebihi 50 atau 100 klik setiap hari. Hal ini menjadi pendukung bagi para advertiser untuk memasangkan iklannya pada website yang membahas tentang PKS. Toh, ini menjadi pendapatan bagi website-website tersebut.

Dari Tokoh Partai (PKS) Menjadi Tokoh Nasional


Itulah agenda besar Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yakni menciptakan tokoh partai menjadi tokoh Nasional, Gubernur, Wakil Gubernur hingga Bupati dan Walikota.
Diawali dengan Nur Mahmudi Ismail, Presiden pertama PKS, menjadi Menteri kehutanan RI di era Gusdur. Setelah tidak jadi menteri lagi, ia “masih laku” untuk jadi Walikota Depok.

Kemudian Hidayat Nur Wahid, Presiden kedua PKS, menjadi Ketua MPR, setelah lengser dari Ketua MPR, ia mungkin juga punya agenda lain, mengincar jabatan Gubernur atau walikota, sebagaimana pendahulunya, Nur Mahmudi Ismail.

Dan yang terakhir, Presiden ketiga PKS, Tifatul Sembiring, menjadi menkominfo pada Kabinet SBY Budiono.

Sekarang, Presiden keempat PKS, Lutfi Hasan Ishaaq, lima tahun ke depan pada periode 2014-2019, apakah ia berhasil meraup perolehan suara di Pileg yang akan datang? Jika jawaban iya… bukan tidak mungkin PKS akan ikut ambil bagian dalam Pilpres mendatang, maju sebaga capres atau cawapres.

Politik, bagaimana pun caranya, tujuannya adalah mencari Kekuasaan. Mampukah, PKS masa yang akan datang, di bawah kepemimpinan Lutfi mengambil alih tampuk kekuasaan Nasional, Presiden RI.