jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Kamis, 18 Desember 2008

Duet Mega-Hidayat Bisa Jadi Pesaing Berat SBY


SEMARANG-MI. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memiliki peluang terbesar untuk terpilih dalam Pemilihan Presiden 2009, namun bila Megawati Soekarnoputri nantinya berpasangan dengan Hidayat Nur Wahid, duet ini bakal menjadi pesaing serius SBY.

"PDIP memiliki konstituen yang solid, dan bila massa ini bergabung dengan pendukung PKS untuk mengusung Megawati dan Hidayat sebagai capres dan cawapres, duet ini menjadi kekuatan hebat, yang mewakili kelompok nasionalis dan religius," kata dosen FISIP Undip Semarang, Mochamad Yulianto, Senin (8/12).

Menurut dia, massa PDIP yang solid akan memberi dukungan kepada Megawati yang berlaga pada pilpres. Posisinya sebagai ketua umum PDIP memudahkan dirinya untuk menggerakkan mesin partai hingga ke pelosok desa. Sementara itu, katanya, kinerja dan citra PKS yang terus membaik juga akan meningkatkan dukungan dari masyarakat, terutama pemilih dari partai berbasis massa Islam yang kecewa terhadap kinerja partai ini.

Yulianto mengatakan, peluang terjadinya koalisi PDIP dengan PKS tetap apalagi sebelumnya para petinggi kedua partai pernah menjajaki kerja sama. Kecenderungan yang terjadi, katanya, sejak empat tahun terakhir ini partai nasionalis berusaha merangkul kelompok religius, begitu pula partai Islam juga terus menggalang kekuatan dengan mendekati kelompok nasionalis dan lintas agama.

"Dengan kecenderungan seperti itu, peluang koalisi PDIP dengan PKS untuk mengusung Megawati-Hidayat sebagai capres dan cawapres pada Pilpres 2009 sangat terbuka," katanya.

Menurut dia, pasangan tersebut akan menjadi rival berat bagi SBY apalagi bila Jusuf Kalla akhirnya memilih maju sendiri sebagai capres. "Jusuf Kalla sebagai representasi luar Jawa memberi andil cukup besar dalam sukses pemerintahan SBY," kata Yulianto.

Ia menjelaskan, setidaknya ada tiga modal penting bagi SBY untuk memenangi Pilpres 2009. SBY dinilai banyak pihak sukses memberantas praktik korupsi sekaligus menerapkan tata pemerintahan yang baik. Kedua, menurut dia, pemerintahan SBY juga sukses menciptakan stabilitas sosial politik, termasuk mengakhiri konflik secara damai dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

"Memang perekonomian masih dirasakan sulit, tetapi banyak orang merasakan stabilitas keamanan, sosial, dan politik jauh lebih baik. Ini menjadi modal penting untuk perbaikan perekonomian di masa yang akan datang," katanya.

Ketiga, katanya lagi, pemerintahan SBY akhirnya menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium meskipun hal ini lebih banyak disebabkan oleh faktor eksternal, yaitu melorotnya harga minyak dunia belakangan ini.

Menurut dia, peluang Prabowo Subianto, Wiranto, dan Sultan Hamengku Buwono X tidak terlalu besar, sebab keduanya belum memiliki infrastruktur politik yang mapan. (Ant/OL-06)

Golkar Mulai Membaca Gerilya PKS


Momentum reformasi politik dan demokrasi di Indonesia terjadi setelah dilaksanakannya Pemilu pada 1997. dengan kondisi politik yg ada, maka pemilu yang seharusnya dilaksanakan lima tahun lagi diajukan pada 7 Juni 1999. Peserta pemilu terdiri dari 48 parpol, 34 diantaranya berasas Pancasila, 10 parpol berasas Islam dan 4 parpol berasas lainnya. Pada pemilu 1999 maka PDIP berhasil menjadi partai pemenang dengan 153 kursi, Golkar 120, PPP 58, PKB 51 dan PAN 34 kursi. Pada pemilu ini Partai Keadilan sebagai partai baru tidak memenuhi “electoral treshold”, sehingga tidak bisa mengikuti pemilu selanjutnya pada 2004.

Pada pemilu yang dilaksanakan 5 April 2004, parpol peserta pemlu berjumlah 24 buah. Dari 24 parpol, tercatat ada 7 parpol yang mendapat perolehan suara cukup besar berdasarkan jumlah perolehan kursi dan lolos dari electoral treshold (ambang batas pemilihan). Golkar menduduki peringkat pertama memperoleh 128 kursi, PDIP 109, PPP 58, Partai Demokrat 57, PAN 52, PKB 52 dan PKS 45.

Dari kedua pemilu tersebut terlihat bahwa Partai Golkar dan PDIP adalah parpol papan atas, hanya saling bertukar tempat. Yang menarik pada pemilu 2004 terdapat dua parpol dengan nama baru yang mampu masuk dalam kelompok parpol papan tengah yaitu Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera. Partai Demokrat menjulang tinggi karena ada “SBY” sebagai daya tarik utama, sementara PKS sebenarnya Partai Keadilan yang berubah wajah menjadi Partai Keadilan ditambah Sejahtera. Partai yang berasas Islam ini unik, tidak mempunyai tokoh “pemeran utama”, tapi mampu meyakinkan konstituen dengan menjual programnya. Belajar dari kegagalan pada pemilu 1999 PKS dengan cerdik mampu masuk dijajaran elit di papan tengah. Langkahnya yang mendukung SBY untuk maju pada pilpres 2004 diantaranya yang menjadikan SBY menjadi presiden.

PKS yang konon didukung banyak Doktor didalamnya dengan cerdik dan “nekat” mencantumkan beberapa tokoh nasional dalam materi iklannya menjelang pemilu 2009. PKS memasang tokoh-tokoh nasional seperti Bung Karno, KH Hasyim Asy’ari, Ahmad Dahlan, M Natsir, Muhammad Hatta, Jenderal Sudirman dan Bung Tomo. Yang paling “nekat” PKS juga memasang foto Pak Harto. Di akhir tayangan iklan muncul suara “Terima kasih Guru Bangsa, terima kasih pahlawan, kami akan melanjutkan langkah bersama PKS”.

Dari iklannya yang oleh banyak pihak diprotes dan kemudian menjadi kontroversi, muncul tuduhan bahwa PKS mau menunjukkan, semua kelompok akan diakomodasi, dari orde lama, orde baru, hingga orde reformasi, juga termasuk kelompok nasionalis maupun Islam. Kini, langkah “berani lanjutan” PKS diantaranya akan memberikan PKS Award kepada putri mendiang Pak Harto, Siti Hardiyati Rukmana (Mbak Tutut). Lengkaplah strateginya yang mencoba menarik para pengikut Soeharto agar bersimpati. Selama ini keluarga Cendana selalu ditekan, persoalannya tidak pernah ada kata putus terhadap status hukum Pak Harto. Semua pihak takut bersuara, takut dihujat. Maka langkah PKS ini adalah langkah yang sangat strategis, langsung menusuk kedalam kantong-kantong dan jantung konstituen Golkar.

Mempertimbangkan kondisi tersebut, Ketua Umum Golkar bereaksi dan mengatakan bahwa tidak masalah PKS masuk kedalam lingkungan keluarga Cendana lewat program penghargaan kepada Mbak Tutut. “Namanya kampanye, ingin merebut hati orang, kalau tidak begitu bukan kampanye” katanya. Diakuinya, metode kampanye PKS positif, namun berisiko. Sebaliknya, JK mengatakan Golkar yang menghormati jasa-jasa besar almarhum Soeharto, mengucapkan terima kasih kepada PKS yang juga berpandangan sama dengan partainya. “Kita berterima kasih. Baguslah itu supaya ada kawan yang menghormati Pak Harto, jadi kita berterima kasih juga kepada PKS” katanya.

Didalam dunia perpolitikan, ungkapan seorang Ketua Umum Partai adalah gambaran dari partainya. Kalau yang menyatakan seorang ketua DPP saja, belum tentu itu merupakan pernyataan partai. Dari apa yang dikatakan JK, kita bisa menafsirkan dua hal, pertama Golkar “agak” khawatir dengan langkah “brilian” PKS tersebut. Ada istilah dalam golf yang mungkin tepat dipakai dalam dunia blogger “Lengbet”, artinya kalau tidak waspada maka Golkar kalau “meleng” akan disabet konstituennya oleh PKS. Golkarpun selama ini sebagai bekas “anak buah” Pak Harto kurang berani secara eksplisit masuk diwilayah ini. Sejatinya sejak jaman terbentuknya dahulu Golkar selalu identik dengan Pak Harto. Langkah sang Ketua Umum ini lebih terlihat merupakan usaha dalam menjaga kadernya yang “Soehartois” agar tidak lari kepelukan PKS. Memang tajam “intuisi” bapak yang satu ini.

Yang kedua, JK secara halus mengisyaratkan, persetujuannya atas langkah strategi PKS yang penulis sebut “gempur di semua lini”, dalam bahasa politik kira-kira diartikan “langkahnya bagus, kita bisa sejalan dan mungkin nanti bisa berkoalisi”. Isyarat-isyarat seperti ini jelas akan menyejukkan para tokoh keras Golkar seperti Surya Paloh yang menginginkan Golkar maju sebagai presiden. Mungkin mulai terpikirkan Golkar akan berkoalisi dengan PKS nampaknya.

Memang sangat sulit bagi parpol Islam untuk menggerus suara dari parpol nasionalis, beberapa pemerhati mengatakan parpol Islam disarankan tidak terjebak dalam politik identitas yang hanya mengedepankan simbol keagamaan. Menurut Direktur riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) Dodi Ambardi, bahwa perubahan perilaku pemilih masyarakat sangat cepat. Mayoritas pemilih Indonesia beragama Islam, namun dalam menentukan piihannya, mereka tidak terlalu perduli dengan identitas parpol. Pemilih muslim lebih mengutamakan pertimbangan rasional dibandingkan perintah agama. “Karena menggunakan pemikiran rasional, partai-partai non-Islam yang dinilai lebih mampu menjaga rasionalitas akan mendapat dukungan besar dari pemilih muslim maupun pemilih non-muslim”.

Parpol besar benar-benar harus mewaspadai langkah rasional yang “hebat dan nekat” PKS ini, PKS kini mencoba masuk ke wilayah nasionalis, parpol yang paling lemah dan rawan adalah Golkar, lemah karena Golkar tidak mempunyai tokoh sentral, “patron” pengikat, juga rawan karena terdapat beberapa faksi didalamnya. Berbeda dengan Partai Demokrat dan PDIP yang memiliki SBY dan Mega. Kalau kurang hati-hati, salah-salah nanti PKS akan mengimbangi perolehan suara dari Partai Golkar. Maaf, ini hanya sebuah analisa seorang blogger tua pak, belum tentu benar juga. Hanya membaca situasi dan kondisi yang berkembang. PRAY.


http://prayitnoramelan.kompasiana.com/2008/12/06/golkar-mulai-membaca-gerilya-pks/

Inspiring Woman Versi PKS


Jakarta, Tribun. Kini, sudah 800 pesan singkat melalui SMS yang diberikan kepada panitia penyelenggara penganugerahan PKS Award yang sedianya akan dilakukan pada 19 Desember mendatang, dibarengi dengan puncak perayaan Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember.

Ketua DPP PKS Bidang Perempuan, Ledia Hanifa Amaliah saat dihubungi Persda Network, Senin (8/12) menjelaskan, nama istri Presiden SBY, Ani Yudhoyono, kini sudah masuk untuk mendapatkan nominasi penerima Inspiring Women Award ini.

"Kalau dihitung-hitung, kemungkinan sudah 400 nama tokoh perempuan yang diusulkan kepada kami untuk layak mendapatkan penghargaan (Inspiring Women Award). Saya baru mengecek, ibu Ani Yudhoyono juga sudah ada yang mengusulkan untuk mendapatkan penghargaan. Namun, apakah akan mendapat penghargaan atau tidak, tentunya kami akan melakukan verifikasi terlebih dahulu," Kata Ledia Hanifa Amaliah.

Pemberian penghargaan kepada para perempuan-perempuan unggul di Indonesia ini, tidak berdasar atas berapa banyak SMS yang diterima. Akan tetapi, imbuhnya, dari nama-nama tokoh perempuan yang diusulkan, akan diverifikasi terlebih dahulu, sebelum dinyatakan apakah layak atau tidak mendapatkan penghargaan itu

"Pada tanggal 10 nanti (Rabu red), kami menutup kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi mengusulkan nama-nama tokoh perempuan yang dianggap layak. Setelah itu, kami verifikasi dan kemudian diumumkan secara resmi pada tanggal 19 Desember nanti," jelas Ledia.

Sementara nama putri sulung Soeharto, Siti Hardianti Rukmana (Mbak Tutut), apakah nantinya dianggap layak memenuhi kriteria, tegas Ledia, ditentukan setelah tim verifikasi memutuskan layak atau tidaknya.

"Jangankan beliau (mba Tutut), ada SMS yang masuk dan meminta agar ibunya dinominasikan untuk bisa mendapatkan penghargaan dari PKS. Kalau tidak salah, usianya 27 tahun, seorang perempuan asal Jogjakarta yang berprofesi sebagai guru. SMS yang kami dapat, si pengirim memberikan alasan, kalau ibunya juga berhak. Nah, ini yang akan kami lakukan pengecekan dulu, apakah benar," paparnya.

Sedianya, pada 19 Desember nanti PKS akan memberikan kepada 100 tokoh perempuan yang dianggap berprestasi. Beberapa nama tokoh perempua sudah diungkap, akan mendapat anugerah ini. Antara lain, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, putri sulung Soeharto, Siti Hardianti Rukmana dan calon gubernur Jawa Timur, Khofiffah Indarparawansa.

Kini, beberapa tokoh perempuan lainnya sudah masuk. Selain istri Presiden SBY, Ani Yudhoyono, beberapa nama lainnya adalah, Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meuthia Hatta, Janda Ahmad Dani, Maia Estianty, Ratwa Megawangi, istri Menneg BUMN Sofyan Jalil, Astri Ivo serta relawan pendidikan, Butet Manurung.

PDIP Tersandera Megawati


INILAH.COM, Jakarta. Sungguh dilematis nasib PDI Perjuangan dalam Pemilu 2009 mendatang. Mereka partai pertama yang memastikan calon presiden. Tapi, sejak September 2007, Megawati Soekarnoputri belum menemukan pendamping.

Trauma politik dalam Pemilu 2004, jelas menjadi pertimbangan utama dalam mencari pasangan untuk Mega. Jika salah pilih seperti dalam Pemilu 2004, maka bisa-bisa PDIP dan Megawati seperti keledai yang dua kali masuk pada lubang yang sama.

Pencarian pasangan Mega untuk Pilpres 2009 terus mengalami pengunduran jadwal. Bila sebelumnya didengungkan akan diumumkan akhir November lalu, nyatanya mundur hingga akhir Januari tahun depan. Bahkan, wacana juga menguat, pasangan Mega bakal dicari pasca pemilu legislatif April 2009 mendatang.

Kondisi ini menjadi fakta, bahwa PDIP tidak satu suara dalam menentukan pasangan Mega. Hal utama adalah menyangkut waktu yang tepat bagi penentuan pasangan Mega.

Ketua Dewan Penasehat DPP PDIP, Taufiq Kiemas, mengatakan pihaknya bakal menjaring dan mengumumkan cawapres Megawati pada Rakernas akhir Januari mendatang di Solo. “Agenda di Solo untuk menjaring calon wapres dan diumumkan,” katanya di Kantor DPP PDIP, Senin (8/12).

Dalam kesempatan tersebut, Taufiq kembali menegaskan, wapres yang bakal mendampingi Mega dengan pijakan koalisi antar partai politik. Pilihan ini bukan tanpa maksud. Menurut Taufiq, langkah tersebut untuk memenangkan Pilpres 2009. “Nggak menang kalau jalan sendirian,” tegasnya.

Pernyataan Taufiq bukanlah hal yang baru terkait membangun koalisi antar partai politik. Bahkan sejumlah partai politik telah nyata-nyata ditawari PDIP untuk berkoalisi. Partai Golkar sebagai partai politik yang menjadi prioritas oleh PDIP tampak bergeming dengan tawaran PDI Perjauangan untuk berkoalisi. Pasalnya, Partai Golkar menentukan capres/cawapres pasca pemilu legislatif.

Setali tiga uang dengan Partai Golkar, PKS yang menjadi alternatif juga tampak tak menggubris tawaran politik dari banteng gemuk tersebut. PKS juga bakal berpijak pada perolehan pemilu legislatif April mendatang.

Betulkah calon pendamping Mega akan ketahuan pada Januari nanti? Tampaknya tidak pasti juga. Internal dewan penasihat belum satu suara soal ini. AP Batubara, anggota dewan penasihat, sebelumnya menyebutkan koalisi harus dilakukan pasca pemilu legislatif untuk mengetahui perolehan suara masing-masing parpol.

“Kalau diputuskan calon A untuk mendampingi Mbak Mega, tahu-tahunya partainya tidak ada kursinya, kan repot,” katanya kepada INILAH.COM dalam sebuah kesempatan.

PDIP memang sangat hati-hati dalam menentukan cawapres buat Mega. Meski, implikasinya, gagasan untuk melakukan koalisi sebelum pemilu legislatif bakal menemui batu sandungan.

Satu hal yang tampaknya sudah pasti, calon wapres Mega takkan lepas dari lima nama. “Sudah ada lima nama calon wakil presiden yang akan mendampingi Ibu Megawati dalam Pilpres 2009,” ujar Sekjen PDIP, Pramono Anung.

Siapa mereka? Pram menutup mulut. Tapi, sebelumnya, Ketua Bidang Kepemudaan PDIP, Maruarar Sirait sempat keceplosan. Lima nama tersebut, katanya, adalah Sultan Hamengkubuwono X, Wiranto, Prabowo Subianto, Hidayat Nur Wahid, dan Jusuf Kalla.

Lima nama tersebut pun sulit untuk memastikan mau atau tidak mendampingi Mega. Pasalnya, mayoritas nama-nama tersebut menargetkan kursi RI-1, bukan RI-2 seperti tawaran PDI Perjuangan.

Sikap gamang dan terbelah di internal PDI Perjuangan dalam menentukan pendamping Mega, menunjukkan kalkulasi politik yang belum matang. Ini tidak terlepas dari pencalonan Mega yang muncul sejak jauh-jauh hari. Bisa saja, maju mundur agenda pencarian pasangan Mega tidak terlepas dari tersanderanya PDIP atas kemunculan Mega sejak awal.


(Oleh: R Ferdian Andi R)

PKS Siapkan Pemimpin Amanah


INILAH.COM, Jepara. Bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), munculnya banyak calon presiden tidak berpengaruh terhadap partai ini pada Pemilu 2009.

"PKS justru memberikan apresiasi, sehingga mereka benar-benar akan menjadi pemimpin bangsa," kata Ketua MPR Hidayat Nur Wahid ketika menghadiri silaturahmi dengan masyarakat dan sejumlah tokoh Kabupaten Jepara, Jawa Tengah di Jepara, Minggu (7/12).

Mantan presiden PKS ini juga mengatakan saat ini PKS belum menentukan calon presiden yang akan diusung, karena fokus sekarang mengusung wakil rakyat yang diharapkan benar-benar amanah.

Itu menandakan bahwa PKS tidak gegabah dalam memilih wakilnya, baik di pemerintahan maupun di legislatif. Para wakil dari PKS itu akan diseleksi secara seksama demi menghasilkan pemimpin yang amanah.

Sementara terkait dengan peluang PKS pada pemilu mendatang, Hidayat mengatakan itu tergantung pada hasil pemilihan legislatif.

"Jika target perolehan suara tidak tercapai pada pemilu legislatif nanti, tentu kami akan menggandeng partai lain," katanya.