jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Senin, 10 Agustus 2009

TARHIB RAMADHAN 1430

PK-Sejahtera Online. Puasa bermakna imsak atau menahan diri dari makan, minum dan segala sesuatu yang membatalkannya dari waktu fajar sampai tenggelam matahari.

Esensi puasa bermakna pengendalian diri dari hal-hal yang merusak dan dari memperturutkan selera hawa nafsu. Dan di antara hikmah dari ibadah Ramadhanadalah adanya kebersamaan saat ifthor dan saat memulai puasa, kebersamaan dalam ibadah shalat Fardhu dan shalat Tarawih serta kebersamaan dalam aktifitas ibadah lainnya.
Kebersamaan ini juga diharapkan terjadi pada penetapan awal Ramadhan danIdul Fitri.

Kesiapan bersatu dalam hal yang prinsip adalah bentuk kematangan dalam beragama, sebagaimana kesiapan berbeda dalam cabang agama adalah bentuk toleransi dan kedewasaan dalam beragama.


Sumber: http://pk-sejahtera.org/v2/download/pdf/28-Bayan%20Tarhib%20Ramadhan%201430.pdf (134.35 KByte)

Taklukkan Gunung Merapi, Tifatul Kram Kaki 6 Kali


Jakarta. Ketinggian Gunung Merapi, Bukit Tinggi, Sumatera Barat yang mencapai 2891 meter di atas permukaan laut (mdpl) rupanya tidak membuat hati Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring ciut. Tifatul berhasil menaklukkan gunung yang masih dianggap sebagai gunung berapi aktif dan paling berbahaya di Indonesia ini.

"Beberapa hari lalu saya baru mendaki Gunung Merapi dan berhasil hingga ke puncaknya," ujar Tifatul saat berbincang dengan wartawan di ruangannya di kantor Dewan Pertimbangan Tingkat Pusat (DPTP), Jl TB Simatupang, Jakarta, Senin (3/8/2009).

Mendaki gunung memang bukan hal baru bagi pria kelahiran Bukit Tinggi, 28 September 1961 ini. Meski baru pertama kali mendaki Gunung Merapi, sebelumnya Tifatul mengaku sudah tiga kali mendaki di Gunung Gede, Sukabumi, Jawa Barat.

"Gunung Merapi ini lebih terjal dan medannya lebih sulit untuk dilewati dibandingkan dengan Gunung Gede," kata Insinyur lulusan STI&K Jakarta ini.

Saat mendaki Sabtu 1 Agustus 2009 lalu, Tifatul sempat mengalami kram kaki enam kali sehingga dirinya terjatuh dan harus sering beristirahat.

"Pada saat mau turun, kaki saya kram dan tidak bisa bergerak. Akhirnya saya diurut baru baru bisa jalan lagi," cerita Tifatul.

Tifatul beserta rombongan sebanyak sepuluh orang termasuk Wakil Walikota Padang, Mahyeldi Ansharullah mendaki selama kurang lebih 5 jam hingga menuju puncak. Pendakian ini merupakan pelatihan mental dan fisik bagi pria yang pernah menjadi Ketua DPP PKS Wilayah Dakwah I Sumatera itu.

"Ini bagus buat melatih mental, kalau ngga keras kepala nggak akan sampai-sampai ke atas puncak. Tapi memang sangat mengasyikkan dapat berinteraksi dengan alam," kata suami Sri Rahayu ini.

Presiden ke-tiga PKS ini memberikan sedikit tips bagi para pendaki gunung pemula yang akan akan melakukan pendakian. Diantara tipsnya tersebut adalah, membawa komando yang ahli, pastikan fisik sehat dan persiapkan peralatan pendukung yang lengkap.

"Setelah ini saya akan coba mendaki Gunung Rinjani," katanya. (mpr/ken)


Sumber: DetikCom

PKS Bukan Partai Orang Terkenal


Apa jadinya PAN tanpa Amien Rais, PDIP tanpa Megawati (keluarga Soekarno), Demokrat tanpa SBY, Gerindra tanpa Prabowo, Hanura tanpa Wiranto nantinya, apakah partai-partai ini bisa bertahan karena jika dilihat partai-partai ini hanyalah mengandalkan ketokohan.

Tapi partai-partai ini tidak kehilangan akal, kakek/nenek/orangtuanya meski tidak menjadi pimpinan di partai itu. Begiut juga anak/cucu para tokoh diberi tempat yang nyaman di partai tersebut sehingga ketokohan dari orang tuanya masih dapat dipergunakan meski si anak/cucu tidak memiliki kemampuan yang sama dengan leluhurnya.

Dan bisa-bisa sebuah partai akan menjadi milik keluarga besar si tokoh tersebut sampai kapan pun. Golkar dulunya mengandalkan Soeharto, setelah hilang partai ini lebih mengandalkan para pengusaha, pemilik stasiun tv dan orang-orang yang terkenal karena orang tuanya juga.

Tapi ada beberapa partai yang tidak tergantung dengan tokoh, ambil salah satu contoh missal PKS, partai ini tidak memiliki tokoh yang terkenal karena unsur keturunan atau kekayaannya namun mereka mampu mencetak tokoh - tokoh yang layak dan kredibel. Sebelumnya siapa yang mengenal Hidayat Nur Wahid, Tifatul Sembiring, Nurmahmudi, Anis Matta dll.

Jadi sangatlah benar jika PKS disebut partai pencetak tokoh tapi tidak menggantungkan dirinya dengan tokoh yang bersangkutan. PKS, partai yang mengandalkan jaringan dan sel-sel yang siap setiap saat untuk turun dan bekerja ketika diperlukan seperti bencana alam.

Kader-kader PKS di didik bahwa setiap yang mereka kerja adalah amal yang akan mendapat pahala dari Allah. Menyingkirkan duri di jalanan saja mendapatkan pahala yang sangat besar apalagi menyelamatkan aset-aset NKRI dari orang-orang yang hanya ingin memuaskan nafsu pribadinya. Itu akan menyelamatkan 200 juta penduduk Indonesia dari tindak korupsi dan kebocoran-kebocoran anggaran yang selama ini terjadi.


Susilo Resyanarko, resyanarko@yahoo.com />http://inilah.com/berita/citizen-journalism/2009/03/06/88569/pks-bukan-partai-orang-terkenal/

Provokasi Umat


PK-Sejahtera Online. Dua ledakan bom terjadi di hotel Riltz Carlton dan JW Marriot, memecah ketenangan Jakarta dipagi Jum’at 17 Juli itu. Darahpun kembali tumpah, 9 orang meninggal dunia dan sekitar 60-an orang luka-luka. Astaghfirullah ... provokasi apalagi ini?

Ummati... ummati... kata Rasulullah SAW, dengan suaranya yang lirih, saat-saat maut akan menjemput, beliau masih saja mengingat umatnya. Mungkin ada hal-hal tertentu yang sedang beliau bincangkan dengan Jibril, atau ada nubuwwah yang sedang diperlihatkan Allah SWT, hingga beliau sangat mengkhawatirkan keadaan masa depan umat Islam. Itulah ucapan beliau menjelang detik-detik wafatnya. Dan sebelumnya juga beliau SAW pernah memberikan wasiat panjang, dikala hajjataul wada’, beliau berpesan agar ummat Islam berpegang erat kepada dua pedoman yaitu Al-qur’an dan Sunnah. Dan agar menjaga tali persaudaraan sesama kaum muslimin.

Atau barangkali beliau terkenang kembali kepada peristiwa perang Uhud, kekalahan yang memilukan, dimana saat itu 70 orang pasukan kaum muslimin mati syahid. Termasuk paman Beliau SAW yang sangat beliau cintai yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib.

Peristiwa ini direkam dalam Alqur’anul karim dalam surat Ali Imran ayat 153, dimana Allah SWT menegaskan pelajaran berharga, apa yang terjadi dan apa akibatnya manakala kaum muslimin berselisih dan bertengkar. Kemenangan yang telah diraih pada tahap pertama peperangan justru berbalik menjadi kekalahan. Dikarenakan pasukan pemanah yang ditugaskan oleh Nabi SAW untuk tetap berada di Jabal Rumah (bukit Panah), mereka justru berselisih paham, dan sebagian besarnya justru turun dari atas bukit itu, akibat dipancing tentara Quraisy dengan menebarkan barang-barang berharga ditengah jalan. Akibatnya pasukan kaum Muslimin kehilangan kunci pertahanannya.

Bila kita tarik garis melewati ruang dan waktu, tentu kita bisa mengambil pelajaran bagaimana provokasi-provokasi itu bisa masuk ke tengah-tengah umat meskipun sudah diperingatkan oleh Allah dan RasulNya. Dalam kasus Iraq misalnya, bagaimana Syi’ah menyerang Sunni, dan Sunni menyerang Syi’ah. Ribuan korban telah berjatuhan. Berkali-kali mereka melakukan hal demikian, padahal musuh mereka adalah sang penjajah Amerika.

Hal yang sama terjadi pada kasus Palestina. Fatah menyerang Hamas dan Hamas menyerang Fatah, padahal musuh mereka adalah Zionis Israel. Ini tidak terlepas dari provokasi para penjajah Yahudi maupun Amerika. Demikian pula yang dialami kaum muslimin di Uighur Xinjiang. Mereka layak dibela, karena mereka diperlakukan secara diskriminatif, yang sejarahnya dulu dianeksasi dari Turkistan (1955).

Pemerintah Cina juga mencap muslim Uighur sebagai Wahabi, persis seperti istilah yang sering diungkapkan oleh Badan Inteligen Amerika, atau yang disebut George Bush dalam pidato-pidatonya. Jadi manakala umat Islam lemah, imunitasnya menurun, maka para provokator akan segera masuk dan menyelinap ke tengah-tengah umat. Padahal jelas Allah SWT mengingatkan, ”In jaa akum fasiqun binabain fatabayyanuu” (Jika datang kepada kalian orang fasik membawa berita, maka cek dan riceklah oleh kalian—QS 49:6).

Di negeri tercinta ini, Pemilu 2009 telah berlangsung dengan lancar. Dalam pilpres seluruh calon adalah muslim, tentunya dengan kualitas masing-masing. Berbagai kekuatan politik merapat membentuk koalisi-koalisi, dan ini sah-sah saja secara perundang-undangan.

Kejadian terakhir, kita dikejutkan oleh peristiwa tragis bom di kawasan Kuningan Jakarta. Sebentar lagi, dapat kita duga akan ada yang menuding bahwa kelompok Islamlah yang melakukan pengeboman tersebut. Demikianlah adanya, bila kita terus sibuk bertengkar sesama umat. Musuh-musuh bangsa justru memanfaatkan kelengahan dan kelemahan tersebut untuk memperkeruh suasana, sehingga membawa dampak yang merugikan bagi bangsa dan Negara. Inilah provokasi baru.

Adalah sebuah realita, bahwa akhir-akhir ini Negara-negara lain pertumbuhan ekonominya negatif, sementara Indonesia sebaliknya bergerak naik, sehingga investasi mengalir deras ke Indonesia. Sebagai sebuah kemungkinan modus, boleh saja dipertimbangkan dugaan adanya keinginan kelompok tertentu untuk memurukkan citra Indonesia dan mendiskreditkan Pemerintah. Buktinya, para turis, investor, orang yang akan bertandang ke Indonesia mulai berhitung. Bahkan rencana MU untuk laga tanding di Indonesia, langsung dibatalkan.

Oleh sebab itu sekali lagi, janganlah kita menjadi provokator umat ini. Marilah kita saling mengingatkan tawashau bil haq tawashau bishshobr, untuk tidak terprovokasi. Bila ada berita-berita yang tidak jelas, seyogyanya kita mencek dan ricek kebenarannya. Terkait validitas informasi, sahabat saja ada yang sampai disebut sebagai fasiq oleh Allah SWT. ketika tidak memperhatikan kebenaran berita. Wallahua’lam bishawwab.


Oleh: Ir. Tifatul Sembiring, Presiden PKS