jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu
Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..
Selasa, 09 Juni 2009
Kasus Ruhut Tak Usik Ketenangan PKS
INILAH.COM, Jakarta. Gara-gara dianggap 'tak terkendali', Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Ahmad Mubarok dan Ketua DPP Ruhut Sitompul dipecat dari Tim Kampanye SBY-Boediono. Namun hal ini tak membuat PKS terusik. Pencopotan itu justru dijadikan pelajaran berharga bagi PKS.
"PKS tidak merasa diultimatum atau diperingatkan terkait pencopotan Pak Ruhut dan Pak Mubarok. Selama ini tidak pernah ada ultimatum," ujar Ketua DPP PKS Mahfudz Shiddiq kepada INILAH.COM di Jakarta, Rabu (10/6).
Tindakan tersebut, menurut Mahfudz, untuk lebih menertibkan dan mengarahkan pola komunikasi dalam kampanye. Sehingga, ada keseragaman tindakan dan pemikiran ketika mengusung pasangan SBY-Boediono.
"Jadi bagus-bagus saja. Daripada semua dibiarkan kampanye jadi kontraproduktif. Semua pasangan calon juga melakukan hal yang sama," cetus Ketua FPKS ini.
Pasa tindakan tersebut, ia menghimbau, parpol mitra koalisi harus melakukan konsolidasi di internalnya masing-masing. Sehingga komunikasi antar parpol koalisi terkait tema dan cara kampanye dapat sinkron satu dengan yang lain.
"Itu sebuah tuntuntan dan semuanya berupaya ke situ. Walaupun dalam pertarungan itu kan kadang-kadang merespon pertanyaan dengan cepat. Sehinnga lebih cepat dari koordinasi yang dilakukan," tuturnya. [jib]
Menguak Ambisi Satu Putaran Pilpres
INILAH.COM, Jakarta. Tekad memenangkan pemilu presiden satu putaran sudah tertanam bagi semua tim sukses SBY-Boediono. Alasannya efisiensi dan kepastian politik. Namun praktisi politik melihat ada kecenderungan lain, yaitu faktor BBM dan PHK. Kok bisa?
Argumentasi pemilu presiden hanya terjadi satu putaran akan dapat melakukan efisiensi anggaran serta stabilitas politik, hakikatnya adalah sebuah indoktrinasi secara halus. Karena dengan bahasa lainya, argumentasi tersebut sama saja memaksa publik untuk memilih SBY-Boediono.
Namun ada kemungkinan lain yang melatarbelakangi ambisi melakukan pilpres satu putaran. Hal ini terkait dengan kondisi ekonomi global maupun domestik seiring makin tingginya harga minyak dunia serta makin sulitnya kondisi sektor riil.
Juru Bicara Tim Sukses JK-Wiranto Indra Jaya Piliang menginformasikan, tekad SBY-Boediono memenangkan pilpres satu putaran tak terlepas upaya menjaga citra politik di depan calon pemilih.
Menurut dia, harga BBM bisa jadi bakal naik pada September mendatang menjadi pemicunya. “Skenario pilpres hanya satu putaran, untuk mengantisipasi rencana kenaikan harga minyak pada September 2009, bersamaan dengan jadwal pilpres putaran kedua, ini ditakutkan menurunkan popularitas SBY,” katanya, di Jakarta, kemarin.
Tidak sekadar rencana kenaikan harga BBM, Indra juga menilai, pada September juga sedang marak-maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat krisis finansial di. “Perusahaan juga banyak yang mau mem-PHK para karyawannya,” tegasnya. Bagaimana sebenarnya potensi kenaikan harga BBM dan PHK di sejumlah perusahaan?
Jika menilik harga minyak dunia dalam pekan-pekan ini telah memasuki di kisaran US$ 68-70 per barel, potensi untuk menambah subsidi minyak berpeluang. Menurut pengamat perminyakan Kurtubi, trend penguatan harga minyak dunia berdampak pada dua hal.
Salah satunya, dengan naiknya harga minyak dunia ikut mendorong kenaikan pendapatan dari sektor migas. “Meski akan berdampak pada penambahah subsidi BBM,” cetusnya kepada INILAH.COM belum lama ini.
Kendati demikian, menurut Kurtubi, menguatnya harga minyak dunia ke level US$ 60 per barel dinilai masih aman bagi subsidi BBM. Namun banyak kalangan khawatir kenaikan harga minyak dunia akan mendorong membengkaknya jumlah subsidi di APBN. “Jika harga minyak melampaui US$ 60 per barel mengharuskan adanya penambahan subsidi BBM yang signifikan,” ingatnya.
Ketua Bidang Ekonomi dan Keuangan DPP Partai Demokrat Darwin Zahedy Saleh, membantah keras terkait target satu putaran dikaitkan dengan kenaikan harga minyak. “Saya kira tidak bisa dikaitkan antara Pilpres dengan kenaikan harga minyak,” tegasnya.
Menurut dia, naik tidaknya harga BBM merupakan hasil pembicaraan pemerintah dan DPR. Jika harga minyak dunia naik, lanjutnya, ada pilihan mensubsidi harga BBM atau membuat program pro rakyat seperti pendidikan, kesehatan dan ekonomi pedesaan. “Jadi tidak bisa disandingkan kenaikan minyak dunia dengan pilpres. Ini bukan supaya menang pilpres atau tidak,” tegasnya.
Ambisi menang pilpres satu putaran bagi kubu SBY-Boediono sah-sah saja dalam konteks demokrasi. Kendati demikian, sinyalemen ambisi menang satu putaran hanya lantaran menghindari kenaikan BBM dan PHK, sepertinya cukup naif. [E1]
'Catatan Harkitnas' Hidayat Sangat Tepat!
Menyambut Hari Kebangkitan Nasional tahun ini, Ketua MPR Hidayat Nur Wahid memberi cacatan yang cukup unik. Semangat Harkitnas, kata mantan Presiden PKS itu, akan lebih efektif bila diterapkan dengan mendukung pelaksanaan pemilihan presiden yang jujur dan adil. Mengapa?
Tentu saja catatan Hidayat ini tak hanya ditujukan kepada masyarakat pemilih semata, tetapi juga kepada para pemimpin nasional dan pihak penyelenggara pemilu. Terkesan kuat bahwa Hidayat begitu meyakini bahwa pemimpin yang baik pasti akan membawa rakyatnya bangkit dari keterpurukan.
Karena keterpurukan atau kebangkitan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh faktor kecakapan para pemimpinnya, maka semangat Harkitnas (yang kali ini jatuh berdekatan dengan masa pemilihan presiden) sangat patut diekspresikan juga dengan tekad rakyat untuk memilih pemimpin yang terbaik.
Di sisi lain, Komisi Pemilihan Umum sebagai lembaga penyelenggara pemilu juga diharapkan mampu mempersiapkan pelaksanaan Pilpres 2009 dengan sebaik-baiknya. Kekisruhan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang terjadi pada Pemilu Legislatif 9 April lalu tak boleh terulang lagi, karena nyata-nyata telah merugikan hak politik jutaan rakyat Indonesia.
Sungguh bijak, imbauan Hidayat kepada semua pihak untuk membantu KPU membenahi Daftar Pemilih Sementara (DPS), agar seluruh rakyat tak kehilangan hak politik untuk memilih pemimpin bangsa sekaligus menciptakan pemilu yang berkualitas.
KPU sendiri telah mengeluarkan DPS untuk Pilpres 2009 pertengahan Mei lalu dan masih menangguhkan tanggal pengumuman DPT hingga akhir Mei 2009. Artinya, masih ada kesempatan bagi masyarakat untuk memastikan namanya tercantum dalam daftar tersebut. Masyarakat yang belum tercantum namanya di DPS dipersilakan mendaftarkan diri ke kantor kelurahan setempat.
Saya juga sangat setuju dengan pendapat Hidayat bahwa Harkitnas yang jatuh pada 20 Mei ini perlu selalu disikapi dengan semangat untuk bersama-sama membawa bangsa ini ke arah yang lebih maju lagi. Bravo Hidayat!
Oleh: Ninok Irianto
cubleksuweng@yahoo.com
PKS Tolak Hadiah Cincin Emas
INILAH.COM, Jakarta. Mengakhiri masa bakti periode 2004-2009, DPR berencana memberikan hadiah cincin emas kepada seluruh anggota parlemen. Namun Fraksi PKS menyatakan menolak gagasan itu. Partai dakwah ini mengusulkan hadiah yang harganya lebih murah.
Hal itu diungkapkan Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq, sebelum mengikuti sidang paripurna, di gedung DPR, Selasa (9/6). Informasi mengenai hal itu, menurutnya baru saja diterima dan tidak ada musyawarah yang melibatkan pimpinan fraksi.
“Karena diputuskan oleh BURT (badan urusan rumah tangga) sebagai alat kelengkapan yang membantu pimpinan dewan,” ujarnya.
Mahfudz menilai, pemberian cincin emas itu tidak perlu, karena setiap anggota DPR memang sudah seharusnya menyelesaikan masa tugas dengan baik. “Jangan sampai cenderamata cincin ini mencoreng kembali wajah dan citra anggota DPR,” kata Mahfudz.
FPKS menurutnya sudah menggelar rapat dan pada prinsipnya tidak menyetujui hal itu. Sebab, keputusannya tidak melibatkan fraksi. “Kita minta BURT dan pimpinan DPR mengambil keputusan untuk membatalkan,” akunya.
Hal itu, lanjut Mahfudz, tidak akan sulit dilakukan, karena memang belum terealisasi dan kemungkinan masih dalam proses. “Yang saya dengar itu baru tender. Kan masih bisa dibatalkan,” sergahnya.
Mahfudz juga mengaku tidak tahu jika pada beberapa periode sebelumnya, cenderamata serupa juga diberikan, karena ia baru mulai menjadi anggota DPR pada periode ini. Seandainya pun memang harus ada cenderamata berharga, ia mengusulkan pembuatan plakat dengan harga sekitar Rp 200 ribu.
“Itu kan bisa dipajang, daripada cincin tidak bisa dipajang. Dipakai juga katanya ada lambang DPR-nya. Aneh juga kalau mau dipakai. Jadi bisa dipakai bentuk lain. Jangan cincin,” usulnya.
Cincin yang akan dibagikan ke anggota DPR periode 2004-2009 itu dikabarkan menelan anggaran Rp 5 miliar. Namun, Ketua DPR Agung Laksono membantah dan menyebutnya Rp 2 miliar dan telah berlangsung hampir tiga periode.[nuz]
Survei Kejar SBY-Boed Satu Putaran
INILAH.COM, Jakarta. Lagi-lagi hasil survei menjadi sorotan masyarakat. Tudingan planting information kembali menyeruak jelang Pilpres Juli mendatang. Para analis pun melihat hal ini sebagai upaya mengarahkan Pilpres agar berlangsung satu putaran.
Analis politik melihat, survei yang dilakukan LSI pada 25 hingga 30 Mei 2009 seperti sebuah planting information untuk menjustifikasi elektabilitas pasangan capres-cawapres.
Dalam survei dengan jumlah total responden sekitar 3.000 orang itu, persentase SBY-Boediono sekitar 70%, sedangkan Mega-Prabowo 18%, dan untuk JK-Wiranto 7%. Survei ini memiliki margin error plus minus 1,8 % dengan tingkat kepercayaan 95%.
Sontak saja hasil survei ini mendapat reaksi keras. Dari mulai tudingan bahwa data yang disajikan tidak valid hingga dugaan metodologi survei dan wawancara yang sudah diarahkan sebelumnya. Meski kemudian semua tudingan itu dibantah LSI.
Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli melihat ada kemungkinan terjadi planting information dalam survei-survei yang terjadi di Indonesia. “Planting information sudah dirasakan publik sejak Pilkada Jatim, dan pemilu legislatif . Pada pemilu presiden nanti, diprediksi demikian pula,” papar tokoh dari Blok Perubahan itu.
Planting information memang menjadi kekhawatiran banyak pihak. Planting information intinya menggunakan survei untuk mendorong popularitas dan memenangkan pemilihan.
Pengamat politik UI Nur Iman Subono melihat, kampanye lebih cepat satu putaran dalam survei terbaru LSI, dianggap sebagai tindakan berlebihan. Dalam pilpres ada tiga komponen yang bisa mengubah konstelasi dan peta politik.
Pertama adalah para pemilih yang tidak memutuskan untuk memilih alias golput. Kedua, pemilih pemula yang biasanya bukan kelompok masyarakat yang loyal terhadap kelompok tertentu.
"Ketiga swing voter. Nah, tiga kelompok ini yang tidak bisa dideteksi oleh berbagai lembaga survei. Jadi berbagai kemungkinan masih terus akan terjadi," kata dosen Fisip-UI itu.
Ia berpendapat, jika pilpres berjalan jurdil, bersih dan bermartabat, hampir pasti terjadi dua putaran sebab kubu incumbent (SBY-Boediono) maupun lawan-lawannya (JK-Wiranto dan Mega-Prabowo), kini dalam posisi saling mengimbangi dan saling berkejaran.
Dengan pilpres yang jurdil, bersih dan bermartabat, tak mudah bagi sang incumbent menang satu putaran, kecuali dengan metode planting information yang sempurna.
Direktur Lingkar Studi Madani, Ray Rangkuti menegaskan, pasangan SBY-Boediono memang memiliki keuntungan sebagai incumbent. Tetapi, bekal keuntungan yang sama juga dikantongi kandidat lain seperti JK-Wiranto, sementara Mega-Prabowo kian memperluas jaringan sosialnya.
JK yang nota bene Wakil Presiden juga maju sebagai capres menggandeng Wiranto. Persaingan akan berlangsung sengit. Ray pun mengingatkan deklarasi pasangan Mega-Prabowo jangan dianggap remeh. "Pasca 1999, lautan manusia di Bantar Gebang, luar biasa," ujar aktivis anti utang ini.
Tim Sukses SBY-Boediono mengklaim, berdasarkan perhitungan awal, pasangan tersebut telah mengantungi 61,6 juta suara, yang berasal dari akumulasi suara 24 parpol anggota koalisi.
Partai Demokrat sebagai pemimpin koalisi menargetkan SBY-Boediono dapat meraup 58% suara dari total 176 juta daftar pemilih tetap (DPT), atau sekitar 102 juta suara. Dengan demikian, koalisi itu masih harus merebut sekitar 40 juta suara. Tapi klaim itu digugat banyak pihak sebab cara menghitungnya terlalu simplistis.
Dalam hal ini, Kepala Divisi Penelitian pada Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Fajar Nursahid mengakui, politik BLT, KUR, BOS, dan program populis SBY mendongkrak suara incumbent yang kembali maju ke pilpres, namun tak mutlak. "Yang penting, jangan ada kecurangan," katanya.
Para pengamat meyakini pilpres berjalan dua putaran, dimana angka golput tetap tinggi, meski sudah berkurang dibandingkan dengan pemilu legislatif lalu. Angka golput, baik yang pasif maupun aktif, juga golput yang ‘terpaksa’ karena tak bisa mencontreng lantaran tak masuk DPT, jelas berdampak pada perolehan suara para capres. [E1]
PKS: Jangan Tunggu TNI Kehabisan Alutista
Peningkatan APBN untuk Alutista
Idealnya besarnya anggaran untuk TNI dua kali lipat anggaran untuk Polri.
VIVAnews. Ketua Fraksi Keadilan Sejahtera DPR, Mahfudz Siddiq, meminta Parlemen menyepakati peningkatan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2010-2014 untuk pembaruan alat utama sistem senjata Tentara Nasional Indonesia.
“Jangan menunggu TNI kehabisan alutista akibat kecelakaan yang terus menerus,” kata Mahfudz, Rabu 10 Juni 2009.
Menurut dia, idealnya besarnya anggaran untuk TNI dua kali lipat dari anggaran untuk Kepolisian Republik Indonesia. Jika memungkinkan, Mahfudz mengusulkan kenaikan anggaran alutisa mulai dapat dilakukan pada proses APBN 2009.
Mahfudz mengatakan kekuatan dan kesiapan kemampuan tempur TNI berkaitan erat dengan kedaulatan dan harga diri bangsa Indonesia di mata dunia.
Pernyataan yang dikemukakan Mahfudz menyusul memanasnya hubungan otoritas Indonesia dengan Malaysia terkait sengketa perairan kaya sumber daya alam, Ambalat.
Istilah Yang Perlu Anda Tahu
Banyak singkatan,nama, dan istilah teknis dalam Pemilu. Sebaiknya Anda baca kamus ini.
A
AD/ART Partai Politik: Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga partai politik, suatu pedoman organisasi yang memuat tujuan, asas, ideologi dan aturan partai secara lengkap. Disebut juga sebagai konstitusi partai.
Adagium Politik: Ungkapan atau pepatah yang terdapat dalam dunia politik. Misalnya suatu ungkapan, "Tiada kawan atau lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi,” atau “Politik merupakan siapa mendapat apa.”
Affirmative Action: Biasa dikaitkan dengan aturan Undang-undang Pemilu yang menetapkan sekurang-kurangnya 30 persen pengurus dewan pimpinan pusat partai adalah perempuan dan sekurang-kurangnya 30 persen calon legislator adalah perempuan di dalam Daftar Calon Tetap.
Apatis: Sikap tidak peduli dengan keadaan
Audit Dana Kampanye: Laporan dana kampanye peserta Pemilu yang meliputi penerimaan dan pengeluaran disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari/tanggal pemungutan suara. Kantor akuntan publik menyampaikan hasil audit kepada KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya laporan.
B
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah badan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan, badan ini disebut Panitia Pengawas Pemilu.
Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) yaitu harga sebuah kursi di satu daerah pemilihan yang berasal dari jumlah pemilih dibagi jumlah kursi.
BPP DPRD: Bilangan Pembagi Pemilihan bagi kursi DPRD adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi partai politik peserta pemilu dan terpilihnya anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
BPP DPR: Bilangan Pembagi Pemilihan bagi kursi DPR adalah bilangan yang diperoleh dari pembagian jumlah suara sah seluruh partai politik peserta pemilu yang memenuhi ambang batas perolehan suara 2,5 persen dari suara sah secara nasional di satu daerah pemilihan dengan jumlah kursi di suatu daerah pemilihan untuk menentukan jumlah perolehan kursi partai politik peserta pemilu.
C
Calon Legislator (Caleg) ialah orang-orang yang berdasarkan pertimbangan, aspirasi, kemampuan atau adanya dukungan masyarakat, dan dinyatakan telah memenuhi syarat oleh peraturan diajukan partai untuk menjadi anggota legislatif (DPR) dengan mengikuti pemilihan umum yang sebelumnya ditetapkan KPU sebagai caleg tetap.
Calon Independen/Calon Perseorangan adalah seorang yang mencalonkan diri untuk menduduki jabatan politik tanpa ada dukungan partai politik. Calon independen dikenal dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Calon Presiden/ Wakil Presiden: orang-orang yang memenuhi syarat sebagai calon presiden dan namanya terdaftar di Komisi Pemilihan Umum sebagai peserta Pemilihan Presiden.
Coblos: Metode penandaan dengan melubangi surat suara pada Pemilu yang digunakan sejak Pemilu 1955 sampai Pemilu 2004.
Contreng/Centang: Metode penandaan pada surat suara dengan menggunakan tanda V. Penggunaan tanda ini dimulai pada Pemilu 2009 ini berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum.
D
Daerah Pemilihan (Dapil): batas wilayah atau jumlah penduduk yang menjadi dasar penentuan jumlah kursi yang diperebutkan, dan karena itu menjadi dasar penentuan jumlah suara untuk menentukan calon terpilih.
Daftar Calon Sementara (DCS): Daftar orang-orang yang bisa menjadi calon anggota DPR dan DPD namun masih dimungkinkan pergantiannya.
Daftar Calon Tetap (DCT): Daftar orang-orang yang menjadi calon anggota DPR dan DPD dan tak bisa dicabut lagi pencalonannya.
Daftar Pemilih Sementara: Biasanya disingkat dengan DPS, ini adalah nama-nama warga yang bisa ikut pemilu. Tapi data-data di dalam DPS ini masih bakalan diperbaharui dan akan dibuat Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kenapa harus dicek ulang, karena bisa saja dalam DPS ini ada warga yang telah wafat, pindah rumah atau masih dibawah umur tapi masuk jadi daftar pemilih.
Daftar Pemilih Tetap: lihat Daftar Pemilih Sementara
Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu atau DP4 adalah data penduduk yang digunakan sebagai basis Daftar Pemilih Sementara.
DPD atau Dewan Perwakilan Daerah: lembaga yang dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. DPD juga melakukan pengawasan terhadap pemerintah berkaitan dengan beberapa isu itu. Anggota DPD dipilih melalui pemilu, setiap provinsi diwakili 4 orang.
DPR atau Dewan Perwakilan Rakyat: lembaga yang anggotanya dipilih oleh rakyat dalam Pemilu, memiliki fungsi legislasi (membuat undang-undang), penyusunan anggaran dan pengawasan kerja pemerintah.
DPRD atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ada di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten atau kota; lembaga legislatif yang mewakili rakyat di tingkat provinsi atau kabupaten/kota dalam mengawasi pemerintah daerah dalam menjalankan tugas.
E
Electoral Threshold: Ambang batas untuk partai politik agar mengikuti Pemilu berikutnya.
Etika Politik: Tata aturan atau kaidah yang harus diperhatikan dalam berpolitik. Misalnya, sebuah partai politik ketika sedang kampanye tidak boleh menjelek-jelekkan partai politik atau tokoh lain.
Etnopolitik: Ilmu yang mempelajari asal-usul politik dalam suatu masyarakat.
Euforia Politik: Perasaan gembira luar biasa atau sebuah keadaan politik yang begitu gegap-gempita karena adanya kebebasan. Biasanya perasaan atau suasana ini terjadi setelah kebijakan politik sangat represif berakhir. Pada saat euforia inilah banyak partai politik didirikan masyarakat bak cendawan di musim hujan, seperti terjadi di Indonesia pascajatuhnya Presiden Soeharto.
F
Faksi: Kelompok dalam partai politik
Formulir Model A: Digunakan untuk data pemilih
Formulir Model A1: Digunakan Pemilihan Sementara
Formulir Model A1: Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan Awal
Formulir Model A2.2: Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan Akhir
Formulir Model A3: Daftar Pemilih Tetap
Formulir Model A4: Daftar Pemilih Tambahan
Formulir Model A5: Surat Pemberitahuan Daftar Pemilih Tambahan
Formulir Model A6: Rekap DPT Kabupaten/Kota
Formulir Model A7: Rekap Daftar Pemilih Tetap Provinsi
G
Gabungan Partai Politik: Istilah ini merujuk pada cara pengajuan calon presiden yang bisa dilakukan satu partai politik atau gabungan partai politik.
Golongan Putih (Golput), sebutan untuk kelompok masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya secara sengaja dan penuh kesadaran karena tidak percaya dengan sistem politik yang ada.
I
Iklan Kampanye Pemilu: Iklan dilakukan oleh peserta Pemilu pada media massa cetak dan/atau lembaga penyiaran dalam bentuk iklan komersial dan/atau iklan layanan masyarakat.
Incumbent: Orang yang sedang memegang jabatan (bupati, walikota, gubernur, presiden) yang ikut pemilihan agar dipilih kembali pada jabatan itu.
K
Kampanye: Kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu. Metode kampanye seperti pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, media massa cetak dan media massa elektronik, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga di tempat umum dan rapat umum.
Kampanye Hitam (Black Campaign): Kampanye untuk menjatuhkan lawan politik melalui isu-isu yang tidak berdasar. Metode yang digunakan biasanya desas-desus dari mulut ke mulut dan sekarang ini telah memanfaatkan kecanggihan teknologi, multimedia dan media massa.
Kampanye Negatif: Kampanye menyerang lawan politik dengan menggunakan fakta atau kebijakan si lawan.
Kendaraan Politik: Sebuah wadah atau organisasi yang dapat menghntarkan seseorang untuk menduduki jabatan politik. Partai politik sering digunakan sebagai kendaraan politik.
Koalisi Partai: Kombinasi dari sejumlah kekuatan partai politik untuk membentuk suara mayoritas sehingga dapat memperjuangkan tujuan secara bersama-sama.
Kuota Perempuan: lihat Affirmative Action
KPPS atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara: Panitia pemilihan di Tempat Pemungutan Suara.
KPPSLN atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri
KPU atau Komisi Pemilihan Umum: Lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
L
Laporan Dana Kampanye: Laporan penerimaan dan pengeluaran suatu partai politik peserta pemilu yang disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU paling lama 15 hari sesudah hari/tanggal pemungutan suara.
M
Masa Tenang: Rentang waktu ketika peserta pemilu dilarang melakukan kampanye. Media massa juga dilarang menyiarkan kampanye dalam bentuk apapun yang menguntungkan atau merugikan pihak tertentu.
N
Nomor Urut: Sistem penentuan calon terpilih berdasarkan nomor urut di Daftar Calon Tetap. Ketentuan ini telah dihapuskan Mahkamah Konstitusi.
P
Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) terdapat di provinsi dan kabupaten/kota dan kecamatan, adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu di wilayah provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan.
Parliamentary Threshold: Ambang batas partai politik memperoleh kursi di DPR yakni 2,5 persen jumlah kursi. Untuk Pemilu 2009 ini, jumlah kursi DPR yang disediakan adalah 560.
Partai Oposisi: Partai yang menyatakan berseberangan dengan partai yang sedang berkuasa.
Partai Politik: Organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus
Partai Politik Peserta Pemilu: Partai politik yang mengikuti pemilu anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota dan perseorangan untuk pemilu anggota DPD.
Pemilu atau Pemilihan Umum: Suatu proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu, seperti presiden, anggota DPR dan DPD (parlemen), gubernur, bupati/walikota dan kepala desa.
Pemilu Paruh Waktu: Pemilu di Amerika Serikat untuk memilih anggota-anggota kongres, parlemen negara bagian, dan beberapa gubernur, tetapi bukan untuk memilih presiden.
Pemilu Sela: Pemilihan umum khusus yang diadakan untuk mengisi sebuah jabatan politik yang kosong di antara masa pemilihan umum. Hal ini biasanya terjadi apabila si pemegang jabatan meninggal dunia atau mengundurkan diri, atau bila ia tidak berhak lagi untuk tetap duduk di jabatannya karena ditarik (recall) oleh partainya atau karena menghadapi tuntutan hukum yang serius. Sistem ini biasa dilakukan di negara yang menganut sistem parlementer. Indonesia tidak menganut sistem ini, sehingga pergantian dilakukan melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).
Pemutakhiran Data Pemilih: Pendataan pemilih dengan menggunakan data pemilih terakhir yang ada di setiap KPU daerah. Hasil pemutakhiran data pemilih digunakan sebagai bahan penyusunan daftar pemilih sementara.
Pendidikan Pemilu: Bertujuan mengembangkan kepercayaan dan pengertian atas proses pemilu. Hal ini mencakup penyampaian informasi kepada pemilih pada umumnya tentang hal-hal yang berkaitan dengan pemilu seperti UU Politik, UU Pemilu, UU Pemilihan Presiden, mekanisme pemilihan, dan bagaimana proses pemberian suara pada hari pemilu itu. Tujuan kedua ialah untuk memotivasi kelompok-kelompok tertentu-perempuan, pemilih pertama kali, orang miskin di perdesaan dan tempat terpencil-untuk mengambil bagian dalam pemilu dengan memberikan penyuluhan tentang pentingnya suara individual.
Pengawas Pemilu Lapangan: Petugas yang dibentuk oleh Panwaslu kecamatan untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu di desa/kelurahan.
Pengawas Pemilu Luar Negeri: Petugas yang dibentuk oleh Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu di luar negeri.
Peserta Pemilu adalah partai politik peserta Pemilu dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah yakni pemilihan calon kepala daerah provinsi atau kabupaten/kota.
PPK atau Panitia Pemilihan Kecamatan: Panitia Pemilihan di tingkat kelurahan.
PPLN atau Panitia Pemilihan Luar Negeri: Panitia yang bertanggung jawab menyelenggarakan Pemilu di sebuah negara asing.
PPS atau Penyelenggara Pemungutan Suara: Panitia Pemilihan di tingkat kelurahan.
PPDP atau Petugas Pemutakhiran Data Pemilih
PPDPLN atau Petugas Pemutakhiran Data Pemilih Luar Negeri.
Presidential Threshold: Sebuah istilah tak resmi untuk syarat mengajukan calon presiden dalam Pemilihan Presiden. Syaratnya adalah partai atau gabungan partai memiliki 25 persen kursi atau 20 persen suara sah Pemilu untuk mencalonkan presiden.
Putusan Sela Pemilu: Putusan sementara Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan sengketa Pemilu. Putusan ini berlaku untuk masa tertentu dan harus diakhiri dengan sebuah putusan final dan mengikat.
R
Referendum atau Jajak Pendapat: Pemungutan suara untuk mengambil sebuah keputusan (politik). Pada sebuah referendum, biasanya orang-orang yang memiliki hak pilih dimintai pendapatnya. Hasil refendum bisa dianggap mengikat atau tidak mengikat. Jika mengikat, maka para anggota kaum eksekutif wajib menjalankan hasil jajak pendapat tersebut. Di beberapa negara tertentu seperti Belanda, referendum tidak mengikat.
Rekapitulasi Suara: Penggabungan hasil pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara. Rekapitulasi tingkat pertama dilakukan di Panitia Pemilihan Kecamatan, lalu naik berjenjang sampai ke Komisi Pemilihan Umum.
S
Sengketa Hasil Pemilu: Sengketa terhadap keputusan komisi pemilihan umum atau komisi pemilihan umum di tingkat daerah menyangkut hasil pemilu. Mulai Pemilu 2009, sengketa Pemilu diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Sistem bikameral: Wujud institusional dari lembaga perwakilan atau parlemen sebuah negara yang terdiri atas dua kamar (majelis).
Sistem proporsional: Sesuainya proporsi jumlah wakil dalam lembaga legislatif dengan jumlah pendukung nyata tiap partai.
Sistem Distrik: Wakil rakyat dipilih berdasarkan suara terbanyak di suatu daerah pemilihan.
Sistem Nomor Urut: lihat Nomor Urut.
Sistem Proporsional: Sesuainya proporsi jumlah wakil dalam lembaga legislatif dengan jumlah pendukung nyata tiap partai
Sistem Suara Terbanyak: Wakil rakyat ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.
Sistem Zipper: Aturan setiap satu dari tiga calon dalam Daftar Calon Tetap adalah perempuan.
Surat Suara: Lembar kertas yang digunakan bagi pemilih untuk memberikan hak suara
T
TPS atau Tempat Pemungutan Suara: Tempat pemilih mencoblos pada saat pemilu. Jumlahnya bisa ribuan di seluruh Indonesia. Di TPS biasanya didirikan tenda ada bangku-bangku, kotak suara, petugas pemungutan suara dan saksi-saksi dari partai politik.
U
Unikameral: Sistem perlemen yang hanya terdiri dari satu kamar/satu kesatuan. Indonesia menganut sistem bikameral.
V
Verifikasi Partai Politik: Suatu proses tahap akhir penyeleksian yang dilakukan oleh komisi pemilihan umum terhadap semua calon peserta pemilu sebelum ditetapkan menjadi peserta pemilu.
Voting: Proses pengambilan keputusan melalui pemungutan suara dan pemenangnya ditentukan dengan suara terbanyak.
Pilpres Jadi Pembuktian Besar Demokrasi RI
VIVAnews. Amerika Serikat (AS) memuji pertumbuhan dan dinamisme demokrasi di Indonesia. Bagi AS, pemilihan umum presiden (Pilpres) Juli mendatang akan menjadi pembuktian yang besar atas komitmen Indonesia dalam menjalankan demokrasi.
Demikian ungkap Menteri Luar Negeri (Menlu) AS, Hillary Clinton, dalam konfrensi pers bersama dengan Menlu Indonesia, Hassan Wirajuda, di Washington DC, Senin sore 8 Juni 2009 waktu setempat (Selasa dini hari WIB).
Saat itu, Clinton ditanya wartawan atas harapan AS bagi pilpres di Indonesia bulan depan dan apakah akan membawa perubahan bagi hubungan bilateral. Awalnya, istri mantan Presiden Bill Clinton itu menyatakan pemilu mendatang merupakan urusan internal Indonesia.
Namun, "Kami memuji pertumbuhan dan dinamisme demokrasi di Indonesia yang terus berlanjut," kata Clinton dalam konfrensi pers yang dimuat di laman Departemen Luar Negeri AS.
Seperti yang pernah diutarakan saat berkunjung ke Jakarta Februari lalu, dia menilai bahwa perkembangan Indonesia menunjukkan fakta bahwa Islam dan demokrasi bukan dua faktor yang bertentangan.
Clinton juga memuji inisiatif Indonesia yang menggelar pertemuan tahunan "Forum Demokrasi Bali" yang dimulai sejak 2008. "Menurut kami, [forum] itu merupakan cara bagi negara-negara lain yang baru memulai transisi menuju demokrasi," kata Clinton. "Dan pemilihan presiden bulan depan menjadi pembuktian yang besar bagi komitmen rakyat Indonesia atas demokrasi," lanjut Clinton.
Selama pertemuan, Clinton dan Wirajuda juga membahas perkembangan atas isu-isu lain, seperti kerja sama di bidang pendidikan, proses integrasi dan kerjasama ASEAN, non-proliferasi senjata penghancur massal, dan pengadilan tokoh pro-demokrasi Aung San Suu Kyi di Myanmar.
email: renne.editor@vivanews.com
Mega, SBY dan JK Bertemu Malam Ini
VIVAnews. Komisi Pemilihan Umum menggelar Deklarasi Pemilihan Presiden Damai malam ini di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden direncanakan hadir di Ruang Birawa hotel yang terletak di Pancoran itu.
Acara dijadwalkan berlangsung mulai pukul 19.00-21.00, Rabu 10 Juni 2009. Selain KPU dan pasangan calon presiden dan wakil presiden, hadir pula sejumlah tamu undangan antara lain Badan Pengawas Pemilu, lembaga pemerintah, Organisasi Pemantau, dan organisasi pemuda.
Acara akan diisi kesenian tradisional, orasi politik dan penandatanganan deklarasi pemilu damai. Ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden tersebut akan membubuhkan tanda tangan mereka pada sebuah prasasti yang berisikan ikrar sesuai dengan tema yaitu “Pemilu Dalam Persaudaraan.”
Deklarasi Pemilu Damai ini sebagai penanda dimulainya kampanye rapat umum mulai besok, 11 Juni 2009 sampai 4 Juli 2009. KPU, seperti dilansir dalam situsnya, www.kpu.go.id, mengharapkan semua kontestan berkomitmen menyelenggarakan Pemilihan yang aman dan damai di segala tingkatan.
Ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden berkomitmen hadir dalam acara malam ini. Incumbent Susilo Bambang Yudhoyono yang pagi berada di Surabaya untuk meresmikan Jembatan Surabaya-Madura akan tiba di Jakarta sebelum malam menjelang. Sementara pasangan calon lainnya berada di Jakarta saja hari ini.
Sumber: arfi.bambani@vivanews.com
PKS Optimalkan Mesin Partai Menangkan SBY-Boediono
Depok, (tvOne). Presiden PKS, Tifatul Sembiring meminta kepada partai pendukung capres dan cawapres, Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono, untuk mengoptimalkan mesin partai guna mensukseskan terpilihnya SBY-Boediono dalam satu putaran.
"PKS terus mengoptimalkan mesin partai diseluruh daerah," kata Tifatul dalam acara penggalangan konsolidasi pemenangan SBY-Boediono, di Wisma Makara, UI, Depok, Selasa malam.
Ia mengharapkan partai pendukung SBY-Boediono, seperti PAN, PPP, PKB dan lainnya untuk mengoptimalkan mesin partai untuk bergerak, sehingga pilpres tidak dilakukan dalam dua putaran.
"Kalau semua mesin partai bergerak saya yakin pilpres bisa dalam satu putaran," jelasnya.
Sementara itu, menanggapi, hasil survei terbaru yang dilakukan Lembaga Survei Nasional (LSN) menunjukkan tingkat keterpilihan (elektabilitas) pasangan capres/cawapres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono cenderung mengalami penurunan, Tifatul mengatakan tidak mengkhawatirkan hasil survei tersebut.
"Kita akan terus bekerja dan bergerak mengkonsolidasikan semua kader dan simpatisan partai untuk segera bergerak menjalankan mesin partai."
"Tidak perlu dirisaukan hasil survei tersebut, yang penting pada akhirnya seperti apa," kata Tifatul.
Berdasarkan survei LSN yang dilakukan pada 15-20 Mei lalu, elektabilitas SBY-Boediono sebesar 67,1 persen, sedangkan pada survei terbaru LSN yang dilakukan pada 1-5 Juni dukungan terhadap SBY-Boediono turun menjadi 62,5 persen.
Sedangkan pasangan Megawati-Prabowo yang sebelumnya dipilih oleh 11,8 persen responden pada survei 15-20 Mei, naik menjadi 14,2 persen pada survei yang dilakukan 1-5 Juni. Sementara pasangan Jusuf Kalla-Wiranto yang sebelumnya 6,4 persen, naik menjadi 11 persen.
TERUSKAN PERJUANGAN, KEMULIAAN ATAU SYAHID
Kemuliaan atau syahid, sebuah kata indah yang biasa kita ucapkan. idiom yang sangat indah namun memerlukan keimanan dan azam yang kuat untuk merealisasikannya.
Akh Martono almarhum mengajarkan kita akan bagaimana merealisasikan idiom yang telah lama jadi pegangan kader PKS dalam beramal.
Beliau adalah kader DPRa Ngasem Kecamatan Colomadu Karanganyar. Belum lama memang bergabung dalam barisan dakwah ini, namun kesungguhan dan kerja kerasnya telah terlihat selama beliau berkiprah. Kader yang "entengan" itulah sebutan yang biasa teman-teman berikan pada beliau.
Demikian pula ketika siang itu kader mengambil kesepakatan untuk memasang atribut berupa bendera besar di sepanjang jalan Boyolali-Solo. Beliau tampil didepan, pada pohon yang keempat teriakan takbir terdengar berkali-kali dari mulai memanjat sampai diatas pohon. ketika tiang panjang bendera itu telah dinaikanya teriakan takbir itu terdengar kembali sebagai pesan terakhir dari beliau bahwa "PANJI DAKWAH HARUS TERUS BERKIBAR, MESKIPUN HARUS DIBAYAR MAHAL KADER-NYA"
Jazakalloh akh Martono, engkau telah menajamkan arti perjuangan dan keikhlasan bagi kami. kami berjanji tidak akan menyia-nyiakan apa yang engkau ajarkan. Engkau telah memberikan sesuatu yang termahal dalam hidupmu, kini saatnya kami memberikan apa yang kami punya untuk dakwah ini.
Tunggu kami di Syurga-Nya. Yaa Ayatunnafsul Mutmainnah irji'i ila robbika rodhiyatan mardhiyah, fadhuli fi 'ibadi fadhuli jannati.
Sumber: pks-jateng.or.id
TSIQOH
Hal yang esensial dalam menegakkan pilar kekokohan jamaah adalah Ats-tsiqotu atau percaya sepenuh hati. Namun dalam praktek berjamaah tidak semudah yang diceramahkan. Buktinya adalah dalam mencapai kemenangan da’wah justeru kendala utamanya adalah tergerusnya tsiqoh dalam diri unsur jamaah itu sendiri. Dan sebagaimana kita ketahui bahwa PKS mendeklarasikan diri sebagai partai da’wah, berarti logika berjamaah harus selalu menjadi parameter yang dijunjung tinggi dalam setiap langkahnya.
Dalam perjalanan da’wah ini, diantara kita sudah mulai ada yang menggugat kebijakan jamaah secara nasional, wilayah bahkan daerah. Sudah ada yang mulai memproklamirkan diri keluar dari PKS dan membentuk komunitas PKS- watch. Kebijakan partai sudah mulai dicurigai hanya berorientasi jangka dekat, pragmatis. “Ngaji YES, partai NO” , “Jamaah YES, PKS NO”. Begitulah kira-kira yel-yel atau motto yang dihembuskan virus dalam realitas berjamaah ini.
Ala kulli hal, namun semua masih sepakat bahwa kita mesti berda’wah dan kita harus berjamaah. Hanya, riak gelombang penyakit ketidak-tsiqoh-an di tataran nyata dalam kehidupan berjamaah ini harus diwaspadai. Karena kita memang benar-benar sedang praktek berjamaah bukan sekedar berwacana, berteori, mengkhayal apalagi bermimpi.
Padahal kitapun sadar bahwa mekanisme kejamaahan sudah dibangun sejak tahun 1980-an. Sebelum da’wah menemui ujudnya dalam bentuk lembaga partai. Dua puluh tahun tentu usia yang cukup mapan dalam penataan sebuah organisasi. Betapa naif bila lantas kita tiba-tiba berbelok menjadi sangat duniawi, pragmatis bahkan matre. Na’udzubillahi mindzalik.
Tata urutan pengambilan keputusan, meskipun tidak seluruhnya tertulis, sudah sangat kuat. Mungkin kekurangan dalam formalisasi administratif dokumentasi sedang berproses. Namun secara substansial model syuro kita sudah sangat kokoh. Dari Ahlul halli wal ‘aqdi hingga jundi. Dari atas sampai ke bawah. Dari normatif filosofis menuju eksekusi praktis, sangat jelas. Survei manapun telah menunjukkan hingga kini kekuatan kita adalah pada kekokohan dan soliditas internal atas kebijakan yang diambil. Kita tidak atau belum mengenal istilah disersi.
Descenting opinion hanya ada dalam dinamika musyawarah kita dan tidak sampai dibawa pada tataran operasional kerja da’wah. Di lapangan kita masih tauhidul ‘amal. Barangkali lebih pas disebut hanya dalam rangka menegakkan tawashau bilhaq, tawashau bissobri, tawasahau bilmarhamah. Saling mengingatkan dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang. Juga ajang untuk mengekspreikan semboyan qullihaqqo walau kana murron, katakan yang benar meskipun pahit. Alhamdulillah.
Bahkan di era domokratisasi ini, anggota jamaah bisa lebih tenang (aqna’). Lantaran hampir semua keputusan melibatkan semua unsur, meski dengan teknik perwakilan. Apakah itu di Majelis Syuro dan Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP) di tingkat Pusat, DPTW di tingkat Wilayah maupun DPTD di tingkat Daerah. Belum lagi forum-forum yang bersifat ad-hoc (sementara) sesuai kepentingannya, seperti Tim Optimalisasi Musyarokah (TOM) maupun Panitia Penjaringan Tingkat (Panjati) dari Pusat hingga Daerah.
Nah, tentu kita semua berharap bangunan yang sudah dibayar dengan darah dan nyawa Akhunal Fadil Sobari di medan laga, Al-Akh Asy-syahid Mudarrib Syarif di Mukhoyyam Tarbawiy. Pengorbanan para awwalun kala itu memang tidak selayaknya begitu saja dirusak oleh generasi sekarang dengan berkembangnya virus ketidak-tsiqoh-an dengan dalih demokratisasi dan kebebasan berpendapat.
Sehingga tatkala keputusan sudah diambil dengan mekanisme jamaah, maka tidak ada lain sikap yang baik bagi kader kecuali, sam’an wa tho’atan. Maka ketika kamu sudah ber’azam maka berserah dirilah kepada Allah, Faidza ‘azamta fatawakkal ‘alallah.
Tentu tidak semua keputusan syuro jamaah selalu bisa memenuhi keinginan dan pendapat kita. Apalagi tidak semua forum kita punya hak atau kesempatan untuk turut serta berpartisipasi di dalamnya. Jadi, sikap yang baik agar tetap bisa mempertahankan ke-tsiqoh-an dan komitmen kita kepada jamaah adalah: tabayyun, sabar dan tabligh.
Tabayyun, artinya atas segala informasi negatif yang memojokkan bahkan yang merugikan jamaah, maka kader yang baik tentu terus mencari kejelasan atau klarifikasi dari sumber yang mu’tamad. Agar kita cukup keterangan atas segala hal yang telah diambil kebijakannya dalam jamaah. Dengan demikian kita tidak goyah atas info miring yang diarahkan kepada kita sebagai kader dari jamaah ini. Kader dari partai ini.
Shabar, maknanya terhadap sanjungan maupun cacian dari luar, kita tidak cepat besar diri atau sakit hati. Sehingga tidak cepat lupa diri atas pujian. Dan kitapun tidak cepat bermusuhan gara-gara masyarakat menilai negatif, mencaci dan menghina kita. Innallaha ma’ashshobirin, sungguh Allah selalu bersama orang-orang yang sabar.
Tabligh, maksudnya kader seharusnya menjadi agent atau corong untuk menjelaskan dan menyebarluaskan kebijakan jamaah kepada publik. Sehingga tidak ada lagi syak dan ragu dari elemen masyarakat manapun untuk kemudian mendukung dan berafiliasi kepada keputusan kita. Lantaran tidak ada informasi tentang kebijakan jamaah (partai) ini yang menjadi bias.
Nampaknya bila tiga resep untuk menjaga ke-tsiqoh-an kepada jamaah ini kita pegang, insya Allah tidak ada kata lain kecuali kita benar-benar sedang menegakkan pilar utama dalam berjamaah. Dan berarti kita sedang meraup kemenangan da’wah. Dan partai atau PKS inilah lapangan riilnya dalam menabung cicilan kemenangan da’wah itu.
Mari kita terapkan konsep di atas dalam Pilkada, Pilgub, bahkan Pilpres nanti. Apalagi sekarang kita sedang proses menjaring calon anggota legislatif untuk Pileg. Tentu kaidah kejamahan tetap kita junjung tinggi agar kita tetap berkah. Sebab ini semua adalah usaha agar kemenangan yang sesungguhnya di tangan Allah bisa cepat diberikan kepada kita. Wallahu a’lam.
Oleh: Drs. A. Fikri Faqih, MM. (Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah PKS Jateng)
Sumber: http://pks-jateng.or.id/new/index.php?option=com_content&task=view&id=102&Itemid=32
Ruh Baru
KARAKTERISTIK dakwah yang panjang membawa risiko yang rentan bagi sebagian kader. Ada rasa jenuh yang secara tabiat tak terelakkan. Apalagi tatkala dakwah sudah memasuki wilayah politik. Citra generalnya saja sudah negatif. Sehingga semua pihak tak peduli siapa pelakunya atau komunitas mana yang terjun. Semua dipukul rata: jelek.
Itulah yang mengakibatkan sebagian kader jengah ketika melihat penampilan dakwah ini dalam akrobat politik. Khususnya di negeri kita tercinta ini, yang karena euforia reformasi tampilan politik kita adalah demokrasi kebablasan semua serba pilihan langsung. Presiden pilihan langsung, gubernur, pilihan langsung, bupati/walikota pilihan langsung, kepala desa pilihan langsung. Bahkan sampai RT-RW pun dipilih secara langsung oleh rakyat.
Tidak ada lagi sistem perwakilan. Inilah yang mengakibatkan perhatian, kegiatan, dana dan konsentrasi masyarakat sibuk terus-menerus untuk pilihan langsung ini. Tentu ini berakibat sektor lain nyaris terabaikan atau tak terurus secara proporsional.
Barangkali bila hasilnya berubah menuju perbaikan, tak menjadi masalah. Namun nyatanya dipilih oleh wakil rakyat dahulu sebelum dipilih oleh rakyat langsung seperti sekarang hampir bisa dipastikan hasilnya sama, bila incumbent maju lagi. Yang jadi kepala daerah ya itu-itu juga.
Lantas apa yang berubah? Yang bisa dipastikan berubah adalah anggarannya. Pemilihan bupati dulu cukup Rp2 miliar, tapi sekarang tidak cukup Rp 20 miliar. Dulu pemilihan gubernur cukup Rp 10 miliar, tapi sekarang Rp 600 miliar. Saya barangkali tidak perlu meneruskan ke pemilihan presiden, karena itu amanat konstitusi. Namun pilkada langsung itu benar-benar mutaghoyyirot, ikhtiyarot, opsional. Jadi tampaknya perlu direnungkan untuk direkayasa ulang biar tidak kebablasan.
Harus diakui, bahwa ketidaknyamanan ukhuwah di antara kita pun bermula dari pilpres yang lalu. Sangat terasa dari atas ke bawah. Bahkan hubungan kita terkoyak dengan salah satu ormas Islam besar di Indonesia pun gara-gara momentum itu. Tentu termasuk keretakan hubungan dengan para tokohnya. Sangat dirasakan sampai sekarang.
Ditambah pemahaman dan persepsi yang tidak cepat seragam antar kita dalam menyikapi pilkada. Itupun berdampak hingga sekarang meski cenderung membaik. Belum lagi kecaman publik ketika kita harus menentukan pilihan. Jadi double cover kita mesti kuat.
Kita masuk wilayah rebut-merebut pengaruh. Kita terlibat dalam merayah kue jabatan. Bahkan kita dituduh turut serta dalam politik dagang sapi. Meskipun secara internal, kita punya alasan memberikan kemaslahatan. Namum kapan kita mulai diskusi tentang hal yang subtansial? Tentang pendidikan, ekonomi, budaya, sosial, dan lain-lain. Karena yang ditunggu-tunggu oleh rakyat Indonesia pun itu.
Bukankah kita sepakat bahwa kita harus menang pemilu untuk mereduksi, bahkan menghilangkan hambatan-hambatan dalam merealisasikan semua sektor kehidupan sesuai konsep kita? Yakni konsep yang sesuai dengan dasar keyakinan kita, Islam. Atau dengan bahasa lain kita harus menang lantaran liyudzhirahu ’aladdiini kullih.
Nah karenanya bagi yang tidak berkenan menikmati tontonan akrobat politik di panggung yang terlanjur digelar ini, mulailah membuka produk pemikiran prima dan hasil syuro yang produktif yang sudah tertuang dalam Falsafah Dasar Perjuangan PKS. Atau lebih rinci bila dikunyah obat penentram hati yang tertuang dalam Platform Pembangunan PKS. Dua produk itulah yang oleh kader senior di Jawa Tengah disebut ”Inilah Ruh Baru”, inilah yang sekarang kita butuhkan. Wallahu a’lam.
Oleh: Drs. Abdul Fikri Faqih, MM. (Ketua MPW PKS Jateng)
Sumber: http://pks-jateng.or.id/new/index.php?option=com_content&task=view&id=93&Itemid=33
Fokuskan Dakwah, Percepat Kemenangan
Alkisah, ada seorang bernama Abu Nawas. Ia dikenal cerdas, bersahaja dan ahli hikmah. Suatu pagi yang cerah, Abu Nawas terlihat berputar-putar mengelilingi rumahnya. Ia berjalan, berhati-hati seraya membungkukkan badan dan matanya tajam menyorot setiap sudut di depan, belakang dan samping rumahnya. Serius, fokus dan cermat.
Tingkahnya ini membuat para tetangga bertanya-tanya, apa gerangan yang Abu Nawas cari? Setelah sekian lama diperhatikan, rasa penasaran para tetangga pun memuncak. Dengan nada heran mereka bertanya, ”Hai Abu Nawas, apa yang sedang kau cari? Sepanjang hari kami melihatmu berputar-putar mengelilingi rumah. Benda apa yang hilang ?”.
”Aku sedang mencari sepasang tongkatku,” jawab Abu Nawas. ”Bukankah tongkatmu biasa disimpan di dalam rumah, kenapa mencari di luar rumah?” tanya sang tetangga keheranan. ”Di dalam rumah gelap, sedangkan di luar rumah terang. Jadi aku mencarinya di sini,” jawab Abu Nawas santai.
Ayyuhal ikhwah, aktivitas dakwah memang membutuhkan kerja yang serius, fokus dan lurus. Serius artinya penuh dengan kesungguhan (jiddiyatul ’amal). Fokus artinya terarah pada sasaran dan tujuan (ahdaf). Lurus artinya mengikuti garis strategi yang dicanangkan dan tahapan-tahapannya (istiqomatul manhaj).
Lalu apa relevansinya kisah ini dengan kerja-kerja dakwah? Apa yang dilakukan oleh Abu Nawas adalah otokritik bagi aktivis dakwah. Karena seringkali kerja dakwah dilakukan di tempat-tempat yang ”terang”. Sementara sasaran dakwah berada dan berkumpul di tempat-tempat yang ”gelap”. Mereka tinggal dan berada di ruang-ruang publik yang jauh dari nuansa ”agamis”. Seperti pasar, birokrasi, perusahaan, organisasi sosial, perkumpulan, kelompok hobi, profesional, pabrik, sawah, kebun, bahkan warung kopi. Pekerjaan yang dilakukan pun jauh dari nuansa ”ukhrowi”. Tapi di situlah mereka berada.
Apabila dakwah masih terus dilakukan di ruang-ruang publik yang ”agamis” atau ”elitis”, maka dakwah pun akan berjalan lama untuk mencapai tujuannya yang mulia. Menentukan fokus dalam dakwah menjadi hal yang penting bagi aktivis dakwah. Ketajaman dalam membidik fokus dakwah, baik akurasinya maupun cara meraihnya adalah sebuah tuntutan yang tidak bisa ditawar lagi. Dakwah yang dilakukan bertahun-tahun seharusnya mampu melahirkan figur-figur kader yang titis dalam menentukan fokus.
Setiap masa selalu melahirkan kader-kader dakwah yang memahami kebutuhan dakwah saat itu. Fokus dakwah pun akan berjalan seiring dengan kebutuhan dakwahnya. Oleh karena itu di era pemenangan dakwah ini dibutuhkan jumlah pendukung dakwah yang berlipat ganda. Fokus dakwah pun harus berkembang mengikuti kebutuhan dakwah.[]
Oleh: Arif Awaludin, SH.MHum. (Ketua DPW PKS Jateng)
Sumber: http://pks-jateng.or.id/new/index.php?option=com_content&task=view&id=94&Itemid=33
Mengapa Takut pada PKS?
Jika ada kelompok yang takut atau memusuhi Partai Islam, maka perlu diselidiki apakah mereka memiliki komitmen yang sama untuk membasmi korupsi, kemiskinan dan pengangguran? Membatasi, apalagi mengisolasi Partai Islam, hanya akan menambah panjang persoalan yang berkecamuk di negeri mayoritas Muslim seperti Indonesia.
Sebuah acara talk show di stasiun televisi berlangsung seru pasca Pemilu yang baru berlalu di Indonesia. Para pembicara berasal dari partai-partai besar peraih suara terbanyak: Anas Urbaningrum dari Partai Demokrat yang tampil sebagai pemenang pemilu, Sumarsono (Sekretaris Jenderal Partai Golongan Karya yang sempat shock karena tergeser ke ranking kedua), dan Tjahjo Kumolo (Ketua Fraksi PDI Perjuangan yang menempuh jalan oposisi). Narasumber keempat adalah seorang anak muda, doktor bidang teknik industry lulusan Graduate School of Knowledge Science, Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST), Mohammad Sohibul Iman, dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Usai debat panas, Kumolo mendekati Iman dan berbisik: “Mas, bagaimana sikap teman-teman PKS terhadap PDIP? Posisi Hidayat Nur Wahid cukup berpengaruh di kalangan PDIP, dia menempati ranking kedua untuk mendampingi Ibu Mega.” Perbincangan intim itu tak pernah dilansir media manapun, meski publik mencatat Hidayat pernah diundang khusus dalam acara rapat kerja yang dihadiri pengurus dan kader PDIP se-Indonesia. Dua pekan setelah Pemilu, DPD PDIP Sulawesi Utara, yang berpenduduk mayoritas non-Muslim masih mengusulkan lima calon wakil presiden yang layak mendampingi Mega, yakni Sri Sultan Hamengkubuwono, Prabowo Subianto, Akbar Tanjung, Hidayat Nur Wahid dan Surya Paloh (Republika, 21/4). Itu bukti kedekatan partai nasionalis sekuler dengan Islam, lalu mengapa selepas pemilu yang aman dan lancar, tersebar rumor sistematik bahwa partai Islam radikal (PKS) menjadi ancaman keutuhan nasional Indonesia?
Partai Demokrat dan PKS sekali lagi membuat kejutan. Dalam Pemilu 2004, partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Dewan Pembina itu, hanya menempati urutan kelima dengan perolehan suara 7,5%. Sekarang mereka menempati tempat teratas dengan raihan suara lebih dari 20,6% menurut perhitungan suara sementara. Sementara PKS yang menempati ranking keenam pada Pemilu 2004 dengan suara 7,3% memang tak bertambah secara drastis, diperkirakan hanya meraih 8,2% suara, menurut tabulasi sementara Komisi Pemilihan Umum. Tapi, PKS dengan posisi keempat dalam pentas nasional menjadi Partai Islam terbesar di Indonesia. Inilah yang menjadi sumber kontroversi bagi sebagian pengamat Barat.
Bila kemenangan Partai Demokrat disambut meriah oleh media Barat, sehingga majalah Time berencana untuk memasukkan sosok SBY sebagai satu di antara 100 tokoh berpengaruh di dunia, maka kemunculan PKS dinilai negatif oleh penulis semisal Sadanand Dhume. Dalam Wall Street Journal Asia (15/4), Dhume menyatakan: “The most dramatic example of political Islam’s diminished appeal is the tepid performance of the Prosperous Justice Party (PKS), Indonesia’s version of the Muslim Brotherhood. PKS seeks to order society and the state according to the medieval precepts enshrined in shariah law.” Pandangan serupa diungkapkan Sara Webb dan Sunanda Creagh yang mengutip kekhawatiran pengusaha keturunan Cina, Sofjan Wanandi dan pengamat beraliran Muslim liberal, Muhammad Guntur Romli (Reuters, 26/4).
Wanandi, pengusaha sekaligus pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS), berkata terus terang: “The possibility that SBY will join with PKS makes us nervous. There is a lot of uncertainity around this. We don’t know if we can believe them.” Sedangkan, Romli menegaskan: “PKS have a conservative ideology but are portraying themselves as open and moderate because they are also pragmatic.” Kesangsian Wanandi dan Romli justru menimbulkan pertanyaan, karena mereka mungkin sudah membaca Falsafah Dasar Perjuangan dan Platform Kebijakan Pembangunan yang dikeluarkan PKS setahun sebelum penyelenggaraan pemilu. Buku setebal 650 halaman itu menjelaskan segala langkah yang sudah, sedang dan akan dilakukan PKS untuk mewujudkan masyarakat madani yang maju dan sejahtera di Indonesia. Tak ada sedikitpun disebut ide Negara teokratis atau diskriminasi terhadap kaum minoritas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyediakan waktu khusus untuk menyimak platform PKS setebal 4,5 centimeter itu dan berkomentar, “Isinya cukup komprehensif seperti Garis-garis Besar Haluan Negara atau Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang disusun pemerintah meliputi seluruh aspek kehidupan Negara modern.” Prof. Jimly Ashiddiqie, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, menilai inisiatif PKS merupakan tradisi baru dalam dunia politik agar setiap partai menjelaskan agendanya ke hadapan publik secara transparan dan bertanggung-jawab. Sementara Prof. Azyumardi Azra, mantan Rektor Universitas Islam Negeri, memberikan apresiasi khusus karena PKS berani melakukan obyektivikasi terhadap nilai-nilai Islam dalam konteks masyarakat Indonesia kontemporer. Siapa yang harus kita percaya saat ini, pengusaha dan pengamat yang gelisah karena kepentingan pribadinya mungkin terhambat atau menteri dan pakar yang menginginkan perbaikan dalam kualitas pemerintahan di masa datang?
Kehadiran partai Islam memang kerap memancing perhatian, tak hanya di Indonesia. Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) di Turki yang secara harfiyah menyebut diri berideologi sekuler ternyata masih dicap sebagai kelanjutan dari partai fundamentalis Islam. Gerakan Hamas yang secara patriotik membuktikan diri berjuang sepenuhnya untuk kemerdekaaan nasional Palestina disalahpersepsikan sebagai ancaman perdamaian dunia. Perhatian publik semakin kritis setelah partai Islam berhasil memenangkan pemilu yang demokratis, dan berpeluang menjalankan pemerintahan. Stereotipe buruk kemudian disebarkan untuk menggambarkan partai Islam seperti virus flu yang berbahaya, dengan merujuk pengalaman di Aljazair, Sudan atau Pakistan.
Tapi, semua insinuasi itu tak berlaku di Indonesia karena partai Islam dan organisasi sosial-politik Islam yang lebih luas telah berurat-akar dalam sejarah dan memberi kontribusi kongkrit dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hanya orang bodoh yang tak tahu bahwa: organisasi modern yang pertama lahir di Indonesia adalah Serikat Dagang Islam (1905), partai politik yang pertama berdiri dan bersikap nonkooperasi terhadap penjajah Belanda adalah Syarikat Islam (1911), organisasi pemuda yang mendorong pertemuan lintas etnik dan daerah ialah Jong Islamienten Bond hingga terselenggaranya Sumpah Pemuda (1928), mayoritas perumus konstitusi dan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia (1945) adalah tokoh Islam, dan penyelamat Negara kesatuan Indonesia dari ancaman komunisme (1966) adalah organisasi pemuda dan mahasiswa Muslim nasionalis. Kekuatan Islam juga sangat berperan dalam mengusung gerakan reformasi di tahun 1998, tanpa meremehkan peran kelompok agama/ideologi lain.
Tak ada yang perlu ditakuti dari kiprah Partai Islam di masa lalu dan masa akan datang, termasuk dalam membentuk pemerintahan baru di Indonesia. Partai Islam memiliki agenda yang jelas untuk memberantas korupsi melalui reformasi birokrasi, meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan menekan angka kemiskinan dan pengangguran, sehingga semangat “jihad” yang sering disalahtafsirkan itu, dalam konteks Indonesia modern bisa bermakna: perang melawan korupsi, kemiskinan dan pengangguran. Jika ada kelompok yang takut atau memusuhi Partai Islam, maka perlu diselidiki apakah mereka memiliki komitmen yang sama untuk membasmi korupsi, kemiskinan dan pengangguran? Membatasi, apalagi mengisolasi Partai Islam, hanya akan menambah panjang persoalan yang berkecamuk di negeri mayoritas Muslim seperti Indonesia.
Partai Islam tak hanya mampu meraih dukungan yang cukup luas dalam pemilu, bahkan tokoh-tokohnya yang berusia relatif muda mulai mendapat kepercayaan pemilih. Exit poll yang digelar Lembaga Pengkajian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada tanggal 9 April menunjukkan bahwa pasangan Yudhoyono-Hidayat meraih suara 20,8 persen, mengungguli Yudhoyono-Jusuf Kalla yang meraih 16,3 persen, dan Yudhoyono-Akbar Tandjung yang hanya memperoleh 5,4 persen dukungan responden. Jika fakta elektabilitas yang tinggi ini masih diingkari, maka kecurigaan terhadap Partai Islam sungguh tak berdasar dan melawan kehendak rakyat yang menjadi inti demokrasi.
Oleh: Sapto Waluyo *(Direktur Eksekutif Center for Indonesian Reform)
*) Center for Indonesian Reform (CIR), Gedung PP Plaza Lantai 3, Jalan TB Simatupang No. 57, Jakarta Timur Email: sapto.waluyo@gmail.com
Langganan:
Postingan (Atom)