jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Senin, 08 Februari 2010

Mengawali Babak Baru dari Kota Suci

MUSWIL I PKS Arab Saudi

PK-Sejahtera Online. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Arab Saudi pada hari Kamis-Jumat, 4-5 Februari 2010 melaksanakan kegiatan Musyawarah Wilayah di Makkah Al Mukarramah dengan tema ‘Mengokohkan Ukhuwah Menata Dakwah’. Muswil PKS Arab Saudi tersebut dihadiri oleh lebih dari 100 orang peserta perwakilan dari 7 DPD PKS di Arab Saudi dari kota Makkah, Jeddah, Madinah, Dammam, Riyadh, Qasim, dan Abha.

Pada Muswil yang berlangsung hangat, akrab dan penuh semangat ini, PKS Arab Sadi berhasil menetapkan pengurus baru PKS Arab Saudi periode 2010-2014, yaitu Ketua Umum Dewan Pengurus Wilayah (DPW) H. Fira’di Nasruddin, Lc., Ketua Dewan Syariah Wilayah (DSW) Ust. H. Hidayat Mustafid, MA, dan Ketua Majelis Pertimbangan Wilayah MPW (MPW). H. Abdullah Khaidir. Tak ketinggalan, para peserta muswil di masing-masing DPD menyatakan kesiapan untuk segera menggulirkan berbagai rekomendasi yang telah disepakati di muswil ini.

Fira’di Nasrudin (35 tahun) dikenal sebagai aktifis dakwah di Riyadh yang aktif mengisi berbagai kajian keislaman bagi para TKI di Arab Saudi. Sebelumnya, ustadz muda yang berasal dari kota Metro, Lampung ini menjabat sebagai Ketua Bidang kaderisasi DPW PKS Arab Saudi.

PKS Arab Saudi adalah perwakilan PKS di luar negeri yang memberikan memberikan andil suara bagi PKS pada dua Pemilu terakhir. PKS berhasil memenangkan Pemilu 2009 di Arab Saudi dengan dukungan 43% suara, meningkat dari dukungan sebesar 24% pada Pemilu 2004.

Proses hukum tak jelas, keluarga lapor Satgas mafia hukum

Sukoharjo (Espos). Keluarga korban kecelakaan lalu lintas menuntut pihak terkait serius menangani proses hukum kasus kecelakaan yang dialami Suyati, 50, warga Tegalrejo RT 01/RW IV Kelurahan Begajah, Sukoharjo yang mengakibatkan korban meninggal di tempat.

Pasalnya, proses hukum kasus tersebut hingga saat ini dinilai masih terkatung-katung, padahal kecelakaan tersebut telah terjadi 27 Juni 2008 lalu di Jl Solo-Sukoharjo tepatnya di selatan simpang empat Begajah.

Suami korban, Suwiyono, 59, dalam jumpa pers kepada wartawan, Senin (8/2) menerangkan selain proses hukum masih belum jelas, pihaknya juga menemui beberapa kejanggalan dalam penanganan kasus tersebut.

Menurutnya, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) atas nama tersangka Timutius Djoko Ahmad Pitoyo yang merupakan Kepala Bank Jateng baru dimuat atau diterbitkan ke Kejaksaan oleh Kasatlantas Sukoharjo pada bulan Maret 2009 lalu atau dibuat setelah satu tahun peristiwa kecelakaan. Selain itu, tersangka selama ini tidak pernah ditahan oleh penyidik.

Tanah Masih Bermasalah, PT JMP Didemo

SUKOHARJO. Ratusan warga Telukan, Grogol, Sukoharjo yang tergabung dalam Forum Masyarakat Telukan (Format ) menggelar unjuk rasa, menuntut penghentian pembangunan pabrik PT Jerapah Megah Plastindo (JMP), Sabtu (6/2).

Tuntutan itu dilakukan warga karena nilai tanah yang ditempati pabrik masih dalam sengketa. Aksi yang dimulai pada pukul 10.00 WIB tersebut mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian. Mereka melakukan orasi secara bergantian.

Koordinator Format, Srisantoso dalam orasinya mengatakan, persoalan sengketa tanah berawal ketika praktik tukar guling tanah bengkok desa seluas sekitar 12,5 hektare (Ha). “Kalau memang hal itu dikatakan sebagai tukar guling, maka sebelum tanah itu digunakan sebagai lokasi pabrik, harusnya sudah ada penggantinya lebih dulu,” ujarnya kepada wartawan.

Namun kenyataannya, meski tanah itu masih dalam sengketa dengan warga sekitar lokasi, namun pembangunan pabrik jalan terus. “Seharusnya tidak seperti itu dan ada kesepakatan dulu. Karena warga di sini masih merasa dirugikan jika pabrik tersebut tidak mengganti lokasi tanah,” jelasnya.

Kosmetik Politik SBY

Belakangan ini, publik ramai membicarakan seputar keluhan presiden SBY terhadap aksi demonstrasi pada momentum 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II, tanggal 28 Januari 2010. Sebelumnya, SBY dibuat kebakaran jenggot oleh terbitnya buku Membongkar Gurita Cikeas (MGC) dan isu pemakzulan (impeachment) dari Pansus Century.

Namun, berbeda dengan keluhan-keluhan SBY dulu yang bernuansa politis, kali ini keluhan SBY sarat akan nilai-nilai etik. “Ada yang bawa kerbau, SBY badannya besar, malas dan bodoh seperti kerbau. Apa itu ekspresi kebebasan dan demokrasi. Juga foto yang diinjak-injak dan dibakar di mana-mana dan daerah lain,” demikian komentar kekesalan SBY menanggapi ulah demonstran (Kompas, 3/2/2010).

Di mata SBY, unjuk rasa dengan membawa kerbau ke istana sebagai simbol kegagalan pemerintah menjalankan program, selayaknya tidak terjadi. Sebab, itu bertentangan dengan norma ketimuran dan kesantunan demokrasi.

Pertanyaannya, standar etika seperti apa yang menjadi cara pandang SBY untuk menganalisis perilaku demonstran? Benarkah kritikan SBY itu untuk mempersantun wajah demokrasi di Indonesia dan membuat demonstran lebih sopan dalam menyampaikan aspirasinya? Sejauh mana fakta politik merangsang SBY berkomentar seperti itu?