jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Kamis, 03 September 2009

NEVER STOP TO FIGHT...

Prospek Kabinet


Ketua Fraksi PKS DPR RI Mahfudz Siddik menyampaikan opininya terkait prospek kabinet dalam pemerintahan baru SBY di Press Room DPR, Kamis (3/9). Jumpa Pers yang digelar lembaga survey Indobarometer itu mengulas tentang visi kabinet baru dan koalisi parpol dalam periode pemerintahan 2009-2014 berdasarkan hasil survey Indobarometer. Selain Mahfudz, nara sumber lainnya adalah politisi PDIP Efendi Simbolon, Sekertaris Jenderal Demokrat Marzuki Alie, dan Direktur Indobarometer Muhammad Chudori.


Kritisi RAPBN 2010


Anggota Panitia Anggaran DPR RI dari Fraksi PKS, Rama Pratama menerima perwakilan koalisi masyarakat sipil untuk advokasi APBN 2010 yang terdiri dari beberapa elemen LSM di ruang rapat Fraksi, Selasa (1/9). Beberapa utusan antara lain dari FITRA, PRAKARSA, dan GAPRI memberikan masukan dan kritik terhadap kebijakan anggaran dan belanja pemerintah dalam RAPBN 2010. Mereka menganggap pemerintah belum bekerja keras dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat secara umum, serta meminta DPR untuk melaksanakan fungsi anggarannya dengan kritis.


Jatah Koalisi


PKS hormati apapun keputusan presiden soal jatah kursi menteri untuk parpol-parpol koalisi. Hal itu kembali ditegaskan Anggota Fraksi PKS Zulkieflimansyah dalam forum diskusi yang digelar komunitas Jurnalis DPR di ruang wartawan, Jumat (28/8). Zul ditemani dua nara sumber antara lain politisi Golkar Burhanuddin Napitupulu dan Ketua Fraksi Demokrat Syarif Hasan.


Buka Puasa Bersama


Fraksi PKS menggelar Buka Puasa Bersama di Ruang Pleno Fraksi, Selasa (25/8). Acara dibuka Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddik yang dilanjutkan siraman rohani oleh Anggota FPKS Ust. Umung Anwar Sanusi. Hadir pula sebagai tamu undangan, Ketua Fraksi PPP Lukman Hakim Saefuddin dan Sekertaris Jenderal DPR Nining Indera Saleh, serta para jurnalis cetak dan elektronik.


Akhiri Jabatan


Anggota Fraksi PKS DPR RI Periode 2004 - 2009 berfoto bersama di depan Gedung Bundar Komplek DPR/MPR RI, Selasa (25/8) sore, sebelum mengakhiri masa tugas sebagai wakil rakyat akhir September mendatang. Selamat atas kerja keras dan pengabdiannya kepada rakyat dan negara selama 5 tahun terakhir, semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal.


Sumber: http://fpks-dpr.or.id

SOAL KOALISI DAN OPOSISI


"Masyarakat & elit Masih Belajar"

Fraksi-PKS Online. Ketua Fraksi PKS DPR Mahfudz Siddik menyatakan dinamika politik dalam negeri yang tercermin melalui realitas di tingkat elit politik maupun masyarakat tidak jauh berbeda. "Mereka masih dalam proses belajar," ujarnya dalam jumpa pers yang digelar lembaga survey Indobarometer di Pressroom DPR, Kamis (3/9).

Mahfudz berangkat dari fakta survey yang dikeluarkan lembaga Indobarometer bahwa mayoritas masyarakat Indonesia telah memahami peta partai-partai koalisi dalam Pemilihan Presiden yang baru saja usai.

Dalam survey tersebut diketahui 69,5 persen responden mengakui PKS sebagai mitra pengusung SBY-Boediono. Begitu juga partai pendukung lainnya seperti PAN sebanyak 56,8 persen, PPP 54,5 persen, dan PKB 52,1 persen. Sedangkan sebanyak 69,3 persen responden menyatakan bahwa Golkar bukanlah bagian dari partai pendukung SBY-Boediono, disusul Hanura 65,3 persen,Gerindra 71,4 persen, dan PDIP 75,3 persen.

Namun, hasil survey menyatakan mayoritas masyarakat juga berpendapat bahwa tidak hanya parpol-parpol pendukung SBY-Boediono saja yang berhak duduk di kabinet. Parpol-parpol yang berseberangan alias yang menjadi lawan SBY-Boediono dalam pertarungan di pilpres lalu pun dianggap berhak.

Sementara persepsi yang sama juga terjadi di tingkat elit politik. Mahfudz mencontohkan manuver pimpinan Demokrat yang mendekati PDIP beberapa waktu lalu.

Hal tersebut Menurut politisi senior PKS ini menimbulkan ketidakjelasan politik pasca pilpres. Setelah pengumuman presiden terpilih, timbul kebingungan. "Yang kalah dapat apa dan menang dapat apa?", tanyanya.

Masyarakat dan elit, lanjut Mahfudz masih dalam tahap sebuah proses belajar dalam memahami sistem ketatanegaraan seperti pemilu. Karenanya mereka masih sulit membedakan koalisi dan oposisi, serta porsi kabinet. "Koalisi dan oposisi masih belum melembaga," imbuhnya.

Karena itu, Ia menduga kabinet bentukan SBY pada 20 Oktober mendatang akan layak disebut sebagai 'Kabinet Rekonsiliasi Nasional' karena merupakan campuran dari parpol mitra koalisi dan oposisi. "Insting politik saya mengatakan begitu," tandasnya.

Hidayat Nurwahid Tak Minat Jabat Ketua MPR Lagi


Fraksi-PKS Online, JAKARTA. Hidayat Nurwahid menyindir Taufiq Kiemas yang hendak mencalonkan diri menjadi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) demi mengawal Pancasila. Hidayat mengimbau Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDI Perjuangan itu maju dengan niat yang tulus dari dalam hati.

"Jangan sampai Pancasila dijadikan alat mencapai kekuasaan," katanya di Jakarta, Rabu (2/9/2009).

Hidayat menambahkan, siapa pun berhak mengajukan diri menjadi ketua MPR. Dia pun menegaskan bahwa Pancasila sebagai ideologi negara tidak dalam keadaan bahaya karena ancaman kekuatan politik tertentu.

Ditanya tentang kemungkinan dirinya mencalonkan kembali menjadi Ketua MPR, Hidayat tampak tidak berminat. "Saya sudah pernah," katanya.

Ikhwal pencalonan Taufiq Kiemas merebak sejak Rabu, 12 Agustus 2009 lalu. Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung ketika itu mengatakan posisi Taufiq sebagai ketua MPR penting karena menyangkut prinsip kehidupan kebangsaan seperti sikap terhadap UUD 1945, ideologi Pancasila, kebhinekaan, dan negara kesatuan.

Sesuai dengan pasal 14 Ayat 1 Undang-Undang No 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, jumlah pimpinan MPR terdiri dari lima orang. Satu ketua berasal dari ketua, empat wakil ketua berasal dari masing-masing dua anggota DPR, dan dua anggota DPD.

Mekanisme pemilihan ketua MPR dilakukan secara terbuka dalam rapat paripurna MPR. Aturan ini bisa saja berubah seandainya Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan lima anggota DPD yang mengajukan uji materi Pasal tersebut. DPD menilai klusul itu bertentangan dengan UUD 1945 karena menutup peluang anggota DPD menjadi ketua MPR.

Hidayat Nur Wahid Masih Berpeluang Pimpin MPR


VIVAnews. Partai Keadilan Sejahtera akan tetap berjuang mendudukkan kembali Hidayat Nur Wahid sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat. Peluang itu diwujudkan dengan lobi-lobi di pleno MPR nanti.

"Kalau pimpinan DPR kan otomatis, kalau MPR diplenokan," kata Juru Bicara PKS, Ahmad Mabruri, dalam perbincangan dengan VIVAnews, Kamis 3 September 2009. "Kalau pleno, masih terbuka untuk dilakukan lobi," ujarnya.

Dalam lobi itu, tentu PKS akan mengusung kembali Hidayat. Hidayat dinilai PKS sukses memimpin MPR. Laporan keuangan MPR baik dan tugasnya dijalankan dengan lancar.

PKS keberatan dengan pernyataan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Taufiq Kiemas, yang menyatakan ingin menjadi Ketua MPR untuk mengamankan Pancasila. Menurut PKS, pernyataan itu seolah-olah menuduh Ketua MPR sekarang tidak mengamankan Pancasila. "Jangan main tuduh saja," ujar Mabruri.

Selama Hidayat memimpin, MPR berulang kali menggelar acara sosialisasi konstitusi dan Pancasila dalam berbagai kegiatan seperti Cerdas Cermat Konstitusi untuk siswa sekolah. Karena itu, pernyataan kubu PDIP dinilai Mabruri tidak pada tempatnya.

Berdasarkan Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD, pimpinan MPR terdiri dari lima orang, di mana dua dari unsur DPD dan tiga dari unsur DPR. Pemilihan dilakukan dalam rapat MPR.

Ketua MPR: Undang Undang Dasar Menjamin Keberlangsungan Budaya


PK-Sejahtera Online. Ketua MPR Hidayat Nurwahid menyambut dan mendukung upaya budayawan dan seniman untuk meningkatkan kebudayaan sebagai identitas bangsa Indonesia. Dalam konteks MPR, Undang Undang Dasar telah menjamin bahwa kebudayan merupakan salah satu bagian dari sendi kehidupan masyarakat Indonesia.

“Konstitusi Indonesia dengan tegas menjamin tentang budaya bangsa, Saya berharap rekan rekan di DPR dan eksekutif bekerja sama secara maksimal untuk menciptakan kondisi agar kebudayaan kita tidak begitu saja dibaja oleh pihak asing,” kata Hidayat.

Hidayat Nur Wahid mengatakan hal tersebut saat berdialog dengan budayawan yang terkumpul dalam Mufakat Kebudayaan di ruang Pimpinan MPR, Rabu(1/9). Hidayat ditemani Wakil Ketua MPR HM Aksa Mahmud dan BRA Mooryati Sudibyo serta Sesjen MPR Rahimullah. Sementara dari Mufakat Kebudayaan hadir Radhar Panca Dahana, Amoroso Katamsi, Embie C Noor, Ray Sahetapy, Dwiki Dharmawan.

Di akhir dialog, Koordinator Mufakat Kebudayaan Radhar Panca Dahana menyampaikan Maklumat Agustus 2009 kepada Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Maklumat berisi tentang keprihatinannya kepada kebudayaan Indonesia yang selalu diakui pihak asing.

Ketua MPR menyarankan agar usulan ini disampaikan kepada Komisi Kebudayaan DPR RI agar menjadi pembahasan DPR tahun yang akan datang. “Demikian juga halnya soal anggaran, kalau sudah diajukan semoga akan dibahas DPR yang baru,” saran Hidayat.

Hak Paten

Untuk menghindari pembajakan kebudayaan oleh negara asing, Hidayat Nur Wahid meminta agar pemerintah memberikan kemudahan kepada pekerja seni dan budaya untuk mendaftarkan produknya.

“Menjadi sangat ironis ketika dimana banyak sekali kekayaan intelektual bangsa Indonesia yang tiba-tiba dibajak oleh pihak luar negeri hanya karena sangat terlambat dalam pembuatan hak paten,” kata Hidayat.

Untuk itu, Hidayat sepakat jika pemerintah membentuk institusi khusus yang mengurusi soal hak paten. Menurutnya hal itu akan segera menyelesaikan segala permasalahan yang terkait dengan pencatatan hak kekayaan intelektual.

Hidayat: Indonesia Sulit Patenkan Karya Seni


INILAH.COM, Jakarta. Mudahnya Malaysia mengklaim berbagai budaya, tidak terlepas dari sulitnya Indonesia mematenkan hak ciptanya. Oleh karena itu, proses mematenkan budaya atau karya seni haruslah dipermudah.

"Kadang-kadang permasalahan terjadi pada saat pematenan, maka birokrasi harus betul-betul memudahkan hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki warga bangsa Indonesia," kata Ketua MPR Hidayat Nurwahid, di kantornya gedung MPR, Senayan, Jakarta, Rabu (2/9).

Menurut anggota Majelis Syuro PKS ini, persoalan hak paten merupakan permasalahan yang kronis. Karena begitu banyak kekayaan Indonesia yang tiba-tiba dibajak pihak luar negeri, hanya karena Indonesia sering terlambat soal mematenkan budayanya.

Namun, Hidayat tidak setuju jika hanya karena masalah pembajakan budaya, Indonesia harus mengambil langkah memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia. Memutuskan hubungan diplomatik, tutur dia, bukan sesuatu yang sederhana, karena dampak-dampaknya harus dipikirkan dengan serius.

"Kalau antara Indonesia dan Malaysia jadi posisi konflik apalagi sampai putus hubungan, apa lagi perang saya khawatir kita terjebak pada permainan pihak ketiga manapun yang tidak menginginkan kawasan Asia Tenggara menjadi kawasan yang kuat," terangnya.

Ketimbang putus hubungan, lanjut Hidayat, lebih baik Indonesia dan Malaysia melakukan delegasi tingkat tinggi. Agar pihak Malaysia sadar dan tidak ingin mengulangi perilaku yang kurang bersahabat dengan Indonesia.

"Saya masih berkeyakinan sebenarnya mereka masih menginginkan bertetangga baik dengan Indonesia, karenanya kesadaran itu harus direalisasikan dengan konkret jangan meminta Indonesia memahami malaysia tetapi Malaysia masih mengulangi prilaku yang tidak bersahabat semacam itu," tegasnya.

Karena itu, dijelaskan dia, delegasi tinggkat tinggi ini penting untuk menyelesaikan permasalahan bersama-sama dan berkomitmen tidak akan mengulangi lagi perilaku yang kurang bersahabat. [win/jib]