Romo Benny Susetyo dari Konferensi Waligereja Indonesia dalam diskusi di Centre for Dialogue and Cooperation among Civilization (CDCC) di Jakarta baru-baru ini mengungkapkan, organisasi keagamaan berpotensi besar ikut mendorong upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, karena mereka punya pengaruh besar di masyarakat.
Potensi itu hanya akan terwujud jika lembaga keagamaan mampu menjaga integritas dan kemandiriannya terhadap kekuasaan. Sayangnya potensi itu selama ini justru tenggelam karena organisasi keagamaan justru ikut larut dalam hiruk-pikuk kekuasaan, sehingga mereka justru menjadi bagian dalam permasalahan korupsi. Tepat pendapat Djohan Effendi yang menyebutkan ada kegagalan agama dalam hal korupsi ini. Budayawan dan agamawan Emha Ainun Najib pun menyebut, bangsa ini begitu ahli dalam menghancurkan dirinya sendiri lewat korupsi.
Sementara itu, Prof Dr Komaruddin Hidayat menyesalkan berbagai modus operandi untuk melegitimasi tindakan korup dengan membungkusnya lewat kemasan agama. Yang paling disesalkan adalah adanya upaya pemutihan atau penyucian dosa dengan perilaku keagamaan. Dengan pergi haji atau ziarah di makam Yesus di Yerusalem, dengan mendirikan tempat ibadah atau menyantuni anak yatim lewat uang korupsi, seolah tindakan korup bakal mendapat ampunan Tuhan. Kalau fenomena pemutihan ini benar, berarti semakin menunjukkan betapa kebobrokan moral di negeri ini sungguh kian akut.