jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Rabu, 27 Oktober 2010

Sejumlah LSM soroti DPRD

Sukoharjo (Espos). Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) menyoroti pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) oleh DPRD Sukoharjo yang dilaksanakan tanpa public hearing atau dengar pendapat.

Koordinator Pusat Kajian Keuangan Daerah (P2KD) Sukoharjo, Eko Raharjo mengatakan menurut catatan P2KD, selama ini DPRD Sukoharjo periode 2009-2014 tidak pernah menggelar public hearing ketika melakukan pembahasan Raperda.

Padahal, tegasnya, berdasarkan amanat dari Pasal 53 UU No 10 Tahun 2004 dan Pasal 139 ayat (1) UU No 32 tahun 2004, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan maupun tertulis dalam rangka penetapan maupun pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah.

Sampah Jadi Kendala Raih Adipura

SUKOHARJO. Pemkab Sukoharjo pada tahun 2011 menargetkan meraih gelar adipura. Untuk mencapai target tersebut, Pemkab bersama eksekutif menggelar rapat koordinasi membahas persiapan penilaian Adipura oleh pemerintah pusat.

Wakil Bupati Sukoharjo Haryanto mengatakan, sudah sejak sekitar sepuluh tahun Pemkab Sukoharjo tidak meraih penghargaan Adipura. Pasalnya, banyak kelemahan terjadi di Sukoharjo yang menyebabkan Adipura selalu lolos dari tangan.

Seperti misalnya, pengelolaan sampah yang masih semrawut dan masih banyaknya pasar di Sukoharjo yang belum dilakukan revitalisasi. “Dua faktor tersebut sampai saat ini masih menjadi kendala utama untuk mendapatkan penghargaan Adipura,” ujar Haryanto dalam rapat di pendapa Griya Stya Praja (GSP), Selasa (26/10).

Bangsa Peminta-Minta

Dakwatuna.Com. Belakangan ini ada satu pertanyaan yang selalu berputar di kepala saya. Mengapa Rasulullah tidak pernah menolak para pengemis?? Mengapa tidak boleh menghardik pengemis kalau kita tidak mau memberikan sedekah padanya?? Mengapa Fatimah, putri kesayangan Rasulullah, sampai rela memberikan tikar yang digunakan anaknya tidur pada pengemis ketika tidak ada lagi harta yang bisa disedekahkannya pada pengemis??

Jawaban paling sederhana yang bisa menjadi konklusi adalah bahwa agama yang sempurna ini mengajarkan kita untuk menyantuni fakir miskin dan menyayangi anak yatim. Belum lagi konsekuensi pahala berlimpah dan rezki yang bertambah yang Allah janjikan pada mereka yang suka bersedekah.

Kemudian saya mencoba membandingkan dengan realitas yang ada sekarang. Sebuah bangsa dengan kondisi masyarakat yang memprihatinkan. Gepeng alias gembel dan pengemis ada di mana-mana. Sampai-sampai pemerintah pun mengeluarkan Perda yang melarang memberikan uang pada mereka. Satpol PP pun dikerahkan untuk menertibkan mereka. Terutama bila Ramadhan datang.

Saya pun mencoba membuat analisa sederhana.

90% Situs Porno kini Tak Bisa Diakses Di Indonesia ( Tinggal Dikit Lagi )

Jakarta. Menteri Komunikasi dan Informasi (Kominfo) Tifatul Sembiring menyatakan bahwa pemblokiran situs porno masih terus digiatkan. Bahkan, filterisasi akses dari konten esek-esek ini diklaim sudah mencapai 90 persen.

“Saya berani mengatakan bahwa 90 persen situs pornografi sudah ditutup aksesnya,” tegas mantan Presiden Keadilan Sejahtera ini ketika berbicara di Rakornas Kominfo 2010 di Menara Bidakara, Senin (25/10/2010).

Pun demikian, Tifatul mengakui jika masih ada celah-celah bolong yang dimanfaatkan user untuk mengakses konten mesum tersebut.

“Ya namanya teknologi masih lolos bisa saja. Tapi kan tidak bablas blas kaya dulu,” imbuhnya.

PKS Sumbang Dana Bagi Korban Merapi Rp 1 M

Jakarta. Sedikitnya ada 40 keluarga yang berasal dari kader PKS menjadi pengungsi bencana gunung Merapi. Penggalangan dana pun dilakukan hingga sudah terkumpul Rp 1 miliar.
"Karena ada 40 keluarga kader PKS dievakuasi. Kita akan menginstruksikan kader melakukan penggalangan dana di seluruh Indonesia dan men-declare hasil penggalangan ke publik, sekarang sudah terkumpul Rp 1 miliar," kata Sekjen PKS Anis Matta di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (27/10/2010).

Rencananya, dana tersebut akan diserahkan oleh DPP PKS bersama sejumlah kadernya. PKS juga akan mengirim relawan dan armada sosial ke beberapa titik pengungsian di Merapi.

SEBUAH HIKMAH

“Ternyata memang bukan Mbah Maridjan sipemilik dan pemilihara gunung merapi ya ki, tapi Allah jualah pemilik dan Dzat yang maha berkuasa atas segalanya, terbukti kakek yang arif itu pun tidak kuasa meredam meletusnya gunung merapi…………” Kata Maula, dengan nada prihatin mendengar berita meninggalnya sosok yang selama ini dikenal sebagai juru kunci gunung merapi.
“Ya Nak Mas…., Aki juga prihatin dengan banyaknya jumlah korban letusan gunung merapi kali ini……” Kata Ki Bijak tidak kalah prihatin.

“Kabar terakhir, sudah dua puluh delapan jenazah ditemukan ki……, yaa Allah, semoga ini bukan sebentuk kemurkaan_Mu atas kelalaian kami dalam mengabdi kepada_Mu……” Kata Maula pelan.

Ki Bijak menghela nafas panjang mendengar kata-kata Maula, “Rasanya memang agak berat bagi kita untuk tidak mengatakan bahwa semua yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini bukan sebentuk teguran yang sangat keras dari Allah kepada kita Nak Mas, belum lagi kering air mata duka yang membasahi bumi papua dengan banjir bandang wasior, kini gempa bumi dan tsunami juga menambah luka dibumi mentawai sana, bertambah pedih dengan luluh lantaknya sebagai wilayah disekitar gunung merapi….., Aki tidak menemukan padanan kata lain untuk menggambarkan semua yang terjadi sekarang ini selain teguran dari Allah Nak Mas…..” Kata Ki Bijak.

Mbah Maridjan : Sosok Guru Ngaji Pemantau Merapi

Sosok abdi dalem penjaga gunung merapi itu ditemukan meninggal dalam kondisi bersujud. Selepas menjalankan sholat ashar beliau memang memperbanyak dzikir dan munajat di masjid dekat rumahnya. Berita meninggalnya Mbah Maridjan pun merebak, dan segera menarik simpati sekaligus kedukaan di sebagian besar masyarakat Indonesia, yang sejak lama memang mengagumi keteguhannya dalam menjalankan tugas. Hanya satu yang sedikit saya sayangkan, bahwa ada stasiun teve yang selalu mengulang-ulang tayangan almarhum saat melakukan ritual menyembah batu, seolah makin menegaskan tentang lekatnya sosok mbah Maridjan dengan dunia mistis dan perklenikan. Lalu apakah benar demikian?

Setahu saya, beliau tidak lebih dari seorang abdi dalem yang ditugaskan menjadi juru kunci Merapi oleh Sultan HamengkuBuwono IX sejak 1982 atau sekitar tiga puluhtahunan yang lampau. Sebelum itu ia menjadi wakil jurukunci Merapi. Jikapun ada satu dua ritual aneh yang beliau jalankan, saya berharap itu lebih karena tugas dan penghayatannya sebagai abdi dalem yang harus lekat dengan budaya jawa. Karena secara aliran keagamaan, justru Nadhatul Ulama-lah yang mendarah daging dalam sosok Mbah Maridjan. Beliau pernah menjabat sebagai rais NU Desa Kinahrejo. Setelah itu Mbah Maridjan kemudian diangkat menjadi salah satu wakil rais di MWC NU Kecamatan Cangkringan. KH Nur Jamil, ketua PCNU Sleman mengatakan Mbah Maridjan figur yang sangat dihormati masyarakat dan total dalam ber-NU.

Beliau bukan hanya tokoh spritual tapi juga dai dan guru ngaji, tapi juga mempunyai taman pengajaran Al-quran di kampungnya. Dengan latar belakang ajaran Nadhatul Ulama yang kental, maka hampir bisa dipastikan bahwa Mbah Maridjan bukanlah pelaku ritual sembah menyembah sejati sebagai mana ditampilkan di salah satu stasiun televisi. Sekalipun terkadang dilakukan, mungkin saja hanya beliau anggap sebagai budaya nenek moyang yang ingin dilestarikan, tidak lebih. Ini mirip banyak dari kita yang hormat saat sang Merah putih dikibarkan, nyaris tanpa penghayatan karena meyakini itu hanya simbol saja. Dalam beberapa kesempatan pun jelas terlihat, bahwa ritual yang beliau lakukan hanya saat ada tamu yang berkunjung dan menemui beliau atas nama juru kuncen Merapi. Dan biasanya, para tamu itulah yang ‘memaksa’ penyelenggaraan ritual khusus tertentu. Beliau pun menjalankannya sebagai bagian dari pelaksanaan tugas sebagai juru kunci merapi, tidak lebih.