Suatu hari, dua orang wanita yang bersahabat saling bertemu dan bertukar cerita. Salah satu dari mereka lalu mengungkapkan rasa penasarannya bahwa sahabatnya terlihat sangat jarang sekali marah kepada sang suami, atas bagaimanapun perlakuan yang diterimanya.
Lalu sang sahabat berkata...
Ketika kemarahan itu sudah sampai diubun-ubun, lalu aku masih menahannya dan mencoba tetap mendidik diriku untuk tetap mengingat betapa jasanya yang dalam himpitan kesusahan, lelah dan penat, dia berusaha mencukupi nafkah untuk aku dan keluargaku. Dan tidak jarang pula, akhirnya dia melupakan perawatan atas dirinya sendiri.
Aku seperti halnya kamu, adalah seorang wanita, yang memang diciptakan lebih lemah dari pada lelaki. Dan saat kelemahanku itu hadir dan mengusik mereka, seribu satu kemakluman mereka hadirkan untuk tetap mengerti kekurangan kita sebagai wanita.
Terkadang keegoisan kami sama- sama datang, namun akhirnya naluri mengalahnya atas perempuan manja yaitu aku pun muncul. Direngkuhnya aku dan terucaplah perkataan maaf itu. Dan, dari disanalah akhirnya perdamaian kami tercipta. Semakin mesra.
Tapi...