jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Senin, 01 April 2013

3 Kehancuran PKS

Oleh : Amrullah Aviv/Kompasiana

Pertama : Ketika para pemimpin PKS sudah tidak mencintai dan tidak memperhatikan perkembangan kader-kadernya. Kalau hal ini terjadi maka menjadi perubahan yang sangat drastis, karena PKS adalah partai kader. Bagi PKS  kader adalah rahasia kehidupan umat dan motor penggerak kebangkitannya. Dan PKS meyakini  sejarah seluruh umat adalah sejarah para kadernya yang cerdik, memiliki kekuatan jiwa, dan kebulatan tekad. Dan bagi PKS  kuat atau lemahnya umat diukur dengan tingkat kesuburannya melahirkan kader-kader yang memenuhi syarat kesatria yang benar.

Nah,  Ketika para pemimpin PKS sudah tidak mencintai dan tidak memperhatikan perkembangan kader-kadernya, maka PKS otomatis goncang.

PKS jangan kalian ambil ayahku

Oleh: Ibrahim Musa Ashidiqie|Kompasiana
“bu, ayah dicalonin lagi ya bu?”
“Iya dik, ibu juga kaget sebenarnya, tau-tau ayahmu sudah persiapan mau foto aja dik”
Entah kanapa, hatiku seolah tersambar petir, hampir pecah rasanya kepala ini, apa yang aku cemaskan itu ternyata benar-benar terjadi. Aku terdiam agak lama, diam dengan telepon genggam yang masih ku lekatkan di telinga.
****
Awalnya siang itu aku melihat tweetnya pak @suryadelalu tentang #BCAD (bakal calon anggota dewan), setelah ku baca-baca ternyata para bakal calon sudah dipanggil sama “orang atas” dan disuruh mengumpulkan berkas. Dan yang langsung terbayang olehku adalah ayah, jangan-jangan ayah juga dipanggil jadi CAD?! Mendadak dadaku panas sesak, segera kubuka HP-ku, dan ku telepon beliau.
“sisa pulsa anda tidak cukup untuk melakukan panggilan….”, ah, pulsaku habis

Kembali ke masa lalu, tahun 2004, saat pemilu pertamanya PKS
Saat itu ayahku maju menjadi anggota legislative, dan aku yang saat itu masih bocah yang tak tau apa-apa, umurku saat itu masih 11 tahun, masih SD. Jadi aku tak mengerti apa-apa tentang “dunia hitam” itu, yang aku tau, kami sekeluarga adalah pendukung setia PKS sejak namanya masih PK, belakangan aku baru tau kalau ayah sudah menjadi orang PKS bahkan sebelum PK itu sendiri ada.
Berlanjut pada saat masuknya aku ke sebuah pesantren “ikhwah”, dan lagi-lagi yang aku tau saat ditanya tentang pekerjaan orang tua adalah ayahku seorang anggota dewan, tak lebih

Carita berlanjut, ayahku kini punya sopir dengan mobil dinas, kesannya mewah ya? Engga ah, mobilnya hanya mobil lama yang sudah hampir tidak layak pakai, hanya istilahnya saja yang keren, “Mobil dinas!”.
tapi, mobil sejelek apapun tetap saja sudah merupakan barang mewah di mata keluargaku.
Dan cerita kembali berlanjut, ayahku tercinta memberanikan diri mengambil kredit mobil bekas, ku ulangi, kredit mobil bekas. Walaupun dengan gaji yang seadanya (yang belakangan ini aku baru tau kalau gaji aleg dari PKS dipotong untuk partai) mulailah kami punya mobil, mobilnya tidak begitu mewah, tapi tetap saja mataku melihat mobil adalah barang termewah saat itu.
Dan disini mulai cerita baru, orang-orang sekitar dan di kampung ayah mulai melihat aneh, banyak juga yang bilang “wah bapak sejak jadi anggota dewan ini banyak duit nih, bisa beli mobil”, atau juga para ibu-ibu menggosipkan “sejak si ayah jadi anggota dewan jadi punya mobil loh”.

walaupun aku masih SMP, aku tau kalau apa yang mereka katakan jelas-jelas menuduh uang yang ayah dapatkan untuk membeli mobil bukan dengan cara yang halal. Panas, sugguh panas telinga ini mendengar fitnah itu. Apalagi ibu, ibu adalah orang yang paling tidak tahan mendengar ucapan seperti itu.
aku dan juga kakakku yang saat itu masih “anak pesantren” mencoba menenangkan hati ibu, “biar lah orang berkata apa, yang lebih penting Allah tau yang sebenarnya”.
memang hal ini bukanlah masalah besar, aku dan keluarga Alhamdulillah tetap bersabar dan terus mendukung ayah.
Terlepas dari itu semua, aku yang saat itu masih bocah SMP hanya tau kalau ayah adalah orang sibuk, entah itu sibuk di kantor, atau di partai. Ayah pergi pagi, pulangnya malam, hampir begitu setiap hari, pun saat libur ayah masih saja ada kegiatan, entah itu bertemu masyarakat, atau di ketakmiran masjid, ah ayahku sibuk!

pemahamanku tentang dakwah ini semakin bertambah seiring dengan bertambahnya ilmu pengetahuanku dan dari pertemuan pekananku di pesantren, pada saat itu barulah aku tau kenapa ayah ada di ranah legislative, barulah aku benar-benar paham kenapa islam harus masuk di dalam tataran pemerintahan.
dan akhirnya, masa jabatan ayah telah habis, aku senang, ayah tak lagi harus pergi pagi pulang malam.
namun, ternyata ayah kembali dicalonkan oleh dakwah ini, oleh PKS sebagai calong anggota legislative pada pemilu 2009, berat rasanya ibu mengijinkan saat pahlawanku itu meminta ijin pada ibu, ibu lebih senang ayah bekerja seperti dulu, walaupun hanya bekerja dengan penghasilan yang secukupnya, ibu lebih senang, walaupun hanya mengambil nafkah dari bercocok tanam dan berjualan.
PKS, jangan kau ambil ayahku!
Meski sudah memiliki pemahaman tentang dakwah dan partai, sisi kecil hatiku tetap sepakat dengan ibu, kalaulah boleh memilih aku ingin ayah tak lagi jadi aleg, walau bagaimanapun aku ini masih anak SMA pada saat itu, yang masih menpel sama ayah dan ibu

Dan, Alhamdulillah ayah tidak terpilih, sekaligus sedih buat PKS, suara kita turun drastis di 2009.
Dan hingga kini jadilah aku dan kakakku kuliah di salah satu institut ternama di bandung, jauh dari negeri asalku. Sedikit banyak kami sudah lebih dewasa dalam menyikapi “hal” ini, ada ego yang perlu disingkirkan, ada kepentingan pribadi yang harus mengalah. Ada yang namanya kepentingan ummat dan ada yang namanya kepentingan pribadi….
****
“dik, dik, halo? “

Ah, aku tersadar dari lamunanku, ku lanjutkan pembicaraanku di telpon dengan ibu, bersama kakakku yang juga duduk disebelahku
aku dan kakakku mencoba menguatkan ibu, meminta ibu untuk terus mendukung ayah, dan kembali mengingatkan bahwa keputusan ini adalah keputusan syuro (musyawarah), yang bahkan rasulullah sendiri mengalah saat kesepakatan syuro berbeda dengan pendapatnya. Aku, dan seluruh keluargaku memang tak ingin ayah kembali dicalonkan dalam pemilu 2014 nanti. tapi kami sadar bahwa apa yang ayahku dan yang kini turut aku perjuangkan bukanlah hal yang sia sia. Aku tau toh nantinya kalaupun ayah terpilih, ayah pasti bukan berjuang untuk dirinya dan keluarganya saja, ia sedang “bekerja untuk Indonesia”

aku sadar, bahwa politik adalah jalan panjang yang harus kita tempuh, meski berat, meski harus rela berkorban
ya, perjuangan itu pasti harus rela berkorban
dan yang pasti, aku akan selalu mendoakan partai ini, aku besar bersama partai ini, aku tau siapa-siapa saja orang-orang di dalamnya dan betapa luar biasa para kadernya, aku tau siapa orang PKS itu, dan aku yakin, PKS akan masuk 3 besar

sedikit cerita lagi, aku dan kakakku sekarang ini sudah lama rindu masa ketika dulu ikut kampanye, bertemu tim nasyid shoutul harokah, izzis, justice voice (maaf kalau kampungan hehe), lalu bertemu ustadz hidayat, bertemu ustadz anis, yang untuk ikhwah yang ada di daerah, bertemu mereka itu bisa dibilang hanya saat kampanye akbar.
Dan pada saat kampenye ustad ahmad heryawan, aku dan kakakku datang (walaupun bukan warga jabar) dan satu kata yang sekarang terngiang di telinga saya, ketika ummi netty istrinya ustad heryawan mengatakan “saya infakkan suami saya untuk warga jabar”.
PKS, aku rela kau mengambil ayahku

****
Oh iya, kredit mobil ayahku baru lunas tahun kemarin, dan pastinya bukan dengan uang haram J

Bandung, 31/3/2013

Contohlah PKS...

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti senior LIPI Indria Samego mengatakan, jika Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai ketua umum Partai Demokrat persoalan utamanya adalah mengenai rangkap jabatan. Sebagai partai modern, harusnya Demokrat bisa meniru Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

"Satu-satunya partai yang sudah memiliki aturan kader pejabat publik tidak boleh menjabat sebagai ketum partai itu PKS," kata Samego di Habibie Center, Jakarta, Sabtu (29/3).
 

PKS dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) nya telah mengatur tentang aturan rangkap jabatan. Sehingga, saat Nur Mahahmudi Ismail terpilih menjadi wali kota Depok jabatannya sebagai presiden PKS dilepas.