Pukul enam pagi di sebuah pulau terpencil di Lautan Pacifik, hanya sedikit orang yang abai dengan peringatan mengenai bakal datangnya gelombang tsunami, ketika kapal-kapal ikan bermuatkan lobster bergoyang liar, lalu saling beradu dalam goncangan.
Itu adalah pertanda datangnya tsunami menyusul Gempa Chile yang kemudian mengoyak Pulau Robinson Crusoe, sekaligus ikatan sosial diantara komunitas nelayan di situ.
Akibat kerusakan pada sitem peringatan dini tsunami, kampung satu-satunya di pulau itu harus bergantung pada belas kasihan gelombang yang tengah datang menghantam. Namun, Tuhan menurunkan mukzizatnya, lewat campur tangan seorang gadis kecil berumur 12 tahun yang akhirnya menyelamatkan 650 penduduk pulau itu.
Martina Maturana, puteri petugas polisi setempat, sedang berada di rumah ketika dia merasakan getaran dasyat itu, lapor surat kabar Chile, La Tercera, yang kemudian ditulis ulang oleh harian Inggris, The Independent, edisi 3 Maret.
Ayahnya sedang menelefon ke Chile daratan ketika Martina melompat ke luar lewat jendela berlari sejauh 400 meter ke alun-alun kota untuk membunyikan lonceng tanda bahaya dan membangunkan seisi pulau dari tidurnya.
Martina tidak tahu sandi bahaya untuk membunyikan lonceng itu. Seharusnya dua kali untuk kebakaran dan tiga kali untuk longsor. Yang jelas, tindakan sigap si gadis cilik telah menolong penduduk menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi.
Peringatan itu memberi mereka kesempatan untuk mengikuti petunjuk-petunjuk evakuasi yang dipasang dalam situasi darurat seperti itu dan penyelamatan dari gelombang raksasa yang dipicu oleh Gempa Chile.
Beberapa menit kemudian gelombang dasyat menghantam pulau itu dan merangsek masuk ke pedesaan sejauh 300 meter untuk menghancurkan pemukiman, sekolah, dan menewaskan delapan orang.
Delapan warga lainnya terluka parah dan dievakuasi dari pulau itu, tetapi jauh lebih banyak yang selamt dan harus bersyukur karena campur tangan si gadis cilik.
“Kami menyingkir dan tiga menit kemudian air laut naik sampai 20 meter dan gelombang besar menghantam rumah saya,” kata seorang warga kepada satu saluran televisi Chile, sambil berdiri di atas bongkahan kayu dan puing rumahnya yang berserakan.
“Saya mendengar kayu-kayu rumah saya berderak, lalu bagian ini jatuh dan ganasnya laut kemudian menghanyutkan seluruh rumah.”
Cerita yang diterima dari pulau itu adalah sebuah potongan kisah unik yang tersiar setelah empat hari bencana gempa 8,8 skala richter yang menewaskan 800 orang terutama, wilayah daratan Chile di bagian selatan tengah negara itu.
Pulau Robinson Crusoe, yang terbesar dari tiga pulau di Kepulauan Juan Fernandez, dinamai untuk menghormati marinir Skotlandia, Alexander Selkirk yang mengilhami cerita klasik karya sastrawan Daniel Defoe itu.
Sedikit cerita datang dari pulau paling utara di kepulauan berisi tiga pulau itu –Pulau Selkirk– tempat 40 orang dari Pulau Robinson Crusoe biasanya menetap selama delapan bulan dalam setahun untuk mencari ikan dan sedang berada di sana ketika tsunami menerjang.
“Dusun kecil itu terletak di sisi timur pulau dan sepertinya benar-benar ditelan gelombang tsunami,” kata Dr. Peter Hodnum, pakar biologi konservasi dari Amerika Serikat yang telah sepuluh tahun bekerja dan mengelilingi pulau itu. “Saya tidak yakin mereka mendapat peringatan sebelumnya.”
Tayangan-tayangan televisi mempertontonkan kehancuran pesisir Pulau Robinson Crusoe dengan rumah-rumah hancur dan puing-puing terapung di tepi pantai.
“Ini daerah tandus yang kosong. Semuanya hancur. Sebuah sekolah, taman kanak-kanak, kantor pemerintah daerah, gereja, pusat budaya, beberapa rumah, dan sebagian besar pertokoan, semuanya hancur,” jelas Hodnum.
Kepala daerah pulau itu, Leopold Gonzales, mengatakan kapal angkatan laut telah tiba dengan obat-obatan dan perlengkapan penyelamatan, tetapi masih banyak orang yang belum ditemukan.
Banyak warga marah karena tidak adanya peringatan dini tsunami. “Kita tak bisa (terus) tergantung kepada seorang gadis cilik,” sindir seseorang di laman resmi koran La Tercera.
Sumber: Antaranews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar