jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Rabu, 09 Juni 2010

Menerawang Masa Depan Demokrat di Tangan Anas

Jakarta. Kemenangan Anas Urbaningrum (AU) menjadi ketua umum Partai Demokrat (PD), mengejutkan banyak pihak. Hal ini disebabkan karena berdasar klaim data dan iklan, seolah-olah hanya Andi Mallarangeng (AM) yang paling kuat dan berpeluang menjadi ketua umum. Yang lain seolah tidak layak dan diperkirakan kalah.

Bahkan saking percaya dirinya, dengan bangga AM dan tim menawarkan sistem aklamasi dalam penentuan Ketum PD di Kongres II PD di Bandung. Namun akhirnya, AM dan timnya baru tahu kalau kekuatan mereka hanya semu. Faktanya, AM bahkan tidak mampu lolos ke babak II pemilihan Ketum PD. Suaranya jauh di bawah Anas dan Marzuki Alie yang sepertinya kurang diunggulkan.

Tapi apalah daya, AM hanya besar di media dan poster serta spanduk. Bahkan arena kongres di Kota Baru Bumi Parahyangan, Bandung bertaburan gambar AM. Sementara lawannya, Anas lebih memilih membesarkan dirinya di hati para pengurus DPC dan DPD yang pada akhirnya membawakan dirinya menjadi ketua umum PD periode 2010-2014.

Lalu bagaimana PD di bawah Anas? Bisa kah putra Blitar ini mempertahankan suara PD dalam pemilu 2014? Secara jujur, saya pesimis Anas bisa mempertahankan suara PD, kalau tidak bekerja keras mengawal partai ini dengan solid. Alasan saya sederhana, bertambahnya suara PD yang sampai 300 persen dalam Pemilu 2009 lalu, lebih disebabkan karena SBY sedang dalam performa terbaik. Ditambah lagi, kerja tim bawah tanah SBY yang tidak bisa dikerjakan oleh struktur partai.

Anas akan sulit mempertahankan suara, kalau SBY tidak lagi ikut cawe-cawe dan kerja sepenuh hati dalam Pemilu 2014. Apalagi ruang kompetisi Pilpres pun makin cari karena SBY tidak bisa maju lagi. Sementara struktur partai berlambang bintang Mercy ini ternyata masih banyak mengalami kendala serius di berbagai cabang dan daerah. Apalagi jika dikaitkan dengan SDM, yang dinilai masih banyak kalah dengan Golkar dan PDIP.

Semua tinggal tergantung gebrakan Anas dalam membuat terobosan baru di PD. Bersama SBY, Anas harus mampu menyusun kepengurusan baru yang bisa diajak kerja keras mempertahankan suara dan bahkan menambah suara PD dalam Pemilu 2014 mendatang. Pengalamannya menjadi Ketua Umum HMI pasti menjadi modal besar untuk membenahi demokrat agar menjadi partai modern dan tidak hanya mengandalkan figur SBY semata. Namun pengalaman di HMI masih terlalu sederhana untuk diaplikasikan begitu saja di PD.

Untuk itu, Anas harus bisa membuat strategi baru yang jitu, sambil tetap mengawal soliditas kader yang kemarin gagal mengusung calonnya, termasuk pula merangkul kubu konstestan yang kalah dalam pemilihan Ketum PD. Memang, selama masih ada SBY, potensi konflik internal PD akan sedikit bisa tertata dengan baik. Meskipun tetap ada bara dalam sekam jika Anas gagal mentransformasikan PD menjadi partai modern yang memiliki sistem dan aturan yang dihargai bersama.

Namun jika Anas gagal memindahkan kewibawaan dan kharisma SBY ke dalam institusionalisasi partai, bukan tidak mungkin masa depan Demokrat tidak akan jauh beda dengan PKB pasca Gus Dur yang 'pecah berkeping-keping'. Sebab, PKB belum berhasil mentransformasikan diri menjadi partai modern yang menghargai perbedaan sebagai rahmat. Sebab, antara PD, PKB dan bahkan PDIP itu sebenarnya sama saja, sebuah partai yang masih mengandalkan simbol dan kharisma tokohnya.

Selain itu, Anas juga harus terampil menjaga kepentingan di dalam partai, karena memang tidak ada kawan dan lawan abadi. Jangan sampai di masa depan, terjadi konflik antara pendiri partai dengan tokoh mudanya, misalnya antara SBY dan Anas karena perbedaan kepentingan. Karena dalam sejarah, kita pernah disuguhi adegan perseteruan Soeharto-Harmoko, Gus Dur-Muhaimin Iskandar, dan Megawati Soekarnoputri-Laksamana Soekardi. Para tokoh itu berseteru dengan orang-orang yang dibesarkannya.

Bukan tidak mungkin dibawah kepemimpinan Anas, PD juga berpotensi terjadi benturan antara Anas dan SBY dalam masalah capres 2014. Misalnya saja kalau popularitas Anak naik terus menjelang pilpres, dan banyak orang berharap Anas yang maju sebagai capres, sementara SBY ingin memaksakan trah keluarga atau orang dekatnya. Namun saat ini masih terlalu dini untuk membaca potensi benturan itu. Anas kini menjadi anak emas SBY dan mungkin SBY akan mengkaderkan Anas untuk ditarungkan dalam 2014.

Semoga Anas bisa mengelola potensi konflik dan dinamika partai. Kemenangan tipis Anas yang hanya selisih 30 an suara dengan lawannya Marzuki bukanlah jaminan bagi dia untuk bisa mengendalikan PD secara efektif dan efisien, jika gagal merangkul Marzuki, AM, serta para pendukungnya. Selamat mengemban tugas baru! (yid/fay)


Sumber: Detiknews.Com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar