ANCHORAGE. Lamin Jobareth, pemilik Alaska Halal Grocery, tak menyangka supermarketnya bakal seramai sekarang. Semula, ia hanya menolong sekitar 4.000 umat Muslim Alaska untuk mendapatkan bahan pangan halal. Maklum, selama ini, suplai makanan halal kawasan itu hanya mengandalkan pasokan dari Seattle dan Vancouver, Kanada.
Saat musim dingin dan Alaska--yang terletak di dataran paling tinggi di Amerika Serikat--menjadi kota "beku", suplai pangan halal kadang ikut tersendat. Maka, Jobareth, imigran asal Gambia, berinisatif mendirikan supermarket halal pertama.
Ia memilih lokasi yang lumayan strategis, tak jauh dari bandara Anchorage. Barang dagangannya dia datangkan dari seluruh penjuru dunia. Tujuannya, selain memasok makanan halal, ia juga menyediakan bahan-bahan makanan untuk komunitas Muslim baik dari Asia, Afrika, dan Eropa Timur. Makanan khas Amerika juga disediakan, tetapi tentu saja setelah diuji kehalalannya.
Daging yang dijualnya dibeli dari tempat penyembelihan halal di Palmer, beberapa puluh kilometer dari Anchorage. "Saya tak berpengalaman soal penyembelihan hewan, jadi mendingan membeli saja," ujar Jobareth saat dinyata alasannya mengapa tidak menyembelih sendiri.
Tak disangka, supermarket yang didirikannya tiga tahun lalu itu direkomendasikan para pelanggannya pada rekan-rekan mereka. Walhasil, jumlah pengunjung terus membludak, tak terbatas umat Islam, tetapi juga warga Alaska lainnya. Mereka beralasan, makanan yang dijamin kehalalannya pasti higienis dan berkualitas. "Saya selalu berbelanja di sini, lebih terjamin," ujar Regina Boisclair, dosen teologi di Alaska Pasific University.
Melalui supermarketnya, Jobareth juga berdakwah tentang Islam bagi warga Alaska. Pesan Islam sebagai agama yang cinta damai disampaikannya melalui cuplikan ayat atau hadis dalam katalog belanja supermarketnya.
Kini, ia berencana membangun masjid di sebidang tanah tak jauh dari tokonya. Ia sudah mengantongi izin pemerintah setempat dan komunitas agama lain di wilayah itu. "Tak ada masalah, toleransi di Alaska sangat mengagumkan," ujarnya.
Ia lalu bercerita, di Alaska umat Islam menyatu. "Di sini tak ada Masjid Pakistan, Masjid Afrika, atau Masjid Arab, seluruh Muslimin dari berbagai komunitas bergabung dalam satu masjid," ujarnya. Menurutnya, seperti itulah seharusnya Muslim; melintas batas ras, asal, dan warna kulit. Juga menjadi rahmat bagi umat yang lain.
Sumber: Republika Newsroom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar