SUKOHARJO. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sukoharjo, Djoko Raino Sigit siap mendatangi panggilan Komisi IV terkait indikasi pemotongan gaji guru PNS dan GTT di Sukoharjo, Kamis (14/1). Ia mengaku sudah menerima dan membaca surat panggilan dari Komisi IV.
Ditanya wartawan terkait indikasi pemotongan gaji tersebut, Djoko bungkam. Namun dia menegaskan, apa yang ditudingkan ke Disdik itu merupakan pernyataan yang salah, tidak berdasar dan tidak ada.
Dia juga diam saat ditanya lebih lanjut alasan atas bantahannya tersebut. Namun dia hanya mengatakan, “Penjelasan soal pemotongan gaji itu saya tidak mau bocorkan di sini, besok saja saat pertemuan dengan Komisi IV di DPRD. Yang jelas Murdiyanto nantinya akan kecele dengan keterangannya,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (13/1).
Terkait dengan hal itu, anggota Komisi IV DPRD Sukoharjo, M. Samrodin menegaskan, apapun yang terjadi Komisi IV siap mem-back up dan melindungi Murdiyanto yang telah “bersaksi” dalam kasus dugaan pemotongan gaji guru tersebut.
Ia mengatakan, pemotongan oleh Dinas, apa pun alasannya tetap tidak diperbolehkan.
“Apa pun namanya, entah itu tali asih ataupun ucapan terima kasih, kalau tidak dilegalkan tetap tidak boleh dilakukan,” ujarnya, Rabu (13/1).
Terkait kasus itu, Samrodin menegaskan, Komisi IV memang memanggil Kepala Disdik Sukoharjo, Kamis (14/1) untuk menjelaskan kebenaran berita tersebut. Sekaligus menjelaskan tujuan dari pemotongan tersebut. “Kita menginginkan Dinas Pendidikan menjelaskan hal itu hearing di DPRD,” ujar Samrodin.
Unsur Penyuapan
Pemotongan gaji guru negeri dan Guru Tidak Tetap (GTT) di Sukoharjo oleh Dinas Pendidikan Sukoharjo tersebut sudah mengarah pada bentuk gratifikasi atau pemberian hadiah/suap. Hal itu dikatakan praktisi hukum Marsono SH, yang juga anggota Komisi I DPRD Sukoharjo.
Marsono menjelaskan, sesuai dengan UU No 20 tahun 2001 dan perubahan dari UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor), pelaku terancam penjara minimal satu tahun dengan denda Rp 50 juta hingga maksimal lima tahun dengan denda Rp 250 juta.
“Sesuai Undang-undang Tipikor ini, apa yang dilakukan beberapa oknum di Dinas Pendidikan itu sudah bisa dikatakan tindakan gratifikasi,” ujarnya kepada para wartawan di kantornya.
Dengan demikian, ujar Marsono, pihak Kejaksaan sudah cukup bukti untuk memeriksa, selama sudah ada dua hal sebagai penguat antara lain saksi dan surat bukti. Tidak usah menunggu laporan informasi dari masyarakat, Kejaksaan sudah harus bertindak. “Jika dua hal itu sudah dipenuhi, Kejaksaan sudah bisa langsung menyidik,” terang Marsono.
Hal senada diungkapkan oleh pakar hukum dari UNS, Prof Jamal Wiwoho SH. Dikonfirmasi via ponselnya, ia tindakan oknum Disdik tersebut sudah bisa digolongkan sebagai gratifikasi karena sebagai pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) telah melakukan hal-hal yang dapat dianggap merugikan orang lain. “Kalau mekanismenya seperti itu itu sudah termasuk gratifikasi,” terangnya. (mal)
Sumber: Harian Joglosemar Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar