Mak Yati, pemulung yang menabung selama tiga tahun untuk berkurban dua ekor kambing saat Idul Adha, mendapatkan balasan yang berlipat. Kementerian Sosial membuatkan rumah untuk Mak Yati di Pasuruan, Jatim.
Rumah tersebut berada di kampung halaman Mak Yati di Purwosari,
Pasuruan. Rumah bercat putih dan hijau ini ini memiliki luas tanah 100
meter persegi, dengan luas bangunan 45 meter persegi.
"Bapak
dan Ibu saya tak tahu harus bagimana membalasnya, banyak terimakasih
untuk pemberian Bapak semoga diberi panjang umur," kata Mak Yati yang
mengenakan jilbab abu-abu dan kemeja lengan panjang warna merah di
kantor Kementerian Sosial, Jl Salemba Raya, Jakarta, Senin (18/2/2013).
Mak Yati bisa melihat rumah barunya itu lewat slide yang ditunjukkan.
Rencanaya Mak Yati dan suaminya akan diberangkatkan ke kampung
halamannya oleh Kementerian Sosial dengan menggunakan kereta dari Gambir
pada pukul 17.00 WIB. Selain rumah, Mak Yati juga diberi uang bertahan
hidup selama 3 bulan sebesar Rp 2,8 juta dan diberi modal usaha.
Mak Yati mengaku kapok datang ke Jakarta. Setelah di kampung dia akan
mejadi petani. "Percuma kalau balik ke Jakarta, tidak ada kemajuan. Saya
mau bertanam jagung," katanya.
Menteri Sosial Salim Segaf Al
Djufri memberi apresiasi kepada Mak Yati karena meski hidup kekurangan
tetap bertekat memberikan kontribusi untuk orang lain dengan menyembelih
kambing kurban.
"Yang miskin saja mau memberikan kontribusi ke
orang lain, sebenarnya kasihan tapi juga banga. Kita mempunyai sekian
banyak orang miskin tapi jiwanya kaya," pujinya.
Mak Yati dan
suaminya berkurban dua kambing pada Idul Adha 26 Oktober 2012 lalu.
Keduanya mengumpulkan dana untuk membeli kambing sejak tiga tahun silam
dari hasil mengumpulkan botol bekas dan barang lainnya. Kisah keduanya
membuat haru para pengurus masjid dan menarik simpati Mensos.
jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu
Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar