JAKARTA. Posisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terancam. Karenanya, mulai sekarang PKS sebaiknya pasang kuda-kuda untuk mengantisipasi tindakan yang akan dilakukan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Partai Golkar jika nantinya kesepakatan terjadi. Hal ini diungkapkan oleh Burhanuddin Muhtadi, peneliti senior dari Lembaga Survey Indonesia (LSI) terkait isu SBY memanggil petinggi golkar pada Rabu (10/2) malam.
Menurutnya, hanya ada dua arena untuk menuntaskan pertarungan antara partai golkar dengan partai demokrat yang semakin sengit belakangan ini. "Arena pertama yakni arena terbuka di publik antar kedua partai dengan gertak sambal reshuffle, pajak hingga pernyataan Ical (Aburizal Bakrie, Ketua umum Golkar) untuk memundurkan menteri-menterinya," kata Burhanuddin kepada Republika, Kamis (11/2).
Arena tersebut menunjukkan semakin tingginya tensi perseteruan. Sementara arena kedua, kata dia, yakni arena belakang layar untuk melakukan negosiasi yang melibatkan orang-orang di pucuk pimpinan kedua belah partai besar itu. "Saya yakin pimpinan demokrat dan Ical sudah sering bertemu namun belum ada kesepakatan," tegasnya.
Selama di arena publik masih terlihat sengit, katanya, berarti belum ada kompromi yang diraih. Semua ini, kata dia, memang terkait kasus bank century dan dalam hal ini partai demokrat memainkan politik bertahan total namun sambil menukikkan serangan balik yang mematikan.
Sementara, Golkar memainkan politik terus menyerang kasus Bank century tanpa tendeng aling-aling, dengan membongkar kasus tersebut dengan terbuka dan bersikap keras. Maka, katanya, arena kedua adalah arena yang paling menentukan hasil keputusan pansus kedepannya. "Kalau ada kompromi matilah pansus," katanya.
Sebab, katanya, SBY dan partainya menjadikan golkar sebagai target pendekatan ulang koalisi. Karena Golkar adalah partai besar, dan jika Golkar menyatakan komprominya maka kedua partai yakni PPP dan PAN akan serta merta kembali ke koalisi dan mengikuti langkah golkar. "Sikap PPP dan PAN kemarin berubah hanya karena golkar dan PKS masih satu suara," kata dia.
Maka, menurut Burhanuddin, ada dua opsi yang akan dilakukan untuk melunakkan Golkar. Opsi pertama, katanya, Demokrat akan menawarkan kursi menteri yang besar untuk golkar. Caranya, dengan mengambil kursi menteri dari partai yang sulit diatur yaitu PKS. Apalagi, katanya, kursi menteri PKS jumlahnya cukup banyak.
Sementara, opsi kedua yang akan ditawarkan demokrat jika golkar tak sepakat dengan opsi pertama yakni menggeser Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. "Sesuai keinginan golkar," katanya. Namun, karena SBY tampaknya sulit melepaskan Sri Mulyani, maka posisi menkeu nya bisa saja digeser ke posisi lain misalnya gubernur Bank Indonesia (BI).
Meskipun demikian, menurut Burhanuddin, tampaknya hingga kini SBY masih memilih Sri Mulyani sebagai menkeu. Maka, kemungkinan besar SBY akan mengusahakan opsi pertama. Apalagi, dalam pemerintahan SBY sejak lima tahun silam, PKS-lah partai yang paling sering melakukan pembangkangan.
Lagipula, katanya, perseteruan yang terjadi kini bukan hanya antara Demokrat dan Golkar melainkan juga antara mitra koalisi. Maka, bukan tak mungkin jika nanti ujungnya PKS mengalami "Single out", sendirian tanpa dukungan siapapun. "Sebab terlihat jelas di sini tujuan Demokrat adalah memecah Golkar dan PKS," tutupnya.
Sumber: Republika Newsroom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar