jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Senin, 12 Oktober 2009

Koalisi Tambun dan Obesitas Politik


INILAH.COM, Jakarta. Bergabungnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Golkar ke dalam koalisi besar SBY, semakin jelas. Namun sikap para politisi PDIP dan Golkar yang mudah bereaksi dan rapuh serta pragmatis, bakal membuat koalisi tambun SBY ini terancam obesitas politik, retak atau bubar di tengah jalan.

SBY-Boediono berhasil memenangi pemilihan presiden dengan dukungan koalisi yang terdiri atas Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)).

Koalisi itu juga sudah menguasai mayoritas parlemen karena mereka sudah menguasai 56% kursi. Atau tolal, 314 kursi yang telah mereka kuasai (Demokrat 148 kursi, PKS 59 kursi, PAN 42 kursi, PPP 39 kursi, dan PKB 26 kursi). "Ini koalisi besar, bahkan tambun," kata pengamat politik Ari Dwipayana dari Fisipol UGM.

Namun rupanya, SBY belum merasa cukup dengan koalisi itu. Dua partai besar lain pun kini siap bergabung. Dengan terpilihnya Aburizal Bakrie, Partai Golkar hampir pasti bergabung dengan SBY-Boediono. PDIP juga sudah berada di gerbang koalisi setelah terpilihnya Taufiq Kiemas sebagai ketua MPR. Suami Mega itu meraih kursi itu setelah disponsori Partai Demokrat. Kelanjutannya mudah ditebak ke mana arah hubungan Partai Demokrat dengan PDIP.

Dengan bergabungnya dua partai 'gajah' itu (PDIP dan Golkar) justru akan mengancam koalisi yang dibangun SBY retak atau bubar. "Oleh karena itu koalisi yang terbentuk pun akan bubar dengan sendirinya ketika kepentingan pragmatis mereka tidak lagi bisa diakomodir," kata pengamat politik dari The Indonesia Institute, Cecep Effendi PhD.

Koalisi tambun itu diprediksi susah bergerak, bahkan mengalami obesitas politik, dan tidak akan bisa bertahan lama karena sifat parpol yang terlalu pragmatis. Koalisi yang dibuat berdasarkan pragmatisme dan bukan berdasarkan komitmen ideologi itu, dikhawatirkan sangat rapuh.

"Hampir semua parpol memang tidak memiliki harkat dan martabat. Bahasa politiknya, opportunis," ungkap Cecep Effendi, dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.

Namun demikian, SBY tentu memiliki kepentingan dengan masuknya Rizal Mallarangeng ke tubuh Partai Golkar. Dengan disusupi Rizal, Golkar bisa semakin lunak terhadap SBY. "Yang pasti memang SBY punya kepentingan, karena SBY tak mau punya musuh besar," ujarnya.

Dalam hal ini, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri belum memutuskan sikap final, apakah bergabung dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atau tetap menjadi oposisi. Internal DPP PDIP saat ini, menurut wacana yang berkembang, terpecah menjadi tiga kelompok. Ada yang ngotot oposisi, ada yang mendorong berkoalisi, dan ada yang sepakat koalisi dengan catatan. Kelompok terakhir itu bersedia menerima opsi koalisi asalkan pos kementerian yang diberikan bernilai strategis.

Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan, PDIP tentu tidak mau 'dibayar murah'. Ada aspek-aspek strategis kepentingan partai yang menjadi pertimbangan serius. "PDIP pasti mengincar pos-pos kementerian yang bersinggungan dengan wong cilik," katanya.

Apakah koalisi tambun itu akan menjadi kekuatan politik yang solid bagi pembangunan ekonomi atau justru menjadi beban karena bersifat rapuh dan mudah menjadi obesitas politik? Yang jelas, demokrasi kita akan menjadi demokrasi tanpa oposisi yang sehat, sehingga cenderung menjadi demokrasi prosedural, sebuah awal dari banalitas politik yang dangkal. [mor]

2 komentar:

  1. Sayang sekali PDIP tidak konsisten dengan keinginannya untuk menjadi presiden atao oposisi

    BalasHapus
  2. Mungkin perlu ada proses "Tarbiyah" dalam kaderisasinya ya Akh...?!?

    BalasHapus