jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Selasa, 17 Agustus 2010

DPR:Sikap Konfrontatif Malaysia tak Bisa Dibiarkan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA. Anggota DPR Komisi I, Mahfudz Sidiq, menilai tindakan Malaysia melepaskan dua kali tembakan di perairan Indonesia adalah sebuah sikap konfrontasi. Pemerintah Indonesia didesak untuk segera bertindak tegas.

"Yang jelas, menurut saya, tindakan patroli Malaysia sampai menembaki kapal DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) itu bukan provokasi tapi konfrontasi," ujar Mafudz ketika dihubungi Republika, Ahad (15/08).

Menurutnya Pemerintah Indonesia harus segera mengumpulkan fakta dan bukti terkait kejadian tersebut. Lalu segera melakukan proses resmi ke Pemerintah Malaysia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

"Prosesnya bisa dalam bentuk tuntutan," tegas Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera itu. Pemerintah Malaysia harus segera meminta maaf atas peristiwa itu, mengakui nelayan Malaysia yang ditangkap memang telah memasuki wilayah Indonesia, dan segera membebaskan petugas DKP Provinsi Kepulauan Riau yang ditangkap oleh mereka.

Dari kejadian Jumat (13/08) lalu itu, kapal patroli Malaysia sudah seharusnya dipersalahkan. Kapal dan awak patroli itu telah melakukan tiga kesalahan sekaligus. Yaitu, memasuki wilayah perarian Indonesia, melepaskan dua kali tembakan, dan menangkap secara paksa aparat Pemerintah Indonesia.

Menurut Mahfudz, secara logika kapal patroli DKP merupakan jenis kapal bermotor kecil, sehingga tidak mungkin sampai di wilayah Malaysia. Penangkapan terhadap tujuh nelayan Malaysia yang mereka lakukan juga sudah berdasarkan Undang Undang, karena Malaysia sudah melakukan illegal fishing.

Meskipun, tidak ada tanda yang jelas di perairan itu menunjukan batas antara Malaysia dan Indonesia. Seharusnya kapal nelayan Malaysia yang cenderung besar sudah memiliki alat navigasi yang memadai.

Sehingga jarak batas yang diukur dari bibir pantai sudah bisa diketahui. "Nelayan biasanya memang sudah paham. Kalau memang ingin nakal ya suka melewati seperti itu. Semakin ketengah perarian, ikan makin bagus," kata Mahfudz.

Lebih lanjut Mahfudz mengatakan bahwa langkah ke depan, Komisi I DPR harus segera mengundang pihak yang terkait. "Saya kira Komisi I harus mengundang pihak terkait. Mulai dari Kemenlu, Kemenhan (Kementerian Pertahanan), DKP, dan kepolisian juga," ujarnya. Kejadian seperti ini sudah banyak terjadi. Tapi setiap kali hal itu terjadi, Pemerintah Indonesia cenderung toleran.

Menurut Mahfudz, permasalahan ini harus segera diselesaikan sebab, justru akan memupuk ketidaksukaan dan permusuhan antara kedua negara. "Saya khawatir ini jadi bom waktu dari hubungan kedua negara. Seharusnya kita duduk bareng dalam posisi yang sama," katanya. Indonesia harus bisa bersikap tegas agar dalam pembicaraan yang akan terjadi, Malaysia tidak memandang sebelah mata.

Seperti yang diketahui, pada Jumat (13/08), tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau (DKP Kepri) ditangkap polisi Malaysia atau PDRM (Polis Diraja Malaysia) di dekat perairan Tanjung Berakit, Bintan, Kepulauan Riau. Dalam proses penangkapan itu, patroli Malaysia sempat melepaskan dua kali tembakan. Sebelumnya petugas DKP itu telah menangkap nelayan Malaysia yang menangkap ikan di perairan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar