jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Kamis, 17 Juni 2010

Beban Berat PKS di Pemilu 2014

INILAH.COM, Jakarta. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meski tergolong partai Islam yang moncer bukan berarti langkah dalam Pemilu 2014 bakal mulus. Target menjadi tiga besar bukanlah upaya yang gampang. Persoalan ideologi menjadi salah satu hambatan klasik.

Musyawarah Nasional (Munas) II Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi momentum penting bagi partai yang berbasis muslim kota ini untuk mengukuhkan sebagai partai Islam modern. Sekaligus mengkonsolidasikan diri sehingga mampu sejajar dengan partai politik lainnya.

Persoalan klasik seperti perdebatan dan ketegangan ideologi antar organisasi massa Islam, sejatinya harus disudahi. Justru sebaliknya, PKS harus bisa duduk bersanding dengan kelompok-kelompok Islam kultural di Indonesia seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Lebih dari itu, PKS tidak lagi berkutat pada isu ke-Islaman an sich.

Hal ini disadari petinggi PKS Mahfudz Siddiq. Menurut dia, PKS tidak menjadikan Islam sebagai jualan utama. Tapi Islam ditransformasikan ke dalam partai untuk membangun kinerja dan program. “Sehingga pemikiran Islam yang dianut PKS dapat diterjemahkan secara obyektif, inklusif, dan modern,” ujarnya dalam diskusi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (15/6).

Langkah ini memang penting, karena selama 10 tahun terakhir perjalanan PKS tidak terlepas dari citra negatif mulai dari keterkaitan dengan paham keagamaan wahabi hingga didekatkan dengan gerakan Negara Islam Indonesia (NII).

“Dokumen awal PKS itu dokumen tengah. Prinsip tengah itu dari awal itu Islam yang menjadi dasar partai itu sendiri. Bahasa kita wasthiyyah atau moderat,” tambah Sekjen DPP PKS Anis Matta kepada INILAH.COM saat ditemui di ruang kerjanya di Gedung DPR, Jakarta, belum lama ini.

Hanya saja, Anis memahami tudingan yang menimpa partainya sebagai partai ekstrem kanan. Menurut dia, tudingan tersebut tentu tidak tepat. “Tapi saya bisa memahami, karena dari awal PKS dipersepsikan sebagai ekstrem kanan. Padahal tidak,” ujarnya.

Perjalanan PKS memang mengalami pasang surut. Seperti dalam dinamika Pemilu 2009 lalu, pencarian identitas PKS tampak masih menonjol. Seperti pencantuman sejumlah foto tokoh Islam di antaranya pendiri NU KH Hasyim Asy’ari dan pendiri Muhammadiyah KH Achmad Dahlan.

Manuver ini dimaknai sebagai upaya PKS untuk mendekatkan diri terhadap kelompok Islam kultural di Indonesia. Di samping itu pula sekaligus untuk menepis, PKS sebagai partai ekstrem kanan.

Walaupun dalam perkembangannya, PKS entah sengaja atau tidak, menampung sejumlah kader dari kalangan Islam kultural. Seperti figur Mukhamad Misbakhun yang juga kader nahdliyin menjadi fenomena menarik atas perjalanan PKS.

Misbakhun yang berasal dari Pasuruan, Jawa Timur sebagai basis NU tak ubahnya menjadi simbol mulai meredanya ketegangan ‘ideologi’ antara PKS dengan sejumlah kelompok Islam kultural.

Pengamat politik dari Indo Barometer M. Qodari memberi catatan terhadap PKS. Menurut dia, identitas PKS sebagai partai Islam menjadi kekuatan dan kelebihan dibandingkan partai politik lainnya. Hanya saja, menurut Qodari, partai Islam seperti PKS belum mampu menelorkan tokoh kelas satu. “Yang lahir masih sangat sektoral,” tegasnya. [mdr]


Sumber: Inilah.Com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar