jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Senin, 12 April 2010

Jurnalisme Damai Pilkada Solo

Masyarakat Solo sebentar lagi bakal menghelat hajatan penting yaitu Pilkada 2010. Menurut jadwal dari KPUD Solo, pemungutan suara rencananya digelar serentak pada 26 April 2010. Dua pasangan Cawali dan Cawawali, Joko Widodo-FX Hadi Rudyatmo atau disingkat Jo-Di (incumbent) dan Eddy Wirabhumi-Supradi Kertamenawi (Wi-Di) berkompetisi untuk menduduki tampuk kepemimpinan pemerintahan Kota Solo 2010-2015.

Sebagaimana pemilu pusat maupun Pilkada lain, hajatan Pilkada di Solo ini tidak luput dari sorotan media massa baik media lokal, regional maupun nasional. Bagi media, momentum semacam ini sangat menarik di-cover karena nilainya sangat laik media (dipublikasikan).

Sebagai bagian dari komprador demokrasi kontemporer setelah triaspolitika eksekutif, legislatif dan yudikatif, media (pers) memiliki peran yang sangat strategis dalam memantapkan dan mengembangkan nilai-nilai demokrasi termasuk dalam konteks pemilu lokal. Media tidak hanya sebagai pelacak, penyedia dan distributor informasi belaka melainkan pula sebagai desainer informasi. Media dapat berkontribusi optimal guna menyukseskan momentum Pilkada melalui ketajaman penanya. Media dinilai memiliki kekuatan dan pengaruh luas sampai batas tertentu di masyarakat melalui massifikasi informasi. Salah satu upaya yang bisa dilakukan media untuk mendukung kesuksesan Pilkada Solo 2010 adalah lewat praksis jurnalisme damai.

Kohesi Sosial

Jurnalisme damai merupakan jurnalisme modern yang berpegang pada asas imparsialitas (kebenaran) dan faktualitas (berbasis fakta) (Setiati, 2005). Jurnalisme ini menekankan pentingnya media menjadi bagian dari solusi yang secara lebih khusus media sebagai kohesi sosial. Jurnalisme damai bertujuan menghindari atau mencegah terjadinya tindak kekerasan di masyarakat. Media berupaya maksimal menghadirkan berita tidak bias yang bisa merangsang letupan konflik di masyarakat.

Jika terjadi konflik sebelum media hadir, maka media berupaya sungguh-sungguh agar keberadaannya tidak makin memperkeruh situasi. Melalui pemberitaannya, media justru bisa berperan aktif agar konflik yang terjadi bisa segera terselesaikan, minimal pusaran eskalasinya bisa direduksi. Media harus bisa menjadi penyedia forum rakyat yang efektif untuk terwujudnya kedamaian melalui lanskap konsensus-konsensus di masyarakat.

Jurnalisme damai merupakan salah satu referensi berharga bagi sejarah peradaban manusia, yakni bagaimana media mentransformasikan fakta opini maupun fakta peristiwa menjadi realitas media serta membuka peluang pada pemahaman kultur nonkekerasan (non-violence culture). Di saat yang sama, media tetap memiliki ruang untuk bebas berekspresi bagi aplikasi kerja jurnalis. Meski demikian, arah kebebasan media harus didedikasikan hanya untuk kebenaran dan keadilan. Meminjam istilah Bill Kovach dan Tom Rosentiel dalam karya terkenalnya Sembilan Elemen Jurnalisme (New York, 2001), kewajiban pertama jurnalisme adalah kepada kebenaran. Media harus loyal kepada kepentingan masyarakat luas.

Praksis jurnalisme damai ini sangat relevan diterapkan kalangan media termasuk dalam konteks Pilkada Solo saat ini. Setidaknya, ada beberapa hal menjadi pertimbangan kerelevanannya, yakni pertimbangan filosofis, sosiologis dan historis. Pertimbangan filosofis, yakni jurnalisme damai merupakan kewajiban media dalam pelaksanaan tugasnya. Bahwa salah satu fungsi media adalah korelasi, yaitu media menghubungkan antarpandangan agar terwujud konsensus positif di masyarakat. Pertimbangan sosiologis, yakni Pilkada merupakan momentum yang sangat rentan terjadinya konflik. Kesalahan teknis baik pra, saat maupun pasca-Pilkada bisa meletupkan konflik di masyarakat khususnya antarpendukung kandidat. Terlebih, heterogenisitas masyarakat Solo dari berbagai aspek baik simbol-simbol sosiologis (suku, agama, ras dan antargolongan) maupun kompleksitas kepentingan praktis bisa menjadi stimulus yang riskan sekali memicu konflik jika tidak dikelola secara baik dan benar.

Implementasi

Pertimbangan historis, yakni Solo sejak lama dikenal sebagai salah satu gudangnya pers di Indonesia. Berbagai perusahaan media lokal, regional maupun nasional, baik cetak maupun elektronik berkompetisi ketat dalam mengembangkan bisnis pers di kota dengan ikon “The Real Java” ini. Fenomena ini bisa menjadi peluang emas bagi media untuk ikut berperan mengembangkan nilai-nilai demokrasi. Solo bisa menjadi semacam laboratorium kerja media sehingga hadir Pilkada yang aman dan damai. Hatta, Solo pun bisa menjadi inspirasi dan teladan bagi penyelenggaraan ajang sejenis di daerah lain.

Untuk menghadirkan jurnalisme damai yang efektif dalam konteks Pilkada di Solo saat ini, setidaknya ada dua syarat utama yang harus dipenuhi media. Pertama, syarat nonteknis. Jurnalisme damai hanya dapat terwujud melalui kesediaan dan kapabilitas insan pers yang “berempati” pada kepentingan publik luas. Media secara sadar diri menjadi bagian dari perekatan sosial tanpa harus menanggalkan nilai-nilai profesionalitas jurnalisme yang jujur, akurat, jernih, berimbang, komprehensif, independen dan kontinu. Media tidak sekadar sebagai juru warta tetapi juga sebagai juru damai demi tegaknya integrasi dan integritas sosial di masyarakat. Posisi ini merupakan bagian dari pelaksanaan sistem tanggung jawab sosial (social responbility system) sebagaimana dianut pers Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Kedua, secara teknis, jurnalisme damai dapat diwujudkan melalui maksimalisasi produk-produk jurnalistik baik kelompok berita (news grup) maupun kelompok opini (opinion grup). Politik pemberitaan media yaitu agenda isu dan agenda framing (agenda pembobotan isu) perlu diarahkan untuk terwujudnya Pilkada yang aman dan damai namun tetap kritis konstruktif. Langkah ini sebagai katarsis politik agar terbangun opini publik secara sehat akan pentingnya Pilkada secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Selain itu, kerja sama dengan berbagai pihak perlu optimal digalang lewat simpul-simpul struktural dan kultural di masyarakat terutama dari para kandidat dan pendukungnya, partai politik, pemerintah, tokoh masyarakat, agamawan, akademisi, LSM dan stakeholders terkait. Media bisa menjembataninya melalui penyelenggaraan forum-forum publik terbatas agar tetap tercipta suasana dialogis, sejuk dan kondusif di Solo. Akhirnya penulis berharap semoga pelaksanaan Pilkada Solo 2010 berjalan aman, lancar, jujur dan adil melalui peran positif dari semua pihak, tak terkecuali dari kalangan pers melalui ranah konstruksi jurnalisme damai. Amin.


Oleh: Sri Herwindya Baskara Wijaya, Pemerhati media massa, Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UNS Solo
Sumber: Harian Joglosemar Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar