jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Rabu, 03 Maret 2010

Kesiapan Menghadapi Bencana

Kondisi cuaca yang tidak bisa diprediksi belakangan ini, sepatutnya memunculkan kekhawatiran akan terjadinya bencana. Bencana yang terjadi dan datang secara tiba-tiba sering kali membuat kita terpana dan tak bisa berbuat apa-apa. Banjir dan tanah longsor yang menimpa wilayah Bandung menyebabkan terengutnya banyak nyawa dan harta benda.

Dalam skala nasional, wilayah rawan bencana di Indonesia memang cukup luas. Tidak hanya ancaman banjir dan tanah longsor, negara ini mempunyai daerah potensi bencana yang terletak di sepanjang jalur gunung berapi yang melintang di Pulau Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi.

Meskipun demikian, kesadaran masyarakat akan hal ini masih rendah. Karena keserakahan manusia sendiri bencana menjadi makin kerap terjadi. Banjir dan tanah longsor misalnya, terjadi akibat sumber resapan air yang tidak terjaga. Ini sebagai dampak parah dari penggundulan hutan, penebangan pohon di sana-sini serta sistem sanitasi yang buruk.

Contoh kecil, pembukaan kawasan industri di kawasan pegunungan di Kabupaten Karanganyar yang notabene merupakan daerah resapan air, ternyata berdampak makro bagi wilayah sekitarnya. Juga penanganan terhadap ancaman banjir Bengawan Solo yang kini menjadi langganan, rupanya belum teridentifikasi secara maksimal oleh masyarakat dan Pemerintah Kota Solo.

Mitigasi

Sayangnya penelitian dan tanggap darurat bencana juga belum banyak dilakukan. Indonesia juga belum lama memiliki sistem peringatan dini menghadapi bencana. Selama ini, yang dimiliki Indonesia hanya peta potensi bencana. Peta tersebut belum tergabung dengan peta risiko bencana. Oleh karenanya sikap tanggap akan adanya bencana alam yang mungkin terjadi, mutlak diperlukan.

Masyarakat perlu mulai mengenali dan memahami potensi bencana di wilayahnya masing-masing. Informasi berhubungan dengan cuaca menjadi penting dicermati sehubungan dengan pemahaman dan antisipasi kondisi alam secara teoretis dan logis. Sosialisasi tentang bahaya bencana nantinya diharapkan mampu menggerakkan masyarakat agar turut andil dalam mengatasi permasalahan tersebut.

Oleh karenanya, cara-cara penyelamatan diri dan evakuasi korban juga perlu dikuasai. Pengenalan terhadap situasi bencana menjadi sangat penting, karena akan sangat membedakan perlakuan dan penyikapan terhadap bencana dibandingkan jika tidak tahu sama sekali. Dalam situasi bencana, perbedaan ini akan tampak sangat kontras berupa banyak atau sedikitnya korban jiwa dan harta yang terbuang percuma.

Motivator

Untuk menumbuhkan sikap tanggap bencana, pemerintah dalam hal ini pihak-pihak terkait harus menjadi motivator penggerak awal kesadaran tersebut. Pertama, Pusat Penyuluhan Sosial (Puspensos) bisa dimanfaatkan untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat dalam berbagai bidang. Institusi ini bertugas secara terpadu mendiseminasikan informasi yang terkait dengan pembangunan kesejahteraan sosial. Salah satunya dengan program tanggap bencana. Usaha sosialisi tentang bahaya bencana, bisa dilakukan dengan membuat pamflet tentang bahaya banjir, tanah longsor, gunung meletus dan lainnya, atau membuat film durasi pendek yang menerangkan bahaya bencana.

Pemerintah juga perlu mengembangkan Pusat Riset Pemerintah Nasional Mitigasi Bencana dan Pusat Mitigasi Bencana Lingkungan. Pusat ini menjadi embrio bagi terbentuknya Badan Penanggulangan dan Mitigasi Bencana Alam dan Lingkungan Nasional yang bersifat permanen dan tidak hanya bersifat penanggulangan, tetapi juga upaya pencegahan dan minimalisasi korban. Badan ini bisa mulai menyusun teknik mitigasi menyeluruh untuk meminimalkan dampak bencana multibahaya.

Bencana multibahaya adalah bencana yang terjadi berbarengan pada satu wilayah. Contohnya gempa bumi yang disertai ancaman letusan gunung api, longsor dan banjir, yang rawan terjadi di jalur gunung api. Karena itu, teknik mitigasi menyeluruh diperlukan untuk meminimalkan dampak bencana multibahaya tersebut. Kegiatannya melibatkan pemodelan risiko bencana, penyusunan peta risiko dan berikut manajemennya.

Sebelum terbentuknya Badan Penanggulangan Mitigasi Bencana Alam Nasional, pemerintah hendaknya meningkatkan koordinasi antarinstansi guna melakukan tanggap darurat bencana alam dan lingkungan oleh ulah manusia. DPR juga perlu meminta pemerintah segera memprioritaskan pembuatan Rancangan Undang-Undang tentang Bencana Alam, yang antara lain mengatur pembentukan badan tersebut, sistem peringatan dini serta pembangunan kapasitas baik peneliti dan masyarakat dalam mitigasi bencana.

Selain itu, diperlukan juga sebuah badan khusus yang memiliki kredibilitas tinggi dalam pencarian dana bencana. Pengelolaan dana bencana harus dilakukan secara transparan, dengan melibatkan unsur-unsur profesional termasuk masyarakat.

Pemetaan

Maka diperlukan adanya suatu pemetaan ruang lingkup sosial budaya mengenai kondisi masyarakat di wilayah bencana, sebelum dan pascabencana. Pemetaan tersebut meliputi kondisi sosial, praktik ekonomi, dan karakter budaya masyarakat setempat serta institusi (lembaga) yang menjadi agensi sosial di dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat.

Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah kepentingan bersama, kita berharap berkurangnya korban nyawa dan kerugian harta benda. Dan yang terpenting dari manajemen bencana ini adalah adanya suatu langkah konkret dalam mengendalikan bencana sehingga korban yang tidak kita harapan dapat terselamatkan. Upaya pemulihan pascabencana pun dapat dilakukan dengan cepat.

Pengendalian itu dimulai dengan membangun kesadaran kritis masyarakat dan pemerintah atas masalah bencana alam. Perlu juga menciptakan proses perbaikan atas pengelolaan bencana, penegasan untuk lahirnya kebijakan lokal yang bertumpu pada kearifan lokal yang berbentuk peraturan nagari, dan peraturan daerah atas manajemen bencana.

Yang tak kalah pentingnya dalam manajemen bencana ini adalah sosialisasi kehatian-hatian terutama pada daerah rawan bencana. Meskipun membutuhkan waktu lama, langkah tersebut mutlak diperlukan untuk mencegah bencana yang mengancam setiap saat.


Oleh: Catur Wiyogo, Pemerhati masalah sosial, bergiat di Kajian Sosial Budaya Andrasmara Surakarta
Sumber: Harian Joglosemar Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar