jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Kamis, 15 Oktober 2009

RUU KESEHATAN: Penghilangan Ayat Diragukan Soal Teknis


Jakarta, Kompas. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera meragukan bahwa hilangnya Ayat (2), yang mengategorikan tembakau sebagai zat adiktif, dalam Pasal 113 Rancangan Undang-Undang Kesehatan merupakan kesalahan teknis belaka.

Anggota Komisi IX DPR 2004-2009 dari F-PKS, Zuber Safawi, menduga penghilangan itu dilakukan secara sengaja oleh pihak-pihak tertentu.

”Penghilangan pasal itu, kalau hanya persoalan teknis, saya sulit memahami. Menghilangkan pasal itu pasti ada upaya,” kata Zuber, Kamis (15/10).

Namun, sampai saat ini Zuber mengaku belum bisa menerka-terka pelakunya. Mengingat, dalam rapat-rapat di DPR, Pasal 113 itu tidak ada yang memperdebatkan. Demikian pula dalam rapat tim perumus ataupun tim sinkronisasi. Dia juga tidak yakin hal ini dilakukan oleh pihak sekretariat komisi.

Atas dasar itu, Zuber mendesak pemerintah untuk melakukan pengusutan kasus tersebut.

Skandal Legislasi

Indonesia Parliamentary Center (IPC) dalam pernyataan pers yang diterima Kompas mengategorikan kasus ini sebagai skandal legislasi. Persoalan ini muncul tidak terlepas dari kejar tayang pengesahan RUU oleh DPR 2004-2009 sehingga rentan diintervensi berbagai kepentingan karena pengawasan publik sangat minim.

Atas dasar itu, Ahmad Hanafi dari IPC mendukung sikap Presiden untuk mengusut tuntas pelaku penghilangan ayat dan meminta unsur pimpinan DPR serta kepolisian untuk menindaklanjuti kasus itu, tidak hanya mengembalikan ayat yang hilang.

IPC juga mendorong DPR baru untuk mendokumentasikan setiap tahapan legislasi dalam bentuk risalah sidang yang bisa segera diakses publik.

Secara terpisah, mantan Ketua DPR Agung Laksono mempersilakan pihak berwenang untuk memeriksa kemungkinan adanya kesengajaan dalam penghilangan ayat di RUU Kesehatan tersebut. ”Kalau ada (kesengajaan), memang keterlaluan,” ujar Agung.

Dari hasil klarifikasi ke Sekjen DPR, menurut Agung, Sekjen DPR Nining Indra Saleh telah mengakui kesalahan teknis terjadi di Sekretariat Komisi IX dan kemudian sudah diperbaiki.

Mantan anggota Panitia Kerja RUU Kesehatan dan anggota Southeast Asia Tobacco Control Alliance, Hakim Sorimuda Pohan, mengatakan, pengaturan mengenai tembakau dalam RUU melalui perjuangan berat para pemerhati kesehatan.

Upaya memasukkan tembakau sebagai zat adiktif gagal pada pembahasan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992. Saat itu hanya

psikotropika dan narkotika yang dimasukan sebagai zat adiktif. Tak mengherankan jika kemudian hilangnya ayat tentang tembakau sebagai zat adiktif menimbulkan kecurigaan masyarakat. (SUT/INE)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar