ADA yang menarik jika mengamati percaturan politik nasional akhir-akhir ini. Politik pencitraan atau bisa diistilahkan political marketing menjadi salah satu gaya khas para politikus. Sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang melakukan politik pencitraan berhasil mendongkrak popularitas sehingga kembali terpilih menjadi presiden.
Tradisi politik citra di Indonesia berkembang pesat setelah bergulirnya reformasi yang memberikan ruang bagi media. Tidak heran banyak bermunculan lembaga survei dan iklan politik di berbagai media massa ketika reformasi melahirkan pemilihan langsung presiden ataupun kepala daerah. Gambaran itu makin sering terlihat dalam proses politik yang hangat seperti dalam pilkada. Fenomena politik citra ini tidak bisa lepas dari strategi pemasaran untuk mendongkrak suara atau menutupi sebuah kebusukan politik.
Membangun citra dalam dunia politik penting karena terkait dengan kosntituen. Bahkan, menjadi faktor utama bagi politikus atau sebuah partai untuk mencapai tujuan politiknya. Tidak mengherankan citra politik seringkali tidak berdasarkan pada realita. Dinamika politik belakangan beranggapan bahwa citra lebih penting daripada realitas yang membentuknya.
Demi marketing politik, dana yang dikucurkan melambung gila-gilaan. Bahkan, dalam beberapa catatan disebutkan belanja iklan politik di seluruh Indonesia tahun 2009 mencapai Rp 8 triliun-Rp 10 triliun.
Citra Positif
Apa yang terjadi menunjukkan meningkatnya kesadaran spin doctor -orang-orang yang berperan membentuk citra positif di balik parpol, akan pentingnya penerapan prinsip-prinsip marketing dalam aktivitas kampanye mereka. Meski akhir-akhir ini digugat banyak orang, politik citra jalan terus. Politik citra ibarat sebuah trik sulap. Sesuatu yang sederhana bisa menjadi tontonan yang mengagumkan.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan salah satu fenomana partai yang menarik dalam hal pencitraan. PKS adalah salah satu dari partai baru yang sukses mendongkrak suara dari menjual citra (marketing politic). Ketika masih bernama Partai Keadilan, dalam Pemilu 1999, mendapat suara 1,5 persen. Dalam dua pemilu terakhir, perolehannya naik signifikan.
Pertanyaannya, mengapa PKS bisa sesukses itu? Walaupun tidak lolos electoral treshold dalam Pemilu 1999, kader partai itu sangat gigih dalam melakukan konsolidasi dan sosialisasi partai kepada masyarakat, terutama dengan berbagai kegiatan sosialnya. PKS juga berhasil membangun citra sebagai partai yang punya komitmen terhadap pembentukan pemerintahan yang bersih. Pada 1999-2004 PKS besar bukan karena identitas keislamannya melainkan identitas moral yang universal
Tidak heran jika pengamat politik dan dosen dari The Australian National University Canberra Doktor Greg Fealy menyebutkan bahwa apa yang diperoleh PKS bukan hanya karena perkembangan partai yang sangat pesat dalam hal keanggotaan dan perolehan suara dalam pemilu melainkan juga karena partai itu menawarkan pendekatan baru dan berbeda dalam politik Islam.
Pendekatan baru tersebut antara lain: Pertama; tidak seperti partai-partai Islam yang lain, PKS mengambil sumber inspirasi ideologi dan organisasi utamanya dari luar dan menjadikan pemikiran Ikhwanul Muslimin di Mesir sebagai model acuan. Kedua; PKS adalah satu-satunya partai kader yang murni dalam politik Indonesia saat ini.
PKS memiliki proses rekrutmen yang khusus dan ketat, pelatihan, dan seleksi anggota yang dapat menghasilkan kader dengan komitmen dan disiplin tinggi.
Ketiga; PKS adalah satu-satunya partai yang memiliki jaringan sosial yang luas dan efektif. Program-program sosial itu antara lain, bantuan emergensi bagi korban bencana alam. Apabila partai lain melakukan aktivitas sosial terbatas menjelang pemilu, PKS menjadikan program sosialnya sebagai bagian dari pengabdian kepada masyarakat.
Keempat; PKS menjadikan moralitas dalam kehidupan publik sebagai program utama politik. Pencitraan model PKS ini memang lebih terasa karena ada faktor ideologis dan kepentingan pasar yang terakomodasi. Bukan semata-mata menjual produk berupa profil aktor politik disertai slogan-slogan melainkan berhasil menjelaskan manfaat apa yang dapat diberikan oleh parpol atau aktor politik tersebut bagi calon pemilih. (10)
Oleh: Andi Rahmat, anggota DPR, fungsionaris PKS
Sumber: Suara Merdeka Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar