Sukoharjo (Espos). Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) mencatat kasus chikungunya pada awal tahun ini naik 85% dibanding pada awal tahun lalu yaitu dari yang hanya 14 kasus melonjak menjadi 98 kasus.
Dengan kondisi itulah, DKK akhirnya menerbitkan surat kewaspadaan yang ditujukan kepada 12 kecamatan. Dalam surat peringatan kewaspadaan tersebut, kecamatan selanjutnya meneruskannya lagi hingga ke tingkat kelurahan.
Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Penyakit Menular (P2M) DKK, Rustiningsih menjelaskan, kasus chikungunya saat ini memang sedang merebak. ”Berdasarkan catatan kami, kasus chikungunya memang melonjak tajam. Banyak faktor yang menjadi penyebab sehingga kami terbitkan surat kewaspadaan agar masyarakat segera membuat langkah antisipasi,” jelas Rustiningsih, Selasa (9/2).
Mengacu kepada catatan DKK, kasus chikungunya yang tercatat pada sampai bulan keempat 2009 lalu sebanyak 14. Namun demikian, jumlah tersebut melonjak tajam pada tahun ini menjadi sebanyak 98 kasus. ”Jadi berdasarkan catatan kami, kasus chikungunya pada bulan keempat tahun ini naik menjadi 98 kasus. Nah, apabila jumlah ini dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun lalu kenaikannya memang luar biasa,” jelasnya.
Terkait timbulnya chikungunya, Rustiningsih menambahkan, disebabkan oleh banyak faktor. Selain faktor alam yaitu datangnya musim hujan, perilaku masyarakat yang salah juga turut mempengaruhi.
”Berkali-kali kepada masyarakat kami imbau supaya rajin melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk atau PSN. Nah, PSN ini tidak boleh dilakukan hanya satu kali dalam satu bulan melainkan terus-menerus sampai minimal tiga bulan. Kenapa, tiga bulan itu kan sama dengan masa hidup nyamuk,” jelasnya.
Akan percuma, sambung Rustiningsih, apabila PSN hanya dilakukan satu kali dalam satu bulan. ”Kalau satu bulan, PSN-nya hanya sekali tidak efektif sama sekali. Percuma malah kalau boleh saya bilang,” tandasnya.
Selain PSN yang kurang optimal, Rustiningsih menambahkan, kesadaran masyarakat yang meningkat tentang chikungunya juga penjadi faktor penting yang tidak bisa dilupakan. ”Dulu chikungunya itu kan tidak populer sehingga banyak masyarakat yang belum mengenal dan tidak melaporkan. Seiring dengan kesadaran masyarakat yang meningkat, akhirnya banyak kasus yang terlaporkan,” jelas dia.
Sebelumnya, anggota komsi IV, M Samrodin menjelaskan, pihaknya menerima banyak pengaduan dari masyarakat tentang rumit dan mahalnya fogging. ”Masyarakat banyak yang mengeluh mahalnya obat fogging di Puskesmas. Padahal setahu saya obat itu kan gratis. Oleh sebab itu kami harap DKK bisa lebih cermat mengawasi distribusi obat untuk fogging,” tandasnya.
Sumber: Solopos Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar