jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu
Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..
Senin, 24 November 2008
Masyarakat sudah Cerdas Nilai Iklan Politik
JAKARTA--MI. Ketua MPR Hidayat Nurwahid menilai masyarakat Indonesia saat ini sudah semakin cerdas dalam menilai berbagai iklan politik yang mulai ramai menghias layar kaca televisi dan substansi iklan-iklan tersebut nantinya akan ditagih masyarakat.
"Masyarakat akan menilai apakah prilaku mereka yang beriklan itu benar-benar sesuai dengan apa yang diiklankan di media massa tersebut," katanya kepada pers di Gedung MPR/DPR Jakarta, Jumat (21/11).
Apabila ternyata yang diiklankan tersebut tidak sesuai dengan fakta-fakta di lapangan, menurut Hidayat, hal tersebut justru akan menjadi bumerang. "Percayalah masyarakat tidak akan memilih orang-orang itu jika faktanya tidak sesuai dengan isi iklan. Itu justru merugikan mereka sendiri yang telah mengeluarkan ratusan juta rupiah untuk beriklan," katanya.
Ketua MPR yang kini kembali mencalonkan diri sebagai caleg PKS dari Dapil Jateng V itu mengakui bahwa iklan merupakan sarana yang cukup efektif dalam meraih dukungan masyarakat. Namun dia juga menyatakan saat ini belum merasa perlu untuk beriklan dan masih banyak strategi lainnya yang bisa dilakukan.
Di tempat terpisah Direktur Eksekutif Lembaga Riset Indonesia Johan Silalahi mengatakan bahwa pihaknya menyayangkan sudah gencarnya sejumlah capres, seperti Megawati dan Yudhoyono, beriklan pada saat ini dengan intensitas yang tinggi.
Menurut dia, saat ini masih terlalu dini untuk memulai sebuah pertarungan dengan memasang iklan di berbagai televisi karena kompetisi yang sesungguhnya baru dimulai setelah pemilu legislatif pada April 2009.
Ditegaskannya pula bahwa dana-dana yang sangat besar untuk beriklan itu biasanya berasal dari kantong pengusaha yang memberikan sumbangan kepada para kandidat presiden dan mereka akan meminta imbalan yang besarnya berlipat-lipat dari modal yang telah dikeluarkan saat capres yang didukungnya menang.
"Dalam kondisi seperti itu, kita tentunya prihatin karena uang yang digunakan untuk kampanye secara jor-joran itu pada dasarnya adalah uang rakyat juga," katanya.(Ant/OL-02)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar