jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Senin, 24 November 2008

Perspektif dan Prospek Partai Islam



Partai-partai yang berasas Islam sejak pemilihan umum (pemilu) pertama di Indonesia tahun 1955 telah menjadi salah satu kelompok kekuatan politik utama di samping partai-partai yang berasas Pancasila dan berideologi lainnya, seperti sosialis. Prospek partai-partai Islam dalam tulisan ini adalah partai yang berasas Islam dan mencantumkan asas Pancasila, tetapi konstituennya berbasis pada anggota/massa organisasi Islam, seperti Muhammadiyah untuk Partai Amanat Nasional (PAN) dan Nahdlatul Ulama untuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Adapun Partai-partai yang berasas Islam adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Matahari Bangsa (PMB), dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU). Dalam platform politik, partai-partai Islam itu dapat dikategorikan sebagai partai tengah kanan, yaitu sebagian partai dalam perjuangan politiknya menjadikan ajaran Islam sebagai sumber inspirasi dan etika serta sebagian lagi dengan berpedoman pada prinsip-prinsip Islam memperjuangkan terwujudnya nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Perjuangan partai Islam
Perjuangan partai-partai Islam pada pemilu pertama tahun 1955 begitu gigih terutama yang dilakukan oleh Partai Masyumi. Hasilnya Masyumi menang di 10 daerah pemilihan (dapil) termasuk Jakarta Raya dari 15 dapil yang ada dan menguasai 20,92 persen suara pemilih. Masyumi bersama dengan Partai NU, PSII, Partai Perti, dan partai-partai kecil lainnya yang berbasis Islam berhasil mencapai 43,71 persen pemilih.

Kelompok lainnya mendapatkan 46,86 persen terdiri dari PNI dan IPKI yang berhaluan nasionalis, berideologi sosialis seperti PSI dan berhaluan komunis seperti PKI serta partai-partai kecil lainnya yang pluralis. Keberhasilan partai-partai Islam pada pemilu pertama itu dimungkinkan oleh beberapa faktor.

Pemerintah RI pada waktu itu memberikan kebebasan sepenuhnya kepada setiap partai mengusung suatu ideologi yang selanjutnya diperjuangkan untuk menjadi dasar negara dalam perdebatan dan perumusan Undang-Undang Dasar yang permanen pada lembaga Konstituante yang dibentuk setelah pemilu. Kondisi itu dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para pemimpin/tokoh Islam dalam menarik pemilih-pemilih yang ber agama Islam terutama di luar Jawa.

Sejarah mencatat perjuangan partai-partai Islam di Konstituante untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara dalam UUD yang akan dibuat tidak berhasil. Perjuangan ideologis partai -partai Islam selanjutnya meredup, dalam artian tidak lagi berusaha menjadikan Islam sebagai dasar negara, tapi sebaliknya telah menerima Pancasila sebagai dasar negara.

Perjuangan selanjutnya mengawal agar undang-undang yang dibuat di DPR, seperti UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan/atau peraturan-peraturan yang dikeluarkan eksekutif agar tidak bertentangan dengan syariat Islam. Pada pemilu 1971 pengaruh Masyumi sudah hilang karena dibubarkan oleh Presiden Soekarno melalui Keppres No 128 Tahun 1960 dan begitu kuatnya mesin politik Orde Baru yang terwujud dalam Golkar. Partai-partai Islam yang terdiri dari empat partai, yakni NU, PARMUSI (sebagai partai baru yang menampung mantan anggota/pengikut Masyumi) PSII dan Perti hanya mendapatkan 27,12 persen suara pemilih.

Pada pemilu berikutnya, tahun 1977 dan1982, keempat partai Islam itu pada 1973 bergabung menjadi satu dengan nama Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Perolehan partai Islam (PPP) sebesar 29,29 persen, selanjutnya turun ke titik terendah yaitu 15,98 persen pada pemilu 1987. Namun, pada pemilu-pemilu selanjutnya mengalami kenaikan, yakni pada 1992 sebesar 17,01 persen, 1997 22,43 persen, 1999 37,54 persen, dan 2004 mencapai 38,33 persen.

Kenaikan yang signifikan (lebih dari 15 persen) pada 1999 karena beberapa faktor. Di antaranya muncul partai-partai Islam yang baru yaitu Partai Keadilan( PK), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Bintang Reformasi(PBR), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai kebangkitan Bangsa (PKB). Begitupun pada pemilu 2004, dua partai Islam yakni PKB dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendapatkan suara pemilih yang signifikan dengan menguasai masing-masing dapil Jawa Timur dan Jakarta Raya.

Peningkatan perolehan suara pemilih itu disebabkan antara lain sebagai hasil dari perubahan tema-tema kampanye yang disuarakan oleh partai-partai Islam, seperti PKS dengan temanya bersih dan peduli dan tidak lagi semata-mata bernuansa ideologis seperti menuntut diberlakukannya Piagam Jakarta, tapi sudah mencakup (malahan dominan) isu-isu aktual, seperti masalah pemberantasan korupsi, penyediaan lapangan kerja, dan penegakan hukum.

Prospek partai Islam
Pada pemilu yang akan dilaksanakan April 2009 untuk memilih calon-calon anggota legislatif (caleg), partai-partai Islam masih mempunyai prospek meningkatkan perolehan suara pemilih walaupun peserta pemilu ada 38 partai. Prospek itu didukung oleh kenyataan bahwa hampir semua partai Islam mempunyai konstituen yang setia dan solid, tidak banyak terpengaruh oleh munculnya partai-partai baru yang bernuansa nasionalis sekuler.

PPP mempunyai pemilih yang tradisional, seperti masyarakat Betawi di Jakarta dan masyarakat Muslim di kota-kota kecil dan perdesaan yang melihat gambar Ka'bah sebagai lambang PPP mempunyai tarikan/perasaan tersendiri bagi mereka. PKS dengan kader-kadernya berpendidikan menengah tinggi di perkotaan terkenal dengan kesetiaan/soliditas terhadap partai disertai vitalitas kegiatan/perjuangan mereka mengibarkan panji-panji partai dengan tema-temanya yang menarik, yakni bersih, peduli, dan profesional.

Citra PKS sebagai partai yang bersih dengan kader/calegnya sampai sekarang belum terdengar/terbaca/terlihat melakukan praktik korupsi, menerima sogok, dan sejenisnya disertai tema kampanye yang menarik diperkirakan akan menarik pemilih yang mengambang (swing voters). PKB akan tetap mendapatkan suara pemilih dari warga pesantren yang tersebar di Jawa, terutama di Jawa Timur, sebagaimana juga diharapkan oleh PKNU.

Begitupun PMB yang mengharapkan suara pemilih datang dari anggota/simpatisan Muhammadiyah terutama kaum mudanya yang tersebar di seluruh Indonesia, sebagaimana juga harapan PAN. Mengenai PBB dan PBR perolehan suaranya tidak begitu berubah secara signifikan dari perolehan pada pemilu 2004.

Selain menyandarkan dan mengharapkan dari pemilih-pemilih tradisional, prospek penambahan perolehan suara partai-partai Islam pada pemilu nanti akan dipengaruhi/ditentukan juga oleh figur-figur yang akan diusung sebagai capres dan cawapres untuk pemilihan presiden nanti. Kesepakatan partai-partai Islam untuk bersatu memunculkan capres/cawapres sebagai calon alternatif dari calon-calon yang telah ada perlu dipertimbangkan secara serius, terutama untuk menarik swing voters.


Penulis: Aiyub Mohsin, Pengamat Politik/Dosen FISIP Unas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar