VIVAnews. Besarnya anggaran pembangunan gedung Dewan Perwakilan Rakyat memantik kontroversi. Untuk membangun gedung berlantai 36 itu dianggarkan Rp1,138 triliun.
Selain itu, yang menjadi sorotan adalah anggaran untuk membangun ruang kerja sebanyak 560 anggota dewan. Untuk satu ruang anggota DPR dianggarkan dana Rp800 juta. Besaran itu, belum termasuk interior dan fasilitas pendukung lainnya.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta anggaran pembangunan gedung baru DPR dievaluasi. Karena, nilai itu dinilai tidak logis.
"Kita bisa evaluasi anggarannya, kenapa bisa sampai Rp800 juta. Itu kan seharga rumah sedang, sama dengan renovasi rumah dinas di Kalibata yang pernah dikatakan kemahalan itu," kata ketua Fraksi PKS, Mustafa Kamal di Jakarta, Sabtu 26 Maret 2011.
"Jadi, itu memang secara logis sulit diterima akal sehat masyarakat."
Mustafa meminta Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR sekaligus Ketua DPR, Marzuki Ali, bersikap terbuka dalam pembangunan gedung baru ini. Marzuki, kata dia, harus menjelaskan anggaran itu secara gamblang kepada masyarakat. "Dia harus tampil di depan untuk menjelaskan tidak dilempar-lempar," kata dia.
"Institusi ini harus bersifat dingin, dia harus bisa merepresentasikan lembaga secara utuh dan menjadi jubir DPR. Itulah ketua DPR, kalau tidak siap menjadi juru bicara DPR (berarti) tidak siap jadi ketua DPR."
Lantas, mengapa PKS sendiri juga menyetujui anggaran sebesar itu? Menurut Mustafa, PKS merupakan partai terakhir yang memberikan persetujuan. "Kalau semua sudah setuju, ya mau bagaimana lagi. Kami yang terakhir, boleh dicek saat rapat itu," kata dia.
Mustafa mengaku selamA ini PKS tidak pernah diajak bicara mengenai anggaran pembangunan itu secara terperinci. "Seringkali kita diajak bicara hanya pada saat sudah jadwalnya mepet, biasanya hanya dimunculkan gambaran umum tidak rinci, hanya besaran umum saja tak ada rinciannya," kata dia.
Oleh karena itu, meskipun telah disetujui, PKS meminta kepada pimpinan DPR untuk melakukan evaluasi ulang anggaran tersebut. "Kalau memang ada masukan-masukan masyarakat yang konstruktif kenapa tidak kita evaluasi ulang kesepakatan yang sudah ada. Ini tugas ketua BURT. Beliau jangan pernah menutup diri terhadap masukan masyarakat," kata dia.
"Tidak ada istilah terlambat. Bisa dikoreksi, semua mungkin."
Sumber: VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar