jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Rabu, 31 Maret 2010

Gubernur tolak perwakilan Bupati Sukoharjo dalam forum pembangunan

Solo (Espos). Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Bibit Waluyo menolak pemaparan perwakilan Bupati Sukoharjo, Bambang Riyanto, dalam Forum Pengendalian Pelaksanaan Pembangunan Kabupaten/Kota tahun 2009/2010 se-Soloraya, di Pendapi Gede, Balaikota, Selasa (30/3).

Gubernur menyayangkan ketidakhadiran Bambang Riyanto, karena menurut dia tanggung jawab pelaksanaan pembangunan berada di tangan kepala daerah di kabupaten/kota bersangkutan. Asisten III Bidang Pembangunan Pemkab Sukoharjo, Slamet Sanyoto, yang hadir mewakili Bambang pun harus turun dari mimbar sesaat setelah menyampaikan salam pembuka dan meminta izin mewakili bupati. Gubernur dengan isyarat tangan meminta Slamet kembali ke tempat duduknya.

“Forum ini forum pertanggungjawaban. Bukan forum tanggung menjawab. Tanggung jawab itu ada di pejabat, bukan untuk didelegasikan. Itu bukan sikap pimpinan,”
tandas Gubernur, dihadapan peserta forum.

Dalam forum tersebut, para bupati/walikota dari enam kabupaten dan satu kota di dalam wilayah Soloraya menyampaikan paparan mengenai pelaksanaan pembangunan sepanjang tahun 2009 di wilayah masing-masing.

Selain itu, para kepala daerah kota/kabupaten juga menyajikan program-program prioritas yang menjadi poin utama pembangunan ke depan.

Forum pengendalian dan pelaksanaan pembangunan kemarin, juga menjadi ajang menyampaikan keluhan di tingkat wilayah kepada Gubernur yang datang bersama sejumlah kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Provinsi Jateng.

Slamet Sanyoto sendiri, saat berbicara di mimbar, menyebutkan Bupati Bambang tidak dapat hadir lantaran harus menghadiri koordinasi dengan Kementrian Dalam Negeri. Sedangkan Sekretaris Daerah (Sekda) Sukoharjo, Indra Surya tengah menghadiri paripuran DPRD Sukoharjo. Namun, Gubernur Bibit Waluyo menandaskan tanggung jawab penyelenggaraan pembangunan di tingkat wilayah tetap berada di tangan bupati/walikota setempat, tidak bisa diwakilkan, kendati yang bersangkutan berhalangan.

“Terserah, kalau mau melapor silakan, tidak yang terserah. Tidak ada sanksi apa-apa. Tapi ini berkaitan dengan tanggung jawab sebagai pimpinan wilayah,” sambung Bibit.

Sementara itu, masih dalam forum tersebut, Bibit mengingatkan bupati/walikota agar terus memacu pembangunan di berbagai sektor, sesuai potensi wilayah setempat.


Sumber: Solopos Online

Harmoni Gubernur dan Bupati/Walikota

Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo kembali mencak-mencak terhadap bupati yang tidak hadir dalam pertemuan yang diadakannya. Kali ini, Bibit Waluyo tak bisa menyembunyikan kekesalannya atas ketidakhadiran Bupati Sukoharjo Bambang Riyanto dalam Forum Pengendalian Pembangunan Se-Eks Karesidenan Surakarta, Selasa (30/3).
Kekesalan dan kekecewaan Bibit Waluyo dalam kasus semacam ini tidak hanya sekali. Sebelumnya, ia juga mengungkapkan emosinya karena sejumlah bupati tidak hadir di Kantor Gubernur Jateng dalam sebuah acara yang diadakan oleh Gubernur.

Sejumlah gubernur juga pernah merasakan kekesalan yang sama. Bupati/walikota yang berada di wilayah pemerintahan provinsi kadang sulit diajak koordinasi. Persoalan ini memang dipicu oleh pelaksanaan otonomi daerah (Otda) yang berubah cepat dan kebablasan. Ada fenomena ketidakharmonisan hubungan gubernur dan bupati/wali kota.

Harus diakui pula bahwa pola hubungan hierarki antara provinsi dan kabupaten/kota yang selama ini berlangsung juga berpengaruh pada percepatan pembangunan. Dan pola hierarki struktural itu bisa dipangkas sehingga menghasilkan efektivitas birokrasi. Hanya, sekarang semua persoalan provinsi-kabupaten/kota inginnya dipangkas habis dan berdiri sendiri-sendiri. Ini yang kadang menimbulkan gesekan antarprovinsi-kabupaten/kota. Padahal, pemerintahan provinsi juga merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat. Tapi banyak pemimpin kabupaten/kotamadya yang sering kali tidak menggubris kewenangan provinsi karena merasa semua dijalankan berdasar otonomi daerah.

Dulu dalam UU 22/1999, bisa dikatakan posisi gubernur sangat lemah. Tapi kemudian dalam UU Nomor 32/2004 ada sejumlah kewenangan gubernur yang dikembalikan, sehingga gubernur tetap memainkan peranan sebagai pembina, koordinator dan wakil pemerintah pusat di daerah. Dalam UU Nomor 22/1999, posisi bupati/wali kota terbilang cukup kuat, sehingga bisa menolak intervensi provinsi maupun pusat. Posisi itulah yang masih sering dibawa-bawa oleh bupati/walikota. Kita mengharapkan hubungan yang harmonis antara provinsi dan kabupaten sehingga jalannya roda pemerintahan akan nyaman demi kesejahteraan masyarakat. (***)


Sumber: Harian Joglosemar Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar