jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Selasa, 09 Juni 2009

Survei Kejar SBY-Boed Satu Putaran


INILAH.COM, Jakarta. Lagi-lagi hasil survei menjadi sorotan masyarakat. Tudingan planting information kembali menyeruak jelang Pilpres Juli mendatang. Para analis pun melihat hal ini sebagai upaya mengarahkan Pilpres agar berlangsung satu putaran.

Analis politik melihat, survei yang dilakukan LSI pada 25 hingga 30 Mei 2009 seperti sebuah planting information untuk menjustifikasi elektabilitas pasangan capres-cawapres.

Dalam survei dengan jumlah total responden sekitar 3.000 orang itu, persentase SBY-Boediono sekitar 70%, sedangkan Mega-Prabowo 18%, dan untuk JK-Wiranto 7%. Survei ini memiliki margin error plus minus 1,8 % dengan tingkat kepercayaan 95%.

Sontak saja hasil survei ini mendapat reaksi keras. Dari mulai tudingan bahwa data yang disajikan tidak valid hingga dugaan metodologi survei dan wawancara yang sudah diarahkan sebelumnya. Meski kemudian semua tudingan itu dibantah LSI.

Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli melihat ada kemungkinan terjadi planting information dalam survei-survei yang terjadi di Indonesia. “Planting information sudah dirasakan publik sejak Pilkada Jatim, dan pemilu legislatif . Pada pemilu presiden nanti, diprediksi demikian pula,” papar tokoh dari Blok Perubahan itu.

Planting information memang menjadi kekhawatiran banyak pihak. Planting information intinya menggunakan survei untuk mendorong popularitas dan memenangkan pemilihan.

Pengamat politik UI Nur Iman Subono melihat, kampanye lebih cepat satu putaran dalam survei terbaru LSI, dianggap sebagai tindakan berlebihan. Dalam pilpres ada tiga komponen yang bisa mengubah konstelasi dan peta politik.

Pertama adalah para pemilih yang tidak memutuskan untuk memilih alias golput. Kedua, pemilih pemula yang biasanya bukan kelompok masyarakat yang loyal terhadap kelompok tertentu.

"Ketiga swing voter. Nah, tiga kelompok ini yang tidak bisa dideteksi oleh berbagai lembaga survei. Jadi berbagai kemungkinan masih terus akan terjadi," kata dosen Fisip-UI itu.

Ia berpendapat, jika pilpres berjalan jurdil, bersih dan bermartabat, hampir pasti terjadi dua putaran sebab kubu incumbent (SBY-Boediono) maupun lawan-lawannya (JK-Wiranto dan Mega-Prabowo), kini dalam posisi saling mengimbangi dan saling berkejaran.

Dengan pilpres yang jurdil, bersih dan bermartabat, tak mudah bagi sang incumbent menang satu putaran, kecuali dengan metode planting information yang sempurna.

Direktur Lingkar Studi Madani, Ray Rangkuti menegaskan, pasangan SBY-Boediono memang memiliki keuntungan sebagai incumbent. Tetapi, bekal keuntungan yang sama juga dikantongi kandidat lain seperti JK-Wiranto, sementara Mega-Prabowo kian memperluas jaringan sosialnya.

JK yang nota bene Wakil Presiden juga maju sebagai capres menggandeng Wiranto. Persaingan akan berlangsung sengit. Ray pun mengingatkan deklarasi pasangan Mega-Prabowo jangan dianggap remeh. "Pasca 1999, lautan manusia di Bantar Gebang, luar biasa," ujar aktivis anti utang ini.

Tim Sukses SBY-Boediono mengklaim, berdasarkan perhitungan awal, pasangan tersebut telah mengantungi 61,6 juta suara, yang berasal dari akumulasi suara 24 parpol anggota koalisi.

Partai Demokrat sebagai pemimpin koalisi menargetkan SBY-Boediono dapat meraup 58% suara dari total 176 juta daftar pemilih tetap (DPT), atau sekitar 102 juta suara. Dengan demikian, koalisi itu masih harus merebut sekitar 40 juta suara. Tapi klaim itu digugat banyak pihak sebab cara menghitungnya terlalu simplistis.

Dalam hal ini, Kepala Divisi Penelitian pada Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Fajar Nursahid mengakui, politik BLT, KUR, BOS, dan program populis SBY mendongkrak suara incumbent yang kembali maju ke pilpres, namun tak mutlak. "Yang penting, jangan ada kecurangan," katanya.

Para pengamat meyakini pilpres berjalan dua putaran, dimana angka golput tetap tinggi, meski sudah berkurang dibandingkan dengan pemilu legislatif lalu. Angka golput, baik yang pasif maupun aktif, juga golput yang ‘terpaksa’ karena tak bisa mencontreng lantaran tak masuk DPT, jelas berdampak pada perolehan suara para capres. [E1]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar