jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Kamis, 14 Mei 2009

Tifatul: PKS Partai yang Setia


JAKARTA, KOMPAS.com. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah partai yang setia. Semenjak dulu masih berkomitmen untuk mendukung Susilo Bambang Yudhoyono untuk maju ke bangku kepresidenan. Demikian yang dikatakan Tifatul Sembiring, Presiden PKS, yang ditemui di Gedung Dakwah PKS, Jakarta, Selasa (12/5).

Ia menerangkan, walaupun nasib partainya masih digantung oleh SBY, PKS belum mengambil tindakan untuk meninggalkan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut. "Opsi untuk mendukung JK-Win memang ada, tapi itu baru sekadar opsi. Belum ada pembahasan lebih lanjut karena belum ada kata putus dengan SBY," terang dia.

Selanjutnya, Tifatul mengatakan, pihaknya telah melayangkan undangan yang meminta SBY untuk melakukan pembicaraan dengan PKS terkait masalah pencalonan Boediono sebagai cawapres. "Kita ingin mendapatkan penjelasan langsung dari SBY, tidak ingin lewat perantara-perantara. Ditanya apa alasan SBY itu, baru bisa menentukan langkah. Kalau diibaratkan suami akan menanyakan dulu kepada istrinya, enggak mungkin kalau salah satu langsung mengepak koper. Bisa kacau nasib anak-anak nanti," katanya.

Setelah didapat hasil pembicaraan antara SBY dan PKS, langkah selanjutnya baru akan ditentukan. "Yang pasti kita tidak akan jomblo," tandas Tifatul.

SBY Lengah, PKS Dukung JK-Wiranto


Mungkin karena terlalu yakin bahwa PKS, PKB, PAN, dan PPP bisa diperlakukan bak kerbau yang dicocok hidungnya, SBY cenderung abai terhadap masukan dari teman koalisinya: cawapres mesti dari parpol! Santernya berita bahwa SBY telah memilih Boediono membuktikan kemungkinan ini.

Anis Matta, sekjen PKS, menyebut berita itu itu sebagai informasi A1, yang berarti tingkat akurasinya tinggi. Saya jadi makin ragu terhadap elektabilitas SBY, bila benar akhirnya rumusnya adalah SBY-Boediono. Mungkin malapetaka yang akan dituai oleh SBY.

Terbukti temen-temen koalisinya langsung bersikap keras. Kabarnya PKS mau melayangkan surat protes. Padahal PKS adalah partai yang santun, sehingga kalau sudah protes berarti masalahnya besar. PKB juga meminta agar Partai Demokrat ingat bahwa inti koalisi adalah Demokrat, PKS, dan PKB. Jadi PKB pun mesti diajak bicara dalam masalah ini.

Sofyan Wanandi sebagai Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga terkejut. “Ini di luar dugaan kita semua,” katanya. “Apalagi Boediono dinilai kurang baik komunikasinya dengan pengusaha.”

Dalam situasi seperti ini pasangan JK-Wiranto mungkin paling diuntungkan. Pasangan ini bisa benar-benar "WIN" (menang). Apalagi ini adalah pasangan satu-satunya yang paling cepat mengumumkan pasangan capres-cawapres. Tapi ini akan terjadi bila JK-Wiranto mampu mengelola isu ini. Kalau tidak, maka Mega atau Prabowo bisa memanfaatkannya.

Berdasarkan hasil survei terakhir, pasangan SBY-Hidayat Nur Wahid tetap yang terbaik. Mungkin karena takut sama AS, SBY tidak berani memilih HNW karena terlalu kelihatan islaminya. Semestinya sosok yang islami bisa dijadikan nilai plus, tapi bagi SBY itu adalah nilai minus.

Di samping elektabilitasnya tinggi, Hidayat juga didukung oleh partai yang merupakan partai urutan keempat, atau pemimpin partai tengah. Hidayat juga memiliki sikap kenegarawanan yang tinggi, sederhana, rendah hati, sopan, berbicaranya solutif, dan berbagai kelebihan lain. Hanya saja, "dosa besar"-nya justru karena beliau adalah "islami". Memang zaman sudah edan, kalau tidak edan tidak kebagian.

Tidak ada logika yang tepat secara teori politik, teori sosial, dan teori-teori lain untuk menolak Hidayat. Satu-satunya teori yang dipakai adalah teori paranoid terhadap Islam. Padahal yang mau berteman dengan SBY adalah partai-partai islami: PKS, PAN, PKB, dan PPP.

Tapi ternyata SBY tidak peduli. Partai-partai Islam hanya sebagai pembantu saja, tidak dihitung apa-apa. Semoga SBY menyadari hal ini, sehingga kemenangan benar-benar bisa diraih.


Oleh: Abdul Wahid, Pelajar S3 di Malaysia
Email: abdul.wahids@yahoo.com
Sumber: smsplus.blogspot.com

Mencermati 'Ancaman' PKS pada SBY


INILAH.COM, Jakarta. Sejumlah elite PKS bereaksi keras atas langkah politik SBY memilih Boediono sebagai cawapres. Mereka bahkan bersikukuh agar SBY memilih figur parpol yang mewakili umat Islam. Akankah reaksi PKS ini mengubah pendirian SBY?

Walaupun Partai Demokrat baru akan mendeklarasikan pasangan capres-cawapresnya pada 15 Mei, namun hampir bisa dipastikan SBY akan menggandeng Gubernur Bank Indonesia Boediono sebagai pasangannya. Kepastian itu telah diterima PKS dari salah seorang staf khusus kepresidenan.

Sebagian elite PKS memang bersikap realistis dengan menyerahkan sepenuhnya urusan cawapres itu kepada pilihan SBY sendiri. Namun elite PKS lainnya bereaksi keras. Sebagai salah satu partai pendukung Demokrat, mereka sempat berteriak meminta agar SBY memikirkan kembali pilihannya atas Boediono.

Internal PKS nampaknya mengalami pro-kontra atas Boediono. Menghadapi perkembangan ini, Wakil Sekjen PKS Zulkieflimansyah menyebut, PKS secara resmi belum menyikapi soal Boediono yang dipilih oleh SBY. Menurutnya, PKS baru akan membahas soal itu siang ini untuk menentukan langkah lanjutan: terus berkoalisi atau segera berpaling.

"Ini baru pemberitahuan awal. Kami akan menyikapinya setelah definitif. Ini testing the water saja dari SBY. Tentu kami akan membahasnya agar ada masukan-masukan yang dapat kami berikan ke SBY soal baik dan buruknya. Karena sebenarnya kami ingin dilibatkan dalam proses pembahasan soal cawapres ini," kata Zul.

PKS lebih memilih cawapres SBY yang dipandang mampu menjadi pendamping yang dapat mewakili umat. Betapapun, pro dan kontra partai-partai koalisi Blok Cikeas atas dipilihnya Boediono sebagai pendamping capres incumbent dari Partai Demokrat itu terus merebak.

"Kita minta (SBY) untuk memilih cawapres yang mampu mewakili umat," kata Ketua Badan Hubungan Masyarakat DPP PKS A Mabruri dengan suara nyaring. Alasannya, saat menjadi presiden, Megawati pun menggandeng Hamzah Haz, kemudian SBY menggandeng Jusuf Kalla yang notabe dari kalangan NU. "Jadi, kenapa sekarang tidak?" tandasnya.

Kalangan PKS menilai Boediono bukan dari kalangan partai, sehingga menyulitkan langkah untuk membangun koalisi kuat di parlemen. PKS memiliki tiga kriteria cawapres yang pas untuk mendampingi SBY. Salah satunya adalah, cawapres merupakan perwakilan umat.

Dahulu kombinasi nasionalis-Islamis relatif stabil seperti Gus Dur-Megawati, Megawati-Hamzah Haz, dan ketika SBY-JK, maka JK dipandang sebagai perwakilan umat. Jadi, untuk cawapres, PKS menginginkan figur yang bisa mewakili umat seperti Jusuf Kalla.

Kriteria kedua adalah berasal dari partai politik, agar mesin partai berjalan optimal. Kemudian, kriteria ketiga adalah keterwakilan wilayah Jawa-Luar Jawa yang patut dipertimbangkan.

Saat ini hanya tiga nama yang beredar kuat akan mendampingi SBY dalam Pemilihan Presiden, yakni Boediono yang saat ini Gubernur Bank Indonesia, Hatta Rajasa (politisi Partai Amanat Nasional yang jadi Menteri Sekretaris Negara), dan Hidayat Nur Wahid (mantan Presiden PKS yang sekarang Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat).

Nampaknya sosok Hatta Rajasa masih menjadi alternatif terbaik, meski posisinya mulai tersodok Boediono. Namun semua itu berpulang kepada SBY sendiri dalam menentukan preferensinya. Yang jelas, PKS sudah bereaksi dan sinyal ini tak boleh diabaikan kubu Cikeas. [P1]

Minggu, 10 Mei 2009

Pendukung SBY Inginkan Cawapres Dari Parpol


Jakarta (ANTARA News). Sejumlah partai politik pendukung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginginkan agar calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi SBY berasal dari kalangan parpol.

"DPP PPP mengusulkan cawapres diusung dari parpol pendukung koalisi," kata Suryadharma Ali seusai memimpin rapat konsultasi DPP dan DPW PPP di salah satu hotel berbintang di Jakarta, Minggu.

Suryadharma berharap agar SBY meminang cawapres dari kalangan partai pendukung koalisi dan bukan sosok profesional yang tidak memiliki dukungan politis sama sekali.

Sebelumnya, isu yang berkembang menyebutkan bahwa SBY bakal mengambil tokoh profesional sebagai calon pendamping dan salah satu kandidat untuk itu adalah Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono.

Pilihan terhadap tokoh profesional sebagai cawapres pendamping SBY itu untuk menghindari tarikan politik antara Presiden dan Wapres.

Di tempat terpisah, Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Jakfar juga mengusulkan agar pendamping SBY berasal dari kalangan parpol.

Menurut dia, jika SBY mengambil cawapres bukan dari parpol dikhawatirkan jalannya pemerintahan tidak stabil. Sebab, wakil presiden tidak memiliki basis di masyarakat.

"Kalau profesional itukan tentu tidak punya `grassroot` karena dia tidak di partai politik," ungkapnya.

Anggota Komisi III DPR ini menambahkan, salah satu fungsi parpol adalah membina dan menyalurkan kader terbaiknya untuk ditempatkan dalam suatu lembaga, baik lembaga eksekutif maupun legislatif dalam rangka memperjuangkan kepentingan bangsa yang merupakan cerminan dari sikap perjuangan partai.

"Kalau ini tidak masuk dalam perekrutan, tentu apa fungsinya kita mengkader di partai politik," cetusnya.

Pendapat yang tidak jauh berbeda juga disampaikan oleh Wakil Sekjen DPP Partai Keadilan Sejahtera Zulkiflimansyah. Dia menyatakan, presiden nantinya akan kesulitan dalam menggerakan mesin politik partai jika cawapres bukan berasal dari kader parpol.

"Tentu kami berpendapat yang bisa menggerakan mesin politik PKS tentu kalau kandidatnya adalah kader kami sendiri," tegasnya.

Pengamat politik dari Universitas Paramadina Bima Arya Sugiharto berpendapat, cawapres SBY sebaiknya tetap dari kalangan partai politik. Hal ini penting agar pemerintah bisa bersinergi dengan parlemen.

Menurut dia, hanya figur berlatarbelakang partai politik yang bisa melakukan komunikasi dan memahami politik di parlemen.

"Menurut saya mutlak calon wakil presiden dari partai politik, bagaimanapun juga peta di parlemen ini bisa berubah-ubah, ada peta politik yang menonjol di tahun 2009 peta berubah-ubah," paparnya

Riset LRI, SBY-HNW Tertinggi


JAKARTA. Pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden Jusuf Kalla dan Wiranto (JK-Win) yang diusung Partai Golkar dan Hanura berpeluang besar menyaingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang diusung Partai Demokrat pada Pilpres 8 Juli 2009.

Hal tersebut dikatakan oleh Direktur Lembaga Riset Informasi (LRI), Johan Silalahi, ketika menyampaikan hasil survei lembaganya tentang Peluang Capres dan Cawapres Menuju Pilpres Juli 2009 di Jakarta, Sabtu (9/5).Ia mengatakan, hasil survei nasional LRI yang dilakukan pada 3-7 Mei lalu menunjukkan, JK-WIN mendapatkan suara sebesar 27,6 persen atau masih di bawah SBY yang dipasangkan dengan Hidayat Nurwahid (HNW) yang memperoleh 36,2 persen. Namun, Johan memperkirakan, JK-Win menjadi pesaing berat SBY pada pemilihan presiden mendatang.

Menurut dia, peluang JK-Win cukup besar karena Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla, dan Ketua Umum Hanura, Wiranto, telah mengumumkan lebih awal pencalonan diri mereka menjadi bakal pasangan capres dan cawapres. Posisi di bawah SBY-HNW adalah SBY-Boediono (19,2 persen), SBY-Sri Mulyani (11,4 persen), SBY-Hatta Radjasa (10,2 persen), SBY-Aburizal Bakrie (8,6 persen), dan SBY-Akbar Tandjung (4,1 persen).

Menyimak hasil survei LRI, Wakil Ketua DPP PKS, Zulkieflimansyah, menilai itu tak lebih sebagai penegas tingginya daya keterpilihan (elektabilitas) HNW di mata masyarakat. ''Dari semua survei yang dilakukan, HNW memang selalu teratas dan cawapres paling populer untuk SBY,'' ujar Zulkieflimansyah kepada Republika, Sabtu (9/5).Karena itu, Zulkieflimansyah melanjutkan, jika SBY ingin memenangkan pertarungan pilpres dalam satu putaran, HNW adalah figur yang tepat menjadi pendampingnya.

Kemungkinan Berubah

Terpilihnya SBY-HNW dalam riset LRI, menurut pengamat politik dari Charta Politika, Bima Arya, tidak mengejutkan. ''Antara SBY dan HNW sama-sama memiliki pencitraan yang cukup bagus,'' katanya. ''Tidak salah jika masyarakat atau responden memilihnya.'' Bima menambahkan, jika pasangan SBY-HNW maju pada pemilihan presiden mendatang, kemungkinan besar akan mendapatkan dukungan dari masyarakat. Namun, lanjut dia, dengan adanya komunikasi politik dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), kemungkinan peta akan berubah.

Selain itu, hasil survei LRI juga mencatat bahwa capres Megawati Soekarnoputri yang dipasangkan dengan cawapres Prabowo Subianto hanya mendapat suara 19,1 persen. Sebanyak 17,1 persen responden lainnya menyatakan belum menentukan pilihannya. ''Tampaknya, duet Megawati-Prabowo akan mengalami sedikit kesulitan untuk bisa bersaing dengan SBY bila dibandingkan dengan JK-WIN,'' katanya.

Survei LRI dilakukan di seluruh provinsi dengan cara menyebarkan kuesioner pada 2.066 responden di 33 provinsi. Survei tersebut memiliki tingkat kesalahan sebesar plus minus 2,2 persen dengan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.LRI juga memprediksikan, bila pada pilpres muncul tiga nama pasangan capres/cawapres, kemungkinan besar akan ada putaran kedua pelaksanaan pemilihan presiden. "Namun, bila pada 8 Juli nanti hanya ada dua pasangan calon yang maju pada pilpres, hasil survei juga menilai bahwa pemilihan presiden akan kurang menarik," kata Johan yang juga pengamat politik tersebut.


Sumber: smsplus.blogspot.com

Mesin PKS Maksimal Jika SBY Pilih Hidayat Nurwahid


JAKARTA-MI. Mesin politik Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bisa bekerja semakin maksimal untuk memenangkan pemilihan presiden mendatang jika Susilo Bambang Yudhoyono menggandeng kader terbaik PKS, Hidayat Nurwahid, sebagai calon wakil presiden.

Hal tersebut dikatakan Wakil Ketua Fraksi PKS DPR Zulkieflimansyah saat menjadi pembicara dalama cara Dialektika Demokrasi di ruang wartawan DPR Jakarta, Jumat (8/5). Menurutnya, sekarang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sedang menghitung dengan cermat siapa yang akan menjadi kompetitornya di pemilihan presiden (pilpres) mendatang.

Menurut politisi PKS itu, prediksi figur kompetitor di pilpres akan menentukan siapa calon wakil presiden (cawapres) yang akan dipilih Yudhoyono sebagai kandidat incumbent.

"Jika (kompetitor) dinilai tidak kuat-kuat amat, maka cukup cawapres dari kalangan profesional atau non parpol," ujarnya.

Sementara PKS, ujarnya, tetap berminat agar salah satu kader terbaiknya, yakni Hidayat Nurwahid menjadi cawapres yang mendampingi SBY. Jika hal itu terwujud, mesin partai PKS akan semakin maksimal bekerja.

Ia mengatakan, secara psikologis kinerja kader-kader PKS tentu sulit maksimal jika cawapres yang digandeng SBY bukan berasal dari PKS. Kendati demikian, ia menambahkan, PKS telah berkomitmen tetap mendukung siapapun yang nantinya dipilih SBY menjadi cawapres.

Pada bagian lain, Zulkieflimansyah mengakui bahwa posisi tawar partai-partai papan tengah, seperti PKS, PKB, PPP dan PAN, relatif lemah jika dibandingkan dengan Partai Demokrat yang memenagkan pemilu lalu.

"Jelas sekarang ini posisi tawar lebih rendah dibanding Partai Demokrat yang melesat di luar dugaan," ujarnya.

Hal berbeda ditegaskan Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Jakfar yang juga menjadi pembicara dalam acara itu. Menurutnya, posisi tawar partai-partai menengah yang bergabung dengan koalisi Partai Demokrat masih cukup kuat jika melihat kualitas kader-kader Demokrat yang nantinya duduk di kursi parlemen.

"Adalah fakta bahwa di antara kader-kader Partai Demokrat yang terpilih sebagai anggota DPR itu tidak saling kenal," ujarnya.

Jika di antara sesama kader satu partai tidak saling kenal serta tidak pula melalui rekrutmen politik yang baik tetapi berhasil mendapat kursi di DPR RI, Marwan menambahkan, lalu bagaimana bisa saling bermanuver, bernegosiasi dan berkiprah politik di parlemen nantinya.

"Jadi untuk koalisi di parlemen, posisi partai-partai tengah dengan kader-kadernya yang sebagian telah berpengalaman tetap diperlukan dan posisi tawar kami tetap tinggi," katanya. (Ant/OL-01)

Terpilihnya Pasangan SBY-HNW Hasil Survei Wajar


Jakarta (ANTARA News). Terpilihnya pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) - Hidayat Nur Wahid (HNW) sebagai pasangan ideal hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Riset Informasi (LRI) tidak mengejutkan.

Pengamat politik dari Charta Politika Bima Arya, di Jakarta, Sabtu, mengatakan, antara SBY dan HNW sama-sama memiliki pencitraan yang cukup bagus. Tidak salah jika masyarakat atau responden memilihnya.

"Keduanya memiliki popularitas yang tinggi. Apalagi didukung oleh partai politik yang popularitasnya terus naik," katanya saat dikonfirmasi.

Menurut dia, meski berada di posisi teratas dari hasil survei belum tentu diterima oleh partai politik yang mengusungnya karena masing-masing partai politik telah memiliki kriteria pencalonan yang harus dipenuhi.

Bima menambahkan, jika pasangan SBY-HNW maju pada pemilihan presiden mendatang, kemungkinan besar akan mendapatkan dukungan dari masyarakat. Hanya saja dengan adanya komunikasi politik dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kemungkinan peta akan berubah.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh LRI, cawapres yang dianggap ideal untuk pasangan SBY adalah HNW memperoleh dukungan 29,3 persen, Boediono 19,2 persen, Sri Mulyani 11,4 persen, Hatta Rajasa 10,2 persen, Aburizal Bakrie 8,6 persen, Akbar Tandjung 4,1 persen sedangkan 17,2 responden belum menentukan pilihan.

Untuk pasangan capres-cawapres yang diusung partai politik pasangan SBY-HNW memperoleh dukungan 36,2 persen, pasangan Jusuf Kalla (JK)-Wiranto 27,6 persen dan pasangan Megawati-Prabowo 19,1 persen sedangkan 17,1 persen responden belum menentukan pilihan.

Survei oleh LRI dilakukan di 33 provinsi dengan jumlah responden 2.066 orang dengan menggunakan teknik sampling dan kuesioner terstruktur sedangkan tingkat kepercayaan survei 95 persen dan margin error 2,2 persen.(*)

Inilah Jumlah Suara PKS Pemilu 2009


Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya menetapkan hasil perolehan suara nasional pemilu legislatif 9 April lalu. Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary langsung membacakan perolehan suara nasional 44 partai peserta pemilu, menetapkan dan mengesahkannya.

"Hasil penghitungan suara pemilu DPR yang dilaksanakan sejak 26 April hinggal 9 Mei 2009 ditetapkan dan dinyatakan sah," demikian Hafiz menetapkan hasil pemilu.

Hasil akhir, jumlah suara total 104.099.785. dari jumlah tersebut Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memperoleh suara secara Nasional sebanyak 8.206.955 suara atau setara dengan 7,88% dari total keseluruhan suara.

Berikut adalah hasil keseluruhan perolehan suara 44 partai politik berdasarkan nomor urut, nama partai, perolehan suara dan persentase suara :

1. Partai Hanura 3.922.870 (3,77)

2. PKPB 1.461.182 (1,40)

3. PPPI 745.625 (0,72)

4. PPRN 1.260.794 (1,21)

5. Gerindra 4.646.406 (4,46)

6. Barnas 761.086 (0,73)

7. PKPI 934.892 (0,90)

8. PKS 8.206.955 (7,88)

9. PAN 6.254.580 (6,01)

10. PPIB (0,19)

11. Partai Kedaulatan 437.121 (0,42)

12. PPD 550.581 (0,53)

13. PKB 5.146.122 (4,94)

14. PPI 414.043 (0,40)

15. PNI Marhaenisme 316.752 (0,30)

16. PDP 896.660 (0,86)

17. Pakar Pangan 351.440 (0,34)

18. PMB 414.750 (0,40)

19. PPDI 139.554 (0,13)

20. PDK 669.417 (0,64)

21. Republika-N 630.780 (0,64)

22. Partai Pelopor 341.914 (0,33)

23. Golkar 15.037.757 (14,45)

24. PPP 5.533.214 (5,32)

25. PDS 1.541.592 (1,48)

26: PNBK 468.696 (0,45)

27. PBB 1.864.752 (1,79)

28. PDI-P 14.600.091 (14,03)

29. PBR 1.264.333 (1,21)

30. Partai Patriot 547.351 (0,53)

31. Partai Demokrat 21.703.137 (20,85)

32. PDKI 252.293 (0,31)

33. PIS 320.665 (0,31)

34. PKNU 1.327.593 (1,43)

41. Partai Merdeka 111.623 (0,11)

42. PPNUI 146.779 (0,14)

43. PSI 140.551 (0,14)

44. Partai Buruh 266.203 (0,25)


Sumber: smsplus.blogspot.com

Jumat, 08 Mei 2009

PKS Ajukan gugatan


Penghitungan suara luar negeri mendadak dibacakan td malam di KPU. Ada penggelembungan suara PPP shg kursi dapil 2 habis terbagi. Jd sisa kursi tinggal 2 di Jaktim utk Golkar & Demokrat. PKS menolak tanda tangani hasil penghitungan suara luar negeri karena ketidakberesan tsb.

PKS akan membawa sengketa ini ke MK. Kursi yg terpengaruh adlh kursi Golkar utk dapil Jaktim yg diperoleh Agung Laksono. Kalo MK mengabulkan gugatan, maka yg memperoleh kursi adalah Rama Pratama dr PKS. Tim advokasi hukum dr DPP PKS sdh disiapkan.


Sumber: Tim Advokasi Pemilu DPP PKS

PKS tak Ingin Koalisi Karet


JAKARTA. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kaget dengan sikap Partai Demokrat (PD) yang melakukan pendekatan terbuka dalam membangun koalisi.

Walaupun sudah menyatakan bakal berkoalisi dengan PD dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), namun PKS tetap mengedepankan prinsip kesamaan platform untuk meneguhkan koalisi.

PKS ingin wujud koalisi sudah tetap sebelum pelaksanaan pemilihan presiden. Sementara PD memberikan sinyal jika koalisi tetap terbuka setelah pilpres dan selama masa pemerintahan.

“Kalau koalisinya terbuka dan cair atau seperti koalisi karet seperti itu, tentu akan menimbulkan komplikasi yang tidak sederhana,” ujar Ketua DPP PKS, Mahfudz Siddiq, kepada //Republika//, Selasa (5/5).

Sejauh ini, Mahfudz melanjutkan, PKS masih menunggu kinerja Tim 9 PD yang sudah menerima proposal kesepakatan koalisi PKS. Partai pimpinan Tifatul Sembiring berharap draft kontrak politik segera selesai sehingga siap untuk prosesi penandatanganan bersama.

Bilamana ada keputusan-keputusan yang berimplikasi pada bangunan koalisi, PKS ingin hal itu dibicarakan bersama dengan para mitra koalisi. “Tentu kaget kalau Demokrat ternyata punya pandangan koalisi karet seperti itu. PKS berpendapat hal-hal ini menjadi bagian yang harus dibicarakan dengan mitra koalisi,” papar Mahfudz.

Dikatakan, format koalisi yang dicita-citakan dalam pemerintahan 2009-2014 adalah koalisi permanen yang konsisten. Belajar dari pengalaman koalisi 2004-2009, koalisi hendaknya tidak membuka peluang terjadi perbedaan sikap politik terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

“Koalisi yang cair seperti 2004-2009 kan perlu diperbaiki, karenanya jangan mengulangi kesalahan dengan bersikap cair dan terbuka seperti itu.”

Mahfudz mengingatkan, jika keterbukaan lebih ditujukan untuk mempergemuk kekuatan politik di parlemen, maka hal itu adalah kekhawatiran yang berlebihan.

“Menghitung peta kekuatan di DPR memang penting, tapi terlalu khawatir dengan konstelasi yang ada juga tak bijak. Konsep koalisi terbuka sama saja membuka diri untuk melakukan kesalahan dua kali,” tandas Mahfudz.


Sumber: smsplus.blogspot.com