jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Kamis, 14 Mei 2009

Mencermati 'Ancaman' PKS pada SBY


INILAH.COM, Jakarta. Sejumlah elite PKS bereaksi keras atas langkah politik SBY memilih Boediono sebagai cawapres. Mereka bahkan bersikukuh agar SBY memilih figur parpol yang mewakili umat Islam. Akankah reaksi PKS ini mengubah pendirian SBY?

Walaupun Partai Demokrat baru akan mendeklarasikan pasangan capres-cawapresnya pada 15 Mei, namun hampir bisa dipastikan SBY akan menggandeng Gubernur Bank Indonesia Boediono sebagai pasangannya. Kepastian itu telah diterima PKS dari salah seorang staf khusus kepresidenan.

Sebagian elite PKS memang bersikap realistis dengan menyerahkan sepenuhnya urusan cawapres itu kepada pilihan SBY sendiri. Namun elite PKS lainnya bereaksi keras. Sebagai salah satu partai pendukung Demokrat, mereka sempat berteriak meminta agar SBY memikirkan kembali pilihannya atas Boediono.

Internal PKS nampaknya mengalami pro-kontra atas Boediono. Menghadapi perkembangan ini, Wakil Sekjen PKS Zulkieflimansyah menyebut, PKS secara resmi belum menyikapi soal Boediono yang dipilih oleh SBY. Menurutnya, PKS baru akan membahas soal itu siang ini untuk menentukan langkah lanjutan: terus berkoalisi atau segera berpaling.

"Ini baru pemberitahuan awal. Kami akan menyikapinya setelah definitif. Ini testing the water saja dari SBY. Tentu kami akan membahasnya agar ada masukan-masukan yang dapat kami berikan ke SBY soal baik dan buruknya. Karena sebenarnya kami ingin dilibatkan dalam proses pembahasan soal cawapres ini," kata Zul.

PKS lebih memilih cawapres SBY yang dipandang mampu menjadi pendamping yang dapat mewakili umat. Betapapun, pro dan kontra partai-partai koalisi Blok Cikeas atas dipilihnya Boediono sebagai pendamping capres incumbent dari Partai Demokrat itu terus merebak.

"Kita minta (SBY) untuk memilih cawapres yang mampu mewakili umat," kata Ketua Badan Hubungan Masyarakat DPP PKS A Mabruri dengan suara nyaring. Alasannya, saat menjadi presiden, Megawati pun menggandeng Hamzah Haz, kemudian SBY menggandeng Jusuf Kalla yang notabe dari kalangan NU. "Jadi, kenapa sekarang tidak?" tandasnya.

Kalangan PKS menilai Boediono bukan dari kalangan partai, sehingga menyulitkan langkah untuk membangun koalisi kuat di parlemen. PKS memiliki tiga kriteria cawapres yang pas untuk mendampingi SBY. Salah satunya adalah, cawapres merupakan perwakilan umat.

Dahulu kombinasi nasionalis-Islamis relatif stabil seperti Gus Dur-Megawati, Megawati-Hamzah Haz, dan ketika SBY-JK, maka JK dipandang sebagai perwakilan umat. Jadi, untuk cawapres, PKS menginginkan figur yang bisa mewakili umat seperti Jusuf Kalla.

Kriteria kedua adalah berasal dari partai politik, agar mesin partai berjalan optimal. Kemudian, kriteria ketiga adalah keterwakilan wilayah Jawa-Luar Jawa yang patut dipertimbangkan.

Saat ini hanya tiga nama yang beredar kuat akan mendampingi SBY dalam Pemilihan Presiden, yakni Boediono yang saat ini Gubernur Bank Indonesia, Hatta Rajasa (politisi Partai Amanat Nasional yang jadi Menteri Sekretaris Negara), dan Hidayat Nur Wahid (mantan Presiden PKS yang sekarang Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat).

Nampaknya sosok Hatta Rajasa masih menjadi alternatif terbaik, meski posisinya mulai tersodok Boediono. Namun semua itu berpulang kepada SBY sendiri dalam menentukan preferensinya. Yang jelas, PKS sudah bereaksi dan sinyal ini tak boleh diabaikan kubu Cikeas. [P1]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar