jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Selasa, 12 April 2016

Diketahui Sebagai Kader PKS, Suami-Istri Juara Provinsi Musabaqah Kitab Kuning PKB Dilarang Ikut Final

"Aneh; Saya dan istri, pemenang musabaqah Kitab Kuning PKB Provinsi Gorontalo, dibatalkan mengikuti final musabaqah di Jakarta, karena diketahui sebagai kader PKS," begitu tutur Luqmanulhakim Abubakar di wall Facebooknya, Ahad, 10 April 2016.

Lebih lanjut alumnus Abna Alkhairat ini menuturkan kronologisnya melalui "Surat Terbuka" yang beredar di media online:

Surat Terbuka ini saya buat sebagai bentuk evaluasi kepada pengurus Partai Kebangkitan Bangsa Provinsi Gorontalo, khususnya panitia pelaksana, dan agar dapat menjadi pelajaran bagi teman teman yang ikut dalam lomba Musabaqah Qiraatul Kutub yang dilaksanakan oleh PKB di seluruh Indonesia.

Cerita ini berawal dari telpon pak Amrullah Hasiru, yang mengaku sebagai orang berpengaruh di Dewan Pengurus Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa Provinsi Gorontalo, sekitar pukul 8 tanggal 7 April 2016. meminta saya menjadi dewan hakim pada Acara Musabaqoh Kitab Kuning (Lomba Membaca Buku Klasik Arab Tanpa Tanda Baca) PKB, yang akan dilaksanakan 8 Juli 2016. Saya meminta waktu untuk mengecek jadwal aktifitas saya yang lain.

Sore hari tangal 6 April ia kembali menelpon. Kali ini ia menyampaikan bahwa nama saya telah diusulkan ke DPP PKB untuk menjadi dewan hakim. Kami berbicara banyak tentang kriteria penilaian, kitab yang akan dilombakan, dan gambaran umum lomba. Sebelumnya saya sudah melihat pamplet lomba beredar di media sosial. Babak penyisihan lomba ini dilaksanakan di 20 propinsi se Indonesia. Finalnya akan dilaksanakan di Jakarta, Graha Gus Dur DPP PKB, 12-13 April.

Ia juga menjelaskan beberapa bahwa peraturan lomba telah dirubah. Jika awalnya peserta adalah santri berusia 17-25 tahun, maka kini di izinkan hingga batas usia 30 tahun. Tentu yang dimaksud bukan santri di jenjang pendidikan madrasah. Sebab usia santri di sekolah formal biasanya maksimal 20 tahun. 30 tahun berarti membuka peluang kepada siapapun yang masih nyantri, tinggal belajar di pondok pesantren, walaupun telah berkeluarga, bekerja atau kuliah, asal usianya masih cukup.

Ketika ia tahu usia saya masih 29 tahun, ia meminta saya menjadi peserta saja. “Tidak usah jadi dewan hakim, kita butuh peserta berkualitas. Saya dengar dari salah satu Kiayi di Kota Gorontalo, Bapak Luqman yang terbaik”, demikian ia membujuk. Saya bingung, meminta waktu berpikir, dan akhirnya mengiyakan.

Ia terus berkomunikasi via telepon. Memastikan saya akan datang mengikuti lomba yang dilaksanakan di Pesantren Hubulo, Bone Bolango. Ia juga meminta saya mendaftarkan nama-nama lain untuk mengikuti lomba. Ia mengirimkan surat resmi ke Pondok Pesantren kami. Berharap lebih banyak pendaftar untuk meramaikan kegiatannya,

Masih melalui telepon kami membicarakan masalah transportasi. Pesantren kami berjarak kurang lebih 150 km dari tempat pelaksanaan lomba. Kami membicarakan semua opsi termasuk perkiraan biayanya. Jika menginginkan peserta dari tempat yang jauh tentu perrlu memikirkan transportasinya. Lalu disepakati, kami meminjam mobil rental, biayanya panitia yang tanggung.

Tanggal 8 April di Mesjid Hubulo untuk kali pertama saya bertemu langsung. Lomba dimulai pukul 9 pagi. Ketika mengundi nomor urut tampil saya mendapat giliran ke 25, istri saya ke 23. Lama menunggu, kami tampil menjelang magrib. Alhamdulillah, semua berjalan dengan baik.

Ketika dewan hakim mengumumkan pemenang, saya dan istri mendapat peringkat terbaik. Saya meraih juara 1 putra dan dan istri saya meraih juara 1 putri.

Saat penutupan acara itu pak Amrullah tidak terlihat lagi. Saya juga tidak melihat pengurus PKB yang lain. Akhirnya dewan hakim dari Pesantren Hubulo menutup acara. Sangat sederhana, tanpa piagam, atau sertifikat, atau cinderamata, atau hadiah, bahkan tanpa sambutan dan tanpa terlihat orang partai.

Di saat bersamaan, saya dan teman-teman pemenang lainnya membaca pamplet acara lomba serupa oleh PKS Sulawesi Tengah, berhadiah bantuan 10 juta rupiah biaya pendidikan untuk pemenang pertama.

Kami masih menunggu pak Amrullah selaku penanggungjawab kegiatan ini. Ia datang kira-kira setengah jam kemudian. Rombongan kami dan rombongan pesantren Al Falah Limboto bertanya tentang biaya transportasi. Ia mengelak telah menjanjikan. Ia bahkan mulai bercerita tentang minimnya dana kegiatan, tentang kegiatan musabaqah yang menurutnya adalah agenda DPP PKB tapi merepotkan pengurus partai di daerah. Bla.. Bla.. Bla… Kami diam. Apakah ini bukti benarnya analisa para penulis di media massa yang menyatakan bahwa musabaqah ini lebih merupakan adu gengsi yang melibatkan 2 partai besar di Indonesia. Tentang partai A yang melaksanakan musabaqah karena merasa partai B telah menyerobot wilayah pesantren dan kitab kuning yang merupakan basis mereka, sehingga diadakanlah musabaqah tandingan, dan seterusnya. Wallahu A’lam.

Tanggal 12-13 April babak Final lomba akan dilaksanakan di Jakarta. Tapi saya dan istri sebagai pemenang di tingkat Propinsi tidak lagi mendapat informasi pemberangkatan. Tanggal 10 April saya mencoba menghubungi beliau via handphone. Cukup lama sebelum tersambung. Itupun hanya sebentar, sebab beliau sedang dalam perjalanan.

Pak Amrullah menyampaikan singkat. Saya dan istri dibatalkan untuk mengikuti babak final, karena diketahui sebagai kader partai lain. Saya cukup kaget pada awalnya. Sebab setahu saya lomba itu terbuka untuk siapa saja yang cukup umur dan mondok di pesantren. Tidak ada persayaratan tidak boleh kader partai tertentu atau afiliasi politik tertentu. Emang kenapa jika saya kader partai A atau B? Bukankah berpolitik adalah hak seluruh warga Negara? Lagi pula saya dan istri diminta oleh Bapak Amrullah untuk ikut. Diminta berulangkali. Saya mulai kecewa.

Di hari yang sama saya juga menghubungi Ibu Since Kadji, Ketua DPW PKB Gorontalo. Jawaban yang saya terima mirip sama. Walaupun akhirnya Anggota DPRD Provinsi Gorontalo ini mengaku hanya menerima laporan dari panitia. Kepada beliau saya tegaskan posisi saya dan istri sebagai pemenang, dengan cara yang fair, legal dan jujur. Jika pun saya adalah kader partai lain, juklak lomba tidak melarang. Saya tidak mendaftar mewakili partai. Saya juga menegaskan tidak berambisi untuk mengikuti babak final di Jakarta. Saya hanya ingin penjelasan. Jika hak saya dihalangi, saya ingin ada penjelasannya. Itu saja. Dan saya tidak mendapatkan penjelasan yang saya inginkan.

Dalam hal ini saya yakin, pak Amrullah dan panitia hanya pelaksana sebuah kebijakan dari pimpinan yang ada di atas mereka. Saya juga yakin jika pengurus DPP PKB di Jakarta akan menaruh perhatian terhadap masalah ini. Tokoh-tokoh NU yang cerdas, nasionalis, berjiwa besar, dan anti sentimen partai ada di sana. Ini akan menjadi catatan besar untuk kegiatan yang sama di kemudian hari.


Sumber: Portal Piyungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar