"Bertani Demokrasi"
Oleh Nandang Burhanudin
Perhatikan 4 perilaku petani berikut:
Petani A: Ia kurang gaul dan kurang wawasan. Bercocok tanam hanya di musim hujan. Saat kemarau, ia pergi merantau menjadi kuli bangunan. Ia rela berpisah meninggalkan sanak famili, demi dapur tetap berfungsi. Ia biarkan sepetak tanah warisan kering kerontang. Baginya, yang penting bisa makan. Gak punya cita-cita apapun.
Petani B: Ia petani yang sudah sering ikut kelompencapir dan beberapa kali mengikuti BLK di Dinas Pertanian Kecamatan. Ia paham bercocok tanam tak kenal musim. Saat hujan, ia tanam padi. Saat kemarau, ia tanam palawija. Namun, ia tak memiliki cita-cita masa depan. Yang penting cukup untuk kebutuhan hari-hari.
Petani C: Awalnya seperti B. Ia tipe petani yang rajin ikut seminar, konferensi, bahkan hingga ke teori-teori yang wow. Saking wownya, ia hidup mengawang-ngawang. Harapannya setinggi langit, namun kaki tak berpijak ke bumi. Ia terperosok rayuan dan iming-iming pebisnis kayu jati dan Jabon. Saking histerinya dengan mimpi, ia tinggalkan bercocok tanam dan hanya menunggu Jabon yang entah kapan menghasilkannya. Tak lupa, ia BODOH-BODOHKAN petani A dan B yang menurutnya KUNO dan tidak punya cita-cita. Namun ia lupa, anak-istri-sanak family-keluarga sakit, perlu SPP, istri melahirkan, anak perlu susu. Semua hanya diberi janji, "Ntar ... kalau POHON JABON panen, saya berangkatkan HAJI semua." Padahal keluarganya butuh makan, susu, dan berobat.
Petani D: Paham betul harga jati 5-10 tahun mendatang.Ia pun ikut menanam. Namun, anak-istri dan sanak family harus ia nafkahi. Ia tak bisa pergi jauh, mengingat ada anaknya yang balita, ibu mertua sakit, dan istrinya masih lemah selepas melahirkan. Dengan kecerdasannya, ia memutar otak. Musim hujan ia tanami padi. Musim kemarau ia tanami palawija, di antara bibit-bibit jati yang sudah ditanam. Memang, hasil usahanya masih jauh dari harapan ideal. Terkadang, si petani sering terpeleset, terkena sabitan cangkul, hingga serangan hama yang terus merongrong. Tapi ia pikir, minimal itulah perjuangan yang bisa ia lakukan. Selain mencukupi kebutuhan keluarga, jika tak ada aral melintang, ia bisa berharap banyak dari jabon-jabon yang ditanam.
Saudaraku, hidup itu memang pilihan. Yang hitam putih dalam hidup, hanya
kaitan dengan ketauhidan. Sisanya, kita rujuk rambu-rambu Al-Qur'an dan
As-Sunnah. Mana yang halal dan yang haram sudah jelas. Yang harus kita
waspadai adalah yang musytabihat (abu-abu). Jangan pernah
mengharamkan hal mubah, selama belum ada dalil QATH'I. Selama dalam
proses ijtihad, maka melapangkan dada hal terindah yang bisa kita
lakukan. Selama itu, mari menebar kebermanfaatan yang sudah jelas-jelas
ditegaskan baginda Rasulullah saw. dalam banyak hadis dan diperintahkan
ayat Al-Qur'an:
1. Dedikasikan semua yang kita lakukan untuk akhirat.
2. Jangan lupakan bagian kita merasakan nikmat dunia.
3. Berbuat baik semaksimal dan seoptimal mungkin.
4. Jangan pernah berbuat kerusakan di muka bumi, sekecil apapun.
Sebab umur kita pendek. Mari menjadi jalan setapak yang bisa mengantarakan generasi yang akan datang menuju mata air kecemerlangan. Daripada menunggu JALAN TOL yang memang lapang dan bebas hambatan, tapi masih disibukkan dengan pembebasan tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar