Partai Keadilan Sejahtera (PKS) disebut-sebut memiliki kedekatan biologis dan ideologis dengan NII. Termasuk kaitannya dengan masuknya Ikhwanul Muslimin ke Indonesia. Menteri Peningkatan Produksi di Kabinet NII KW9, Imam Supriyanto mengatakan Hilmi Amiduddin (Ketua Majlis Syuro PKS)punya sejarahnya sendiri di NII.
Hilmi putra Danu Muhammad Hasan, yaitu Panglima Militer DII/TII bentukan Kartosuwiryo. Waktu itu, Danu bertugas di daerah operasi di Pantura seperti Cirebon dan Indramayu. Tak mengherankan jika masyarakat di sekitar pondok pesantren Al Zaytun sangat mengenal dengan Danu. Karena Indramayu menjadi salah satu daerah operasional DI/TII.
Saat terjadi kasus Komando Jihad Danu ditangkap. Namun, agar anaknya, yakni Hilmi tak terlibat, ia pun dikirim tugas belajar ke Mesir di Universitas Al Azhar.
Selama jadi mahasiswa, ia bersentuhan dengan Ikhwanul Muslimin. Yang saya dengar, selesai kuliah, gerakan itu dibawa ke Indonesia.
Ikhwanul Muslimin pun terus membuat gerakan bawah tanah yang dikenal dengan nama tarbiyah. Mereka terus merekrut mahasiswa. Setelah dianggap memiliki kekuatan, organisasi itu pun mulai melebarkan sayapnya.
Salah satunya, bergerak di partai politik dan parlemen. Cara ini sama persis seperti yang dilakukan organisasi tersebut di Mesir.
Dalam perkembangan Indonesia, ketika memasuki era reformasi, dibuatlah Partai Keadilan (PK) yang menjadi cikal bakal Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Cara dengan membuat parpol jauh lebih gentle dibandingkan dengan gerakan yang menyusup partai atau gerakan bawah tanah.
Perlu menjadi catatan, konon katanya, setiap tokoh senior Islam di berbagai kalangan banyak yang mempunyai latar belakang NII, tapi NII yang didirikan oleh Kartosuwiryo, bukan NII KW9 buatan intelejen, yang menurut cerita NII KW 9 dididrkan hanya untuk merusak citra Islam, agar semangat mendirikan Negara Islam di kalangan masyarakat menjadi jelek.
Hal ini dibenarkan pula oleh Asep Maoshul Affandi (anggota DPR RI), putra Ulama Besar Choer Affandi (Pendiri Pesantren Miftahul Huda Manonjaya) yang mengatakan bahwa Uwa Ajengan (sebutan KH Choer Affandi) adalah juga mantan pengurus NII Kartosuwiryo, namun sejak 1962 mereka semua membubarkan diri dan bergabung ke pemerintah Indonesia. Uwa Ajengan sendiri pun kembali ke masyarakat membangun pesantren di Manonjaya Tasikmalaya yang terkenal sampai sekarang. Diduga citra NII dirusak citranya pada masa Orde Baru berkuasa.
Simpulnya, tak perlu ikut-ikutan bereaksi keras bila mendengar kaitan seseorang dengan sejarah NII, karena NII yang sekarang, bukanlah NII yang didirikan oleh Kartosuwiryo.
Sumber: Yahoo, Pikiran Rakyat 3 Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar