SUKOHARJO. Penghentian kasus dugaan Pungli sertifikasi guru oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukoharjo mendapat reaksi keras dari guru, masyarakat maupun kalangan LSM.
Penghentian penanganan kasus tersebut dengan alasan tak ditemukan unsur tindak pidana korupsi (Tipikor) oleh Kejari, dinilai sangat janggal dan terkesan dipaksakan. Bahkan sebagian besar guru sertifikasi yang menjadi korban Pungli mengaku sangat kecewa.
Murdiyanto, guru SMPN 1 Mojolaban yang sudah sertifikasi tahun 2008 mengaku dimintai Rp 50.000 per bulan sebagai syarat sertifikasi. Ia mengatakan, keputusan Kejari menghentikan kasus Pungli sertifikasi itu sangat tidak masuk akal.
Sebab, 270 guru yang telah dimintai keterangan semuanya tidak mengakui karena ada alasan tertentu. Seperti ketakutan dengan adanya tekanan dari pihak lain. Namun anehnya, lanjut Murdiyanto, dia yang jelas-jelas menjadi korban Pungli tidak pernah dipanggil Kejari untuk dimintai keterangan. “Jelas saya sangat kecewa dihentikannya kasus sertifikasi ini oleh Kejari,” ujarnya, Rabu (13/10).
Dikatakan Murdiyanto, kasus tersebut masih layak dibawa ke jalur hukum karena sudah jelas dengan adanya bukti pengembalian uang oleh pihak guru di SMAN I Kartasura oleh oknum yang melakukan pungutan. Namun, ketika kasus ini sudah masuk di tingkatan Kejari hasilnya jauh dari harapan semua guru yang ada di Sukoharjo termasuk saya pribadi. “Saya takut ada sesuatu di balik semua ini,” katanya.
Pidana Umum
Oleh karena itu, kata Murdianto, pihaknya akan meminta dukungan LSM dan masyarakat atau mahasiswa untuk melaporkan kasus itu ke Polisi. “Dipanggil saja belum pernah, kenapa Kejari sudah bisa memastikan kalau jawaban saya pasti sama dengan 270 guru yang sudah diperiksa? Sangat naif sekali pernyataan Kejari tersebut,” ujar Murdiyanto, Rabu (13/10).
Murdiyanto menambahkan, jika dalam kasus sertifikasi jilid I ini tidak ada indikasi tindak pidana korupsi (Tipikor) maka dirinya akan mencoba meminta bantuan rekan-rekan LSM untuk menempatkan kasus itu sebagaimana mestinya. Termasuk kemungkinan dimasukkannya kasus itu pada tindak pidana umum.
“Saat ini dari pihak guru sudah mengumpulkan bukti baru yang bisa menguatkan adanya Pungli tersebut,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi (FK) LSM Sukoharjo, Nursito menyatakan siap memberikan dukungan bagi semua guru yang berani dan mengungkap kasus sertifikasi. “Bahkan kami akan terbuka jika Murdiyanto meminta dukungan dengan kami untuk bisa mengungkap kasus sertifikasi ini sampai tuntas,” jelasnya.
Selain itu kata dia, berdasarkan pasal 425 KUHP bagi pihak yang melakukan pelanggaran dengan cara melakukan pemerasan atau jika seorang pejabat yang menjalankan tugasnya meminta, menerima atau memotong pembayaran dengan dalih seolah-olah utang kepadanya padahal tidak sedemikian adanya. Maka, dapat diancam hukuman penjara paling lama 7 tahun karena dianggap melakukan pemerasan. “Ini jelas sekali dan sangat aneh jika Kejari menghentikan kasus ini,” ujarnya.
Direktur LP3M Sukoharjo, Wahyono mengatakan, kalau kasus tersebut tidak mengandung unsur tindak pidana korupsi, sebenarnya bisa diarahkan ke tindak pidana umum. Bukannya ditutup secara sepihak.
Sedangkan anggota Komisi IV DPRD Sukoharjo, M Samrodin menyatakan menghormati keputusan Kejari. Namun, cara Kejari menyelesaikan kasus sertifikasi tersebut banyak mengandung kejanggalan. “Jelas sangat wajar jika penghentian ini mendapatkan reaksi keras dari sejumlah guru, LSM dan masyarakat karena memang aneh dan tidak masuk akal,” jelasnya. (mal)
Sumber: Harian Joglosemar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar