Kandasnya usulan dana aspirasi Rp 25 miliar beberapa waktu lalu, tidak membuat DPR patah arang. Tanpa banyak diketahui publik, para wakil rakyat yang berjumlah 560 orang itu sebentar lagi bakal meraup dana rumah aspirasi Rp 200 juta untuk setiap anggota.
Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Pius Lustrilanang mengatakan Pagu anggaran untuk rumah aspirasi Rp 200 juta per anggota, totalnya sekitar Rp 112 miliar. Itu sudah disahkan dalam anggaran DPR 2011 yang totalnya Rp 3,3 triliun termasuk anggaran rumah aspirasi tersebut.
Pius mengemukakan, usulan rumah aspirasi adalah bentuk realisasi studi banding anggota DPR ke luar negeri. Rumah aspirasi juga sudah diatur dalam tata tertib DPR. Jika tidak ada masalah rumah aspirasi akan dibangun tahun depan. Pihaknya berharap pembangunan rumah aspirasi dapat mendekatkan hubungan anggota DPR dengan rakyat. Dengan demikian setiap kunjungan kerja anggota DPR ke dapilnya menjadi lebih bermanfaat.
Sekjen Partai Amanat Nasional, Taufik Kurniawan:
Rencana pembangunan rumah aspirasi senilai Rp 200 juta per anggota DPR itu, menurut kacamata PAN harus dipertimbangkan kembali. Mengingat saat ini DPR sedang menjadi sorotan publik.
Direktur Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang:
Kelihatannya memang DPR ini habis-habisan mengurusi kepentingan mereka sendiri. Mereka tidak peduli dengan kritikan publik terhadap perilaku membolos mereka. Mereka berjuang mengurusi kepentingan politik mereka. Saya curiga anggota DPR sengaja mengejar dana aspirasi dan rumah aspirasi agar terpilih kembali pada Pemilu 2014.
Tidak apa-apa ditolak seperti gedung baru, toh akhirnya mereka dapatkan juga. Mereka sudah tidak peduli dengan citra lagi. Yang mereka pedulikan hanyalah bagaimana mendapat fasilitas.
Peneliti Politik LIPI, Ikrar Nusa Bakti:
Buat saya itu nggak perlu, mereka kan tidak kerja di daerah, ngapain bangun rumah. Buat saya kalau mau hemat anggota DPR bisa membangun website saja untuk menampung aspirasi.
Sekarang kan sudah modern, hanya perlu server dan petugas yang mengoperasikan sekaligus menyosialisasikan ke dapilnya.
Sebaiknya anggota DPR membina hubungan baik dengan DPRD. Dengan demikian aspirasi rakyat di daerah pun pasti tersampaikan. Jangan karena otonomi daerah terus tidak mau kerja bersama. Inilah masalahnya yang harus dituntaskan, bukan membuat rumah aspirasi.
Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Thohari:
Sebenarnya itu bagus untuk berhubungan dengan konstituen. Tapi menurut saya tidak perlu dianggarkan khusus. Para anggota sendiri dapat melakukan sinergi kerja sama tanpa membebani keuangan negara.
Penyerapan aspirasi tidak harus berbentuk membangun rumah dan ada staf yang menunggu. Kan bisa saja simpel dan sederhana, nggak perlu permanen. Saya sendiri tanpa anggaran negara bisa buat sendiri, The Hajriyanto Center”, stasiun radio, dan kafetaria. Untuk The Hajriyanto Center saya cuma subsidi Rp 4 juta sampai Rp 6 juta. Ini bukan hanya subsidi lembaga saya, tapi juga termasuk radio dan kafe.
Sekjen DPP PDIP, Tjahjo Komolo:
Pahamkah DPR tentang spirit Pancasila yang dasarnya gotong-royong? Lalu kok muncul ide gagasan rumah aspirasi DPR? Ini jelas mereduksi fungsi aspirasi dan artikulasi DPRD.
Arus kuat liberalisasi politik dan ekonomi sangat masif melanda DPR yang ikut-ikutan membangun rumah aspirasi yang sangat nyata berspirit individual.
Dari pada uang ratusan juta buat rumah aspirasi, lebih baik untuk membeli traktor tangan untuk petani, atau mesin generator untuk nelayan yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum:
Rumah Aspirasi sangat penting. Selain menjadi kantor perwakilan di daerah pemilihan, juga menjadi tanda kedekatan politik anggota dewan dengan konstituen.
Rumah Aspirasi juga memudahkan agregasi kepentingan rakyat di masing-masing daerah pemilihan. Kehadiran Rumah Aspirasi menjadi salah satu tanda akuntabilitas politik anggota dewan.
Namun, Rumah Aspirasi tidak perlu dibangun atas biaya APBN. Rumah Aspirasi bisa dibangun atas biaya sendiri, tanpa perlu menambah beban APBN. Meskipun status Rumah Aspirasi tersebut sewa atau kontrak, hal itu tidak masalah karena yang terpenting adalah fungsi dan eksistensinya.
Sejauh ini, banyak anggota dewan yang sudah memiliki Rumah Aspirasi dengan ongkos mandiri. Saya pun mendirikan Anas Center yang menjadi semacam Rumah Aspirasi bagi konstituen di Dapil saya sejak terpilih menjadi anggota DPR.
Walaupun kini saya telah mengundurkan diri dari anggota DPR karena terpilih menjadi Ketua Umum Demokrat, namun saya menjamin Anas Center akan tetap hadir dan menjalankan kegiatannya untuk masyarakat.
Bila pun seorang anggota tidak dapat merogoh kocek pribadi untuk membangun Rumah Aspirasi sendiri, maka ia dapat memanfaatkan kantor partainya di tingkat kabupaten/kota.
Ketua DPP Partai Golkar dan Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso:
Rumah Aspirasi tidak diperlukan kalau hanya menjadi polemik baru di republik ini. Lebih baik rencana ini dibatalkan saja. Apalagi, hampir semua partai memiliki instrumen di daerah-daerah yang dapat digunakan sebagai saluran aspirasi rakyat.
Golkar pun mempunyai perangkat dari tingkat provinsi, kabupaten, kota, kecamatan, hingga desa. Seluruh instrumen itu, memang ditujukan untuk diberdayakan dalam rangka melaksanakan tugas-tugas politik partai, termasuk menyerap aspirasi konstituen di tingkat bawah. (***)
Sumber: Harian Joglosemar Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar