Seyogyanya kita ketahui pula, bahwasanya islam merupakan agama yang benar, yang merupakan salah satu agama samawi (langit) yang ada di muka bumi, selain yahudi dan nasrani. Islam adalah agama yang hak (benar). Allah sengaja menurunkan ajaran agama islam melalui manusia paling istimewa, takkan tertandingi sepanjang dunia ini masih bergulir. Dialah Muhammad sang rasulullah yang Al-Amin, gelar yang tiada pernah didapati oleh orang-orang sebelum beliau lahir, sampai masa kehidupannya ketika di jaman jahiliah, bahkan sesudahnya. Sungguh tidak ada orang yang dapat menyamai Al-Aminnya beliau. Kejujuran yang selalu dijaga semenjak kecil hingga masa kenabiannya.
Nabi Muhammad SAW, merupakan satu-satunya manusia dan laki-laki teragung yang pernah diciptakan Allah, takkan ada yang sebanding dengannya. Kita, manusia yang hidup pada jaman “modern” yang selalu diidentifikasikan dengan budaya yang acuannya “modernitas” mengenal ajaran islam berkat risalah yang dibawa Nabi Muhammad, melalui beliau jualah cahaya kebenderangan ilmu dapat kita pelajari secara luas dan menyeluruh, karena Muhammad membawakan ajarannya untuk semua umat manusia di dunia, bukan hanya untuk segolongan manusia saja atau suku belaka. Ajaran semacam ini tidak akan kita temui dari Nabi-nabi yang diutus Allah sebelumnya, karena memang rasul sebelum beliau diutus oleh Allah hanya untuk golongan tertentu atau kaumnya saja.
Agama islam adalah agama yang ditujukan untuk semua umat manusia di dunia, yang ditengarai oleh ketentuan Allah, bahwa islam adalah agama yang Rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam, melalui seorang nabi dan rasul Muhammad, kita banyak dapatkan pencerahan dalam kehidupan sosial, budaya dan masyarakat yang beragama. Sebagaimana firman Allah dalam Al-qur’an “Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. (Qs. Al-Anbiya : 107).
Nabi dan Rasul Lain hanya untuk kaumnya
Sedangkan nabi yang lain seperti Isa Al Masih—Yesus bagi umat kristiani—diutus oleh Allah hanya untuk golongannya saja (Bani Israil). Kalau saja umat nasrani memahami beberapa ayat saja dalam kitabnya, maka mereka dapat memaklumi ajaran yang telah dibawakan oleh orang yang telah dianggapnya sebagai “anak tuhan” tersebut, bukan untuk mereka yang kebanyakan bukanlah dari keturunan Bani Israil. Penggambaran ini telah terekam dalam Perjanjian Baru, “Perempuan itu seorang Yunani bangsa Siro-Fenisia…”.(Markus 7:26).
Dikisahkan, Yesus menolak wanita tersebut, ketika hendak turut serta dalam ritual ibadah dan pembelajaran yang Yesus lakukan bersama-bersama dengan muridnya.
“Jika ya, hendaklah kamu katakan : ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan : tidak…” (Matius 5 : 37)
“Di antara mereka yang berangkat untuk beribadah pada hari raya itu (Paskah), terdapat beberapa orang Yunani. Orang-orang itu datang pada Filipus, yang berasal dari Betsaida di Galilea, lalu berkata kepadanya : “tuan, kami ingin bertemu dengan Yesus.” Tetapi Yesus menawab mereka, kata-Nya : “telah tiba saatnya anak manusia dimuliakan (dirinya dan kaum Bani Israil). (Yohanes 12 ; 20-23).
Diceritakan dalam kisah selanjutnya Yesus menolak orang-orang dari Yunani tersebut. Dari gambaran kisah di atas terasa sangat jelaslah, sebenarnya—nabi-nabi sebelum nabi Muhammad—diutus hanya untuk kaumnya saja, sehingga mereka pun tidak segan menolak orang yang bukan dari kaumnya.
Pembuktian sejarah oleh Ilmuwan
Ada satu hal yang cukup menarik bagi dunia agama samawi, dalam hal ini agama islam, kristen, yahudi, adalah Michael. H. Hart, seorang sejarahwan, ahli matematika sekaligus sebagai astronom Amerika Serikat. Dia membuat sebuah catatan dan penelitian yang kemudian dibuat dalam sebentuk novel. Sebagai seorang sejarahwan dia telah mencari dan mengumpulkan aktualisasi dalam sejarah peradaban manusia, yaitu siapa saja orang-orang yang sudah dianggap memberikan pengaruh paling besar dalam kehidupan dan peradaban manusia. Dia memberi judul untuk bukunya The 100 (The Hundred).
Yang menarik dari isi bukunya ialah menceritakan dan menggambarkan seratus orang/tokoh yang paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia berlangsung dengan cara yang obyektif dan teliti. Tokoh-tokoh tersebut di antanya : Muhammad, Isa, Musa, Asoka, Aristoteles, Buddha, Confisius, Hitler, Plato, Zoroaster dan lain-lain. Setelah menceritakan dan menggambarkan tokoh-tokoh yang ia catat, kemudian dia membuat suatu urutan dari no. 1 sampai dengan no. 100, berdasarkan tingkatan pengaruh serta keunggulan masing-masing tokoh tersebut.
Sesuatu yang mungkin mencengangkan bagi kita umat islam tentunya adalah mengenai pilihannya menempatkan posisi rasulullah pada urutan no. 1. sedangkan Isa pada urutan no. 3 dan Musa pada urutan no. 40. Padahal kita ketahui sendiri Michael. H. Hart adalah bukan seorang muslim. Inilah barangkali sesuatu yang patut kita hargai dan acungi jempol atas penelitiannya yang obyektif dan keberaniannya dalam mengungkap kebenaran sekaligus mengetengahkan kejujuran di dalam dinamika masyarakat Amerika dan dunia yang tengah mengucilkan islam sebagai agama.
Menyimak dan mencermati penelitian yang telah dibukukan oleh Michael. H. Hart itu, ada kesepadanan yang Allah firmankan dalam Al-Qur’an, dan hal ini sama sekali tdak diketahui dan disadari oleh Michael. H. Hart sendiri, bahwa Al-Qur’an telah menerangkan begitu gamblang yang tersurat dalam Al-Ahzab ayat 21, bahwa : “Sesungguhnya telah ada pada diri rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu”. (Qs. Al-Ahzab : 21).
Tentunya berita yang demikian ini menggembirakan bagi umat islam di Amerika khususnya dan dunia pada umumnya. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan—mengecewakan—umat non muslim (yahudi dan nasrani). Ketika dipertanyakan kepadanya alasan mengenai dipilihnya nabi Muhammad pada urutan no. 1, Michael. H. Haet, mengutarakan argumentasinya :
“Meskipun jumlah orang Kristen lebih banyak dari umat islam di dunia ini. Mungkin kelihatannya aneh bahwa Muhammad berada di urutan lebih tinggi dibanding Yesus. Ada dua alasan mengenai hal tersebut :
Pertama, Muhammad memegang peranan lebih penting dalam pengembangan islam dibanding peranan Yesus dalam pengembangan Kristen, meskipun yang bertanggung jawab terhadap ajaran tata susila dan moral Kristen (sejauh ini berbeda dengan ajaran yahudi). St. Paul-lah yang mengembangkan agama Kristen, penyebar dan penulis sebagian besar dari kitab perjanjian baru.
Kedua, Muhammad bagaimanapun juga bertanggung jawab atas agama islam, ajaran tata susila dan prinsip moral. Selain itu, dia-lah yang memegang kunci utama dalam penyebaran agama islam dan membangun peradaban islam.” (Michael. H. Hart, The 100 : A Ranking of the Most Influential Person in History. Hart publishing inc New York. Tahun 1978. halaman : 38-39).
Mengenai pro dan konfrontasi tentang nabi Muhammad yang notabene sangat dibenci oleh orang-orang di antara yahudi dan nasrani tersebut, seorang yahudi, Profesor, Psykoanalis dari Chicago Amerika Serikat, Jules Masserman pun, memberikan komentarnya tentang ketokohan Muhammad. Dia memberikan suatu gambaran dengan jujur, meski dengan pengakuannya tersebut dia menegaskan bukan berarti secara otomatis dia berganti keyakinan, bahwa Muhammad merupakan tokoh dunia yang sangat popular dan berpengaruh besar dalam sejarah perkembangan sosial, budaya dan agama. Hal ini tentunya dapat dijelaskan bahwasanya umat muslim sangat taklid sekali dalam mengaktualisasikan setiap kata-kata dan perbuatan Muhammad, bahkan setiap apa yang diucapkan dan dilakukan oleh seorang Muhammad oleh umat islam dijadikan hukum kedua setelah Al-Qur’an. Dari sinilah Jules Masserman, menempatkan Muhammad dalam posisi terpenting selama abad dunia berlangsung.
Sebelum menempatkan Muhammad pada posisi yang sedemikian tinggi, tentunya Masserman mempunyai dan menerapkan kategori terlebih dahulu untuk memberikan kejelasan yang lebih logis. Dia membuat tiga kategori sebagai syarat pemimpin teragung dan paling berpengaruh, kategori tersebut adalah :
Seorang pemimpin yang mampu menyediakan kesejahteraan yang nyaman bagi para pengikut/rakyatnya. Seorang pemimpin yang mampu menyediakan organisasi yang mapan tempat bernaung bagi umat sehingga organisasi tersebut dapat melindungi berbagai kepentingannya dalam kehidupan sosial. Seorang pemimpin yang mampu menyediakan dan atau mengikat kepercayaan serta kesetiaan.
Dengan begitu, Masserman melanjutkan, mungkin Hitler, Stalin hanya masuk dalam kategori kedua. Sedangkan Yesus, Buddha, mungkin lebih cocok berada dalam kategori pertama atau ketiga saja. Sedangkan pemimpin yang mempunyai kategori lengkap seperti yang telah disebut, mungkin orang yang pantas berada pada puncaknya adalah Muhammad, untuk kategori yang sama, mungkin Musa berada di urutan kedua.
Berita lebih lanjut mengenai ketokohan serta pengaruh Muhammad, dapat pula kita simak dan baca pada salah sebuah majalah terpopuler di Amerika Serikat yaitu New York Times, edisi 15 Juli 1974.
Maka benarlah apa yang difirmankan Allah tentang keagungan nabi Muhammad. SAW dalam Al-Qur’an Al-Karim : “Dan kami tinggikan bagimu sebutan (nama—Muhammad) mu.” (Qs. Alam Nasyrah : 4).
Dengan berbagai penjelasan yang telah dikemukakan di muka, jelaslah kita umat islam yang hidup berdiri pada peradaban zaman sekarang ini tidak terlepas dari tokoh sentral yang bernama Muhammad, sang Al-Amin. Melalui beliaulah setiap detail ajaran islam disampaikan kepada para sahabat, tabi’in hingga sampai kepada kita dan umat di seluruh penjuru bumi.
Toleransi dalam rukun iman
Di dalam islam kita mengenal beberapa rukun, yang paling popular—bahkan di mata umat awwam sekalipun—yaitu rukun islam dan rukun iman. Terdapat suatu ajaran yang sangat toleran dan menghargai keberadaan agama samawi lain, yaitu dengan mewajibkan penganut agama islam meyakini/mempercayai kebenaran—keberadaan kitab-kitab Allah yang diturunkan melalui para rasul pilihan-Nya (dalam hal ini kitab versi yang asli, bukan yang ada dan beredar saat ini), tak terkecuali dengan para utusannya sendiri. Hal ini tercermin dari rukun iman yang wajib di-ejawantahkan oleh umat islam. Rukun iman sebagaimana kita pahami bersama ada enam perkara yang yang tidak boleh tidak harus diimani oleh seorang muslim yaitu : iman kepada Allah, iman kepada Malaikat-malaikat Allah, iman kepada Kitab-kitab Allah, iman kepada Rasul-rasul Allah, iaman kepada Qodlo dan Qodhar, serta iman kepada hari akhir/kiamat.
Dan kehadiran nabi Muhammad di tengah-tengah kekhalifahan manusia di muka bumi adalah salah satunya membawa misi keimanan yang luas, yang tidak dangkal. Nabi Muhammad membawa pesan yang baik dan memberikan sikap perilaku baik yang menjadi landasan contoh bagi seluruh umat. Orang islam diperintahkan untuk mengimani adanya kitab-kitab Allah yang lain, selain Al-Qur’an yang menjadi pegangan bagi seorang muslim. Kitab-kitab Allah yang telah diturunkan sebelumnya tersebut di antaranya; kitab Zabur yang diturunkan kepada nabi daud. As, kitab Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa. As, dan kitab Injil yang diturunkan kepada nabi Isa. As, sang mesias.
Oleh karena nabi Muhammad pula ajaran/syari’at dan kitabullah yang lain mendapatkan pembenaran atas risalahnya, akan tetapi setelah datangnya Al-Qur’an, seluruh umat manusia wajib mengikuti perintah yang terkandung di dalamnya, karena Al-Qur’an telah menyempurnakan syari’at yang dibawa para nabi dan kitab-kitab sebelumnya. Maka secara otomatis akidah yang wajib diikuti saat ini hanyalah Al-Qur’an.
Pengingkaran Yahudi dan Nasrani
Di sinilah umat yahudi dan nasrani mengingkari Al-Qur’an sebagai penyempurnaan kitab-kitab sebelumnya. Hanya Karena nabi Muhammad, bukanlah dari keturunan Bani Israil, jauh dari harapan besar mereka sebelumnya, yang mengharapkan nabi yang terakhir dijanjikan dalam Injil adalah dari Bani Israil. Dari pada itu juga mereka mulai menyelewengkan, menyembunyikan, mengganti, dan merubah sebagian besar isi dari kitab Taurat dan Injil baik yang berkenaan dengan keberadaan nabi Muhammad maupun ajaran yang lainnya.
Keterbatasan manusia rupanya telah dan sedang ditunjukkan oleh Allah, ini terlihat jelas setelah diadakan pembelajaran dan penelitian lebih lanjut dan mendalam terhadap Taurat dan Injil, rahasia kebenaran, risalah nabi Muhammad masih dapat ditemukan dalam perjanjian lama maupun perjanjian baru (Taurat dan Injil). Mari sejenak—jika berkesempatan—kita membuka dan membaca perjanjian lama, dalam Ulangan bab. 18 yang menyatakan : “Seorang nabi akan kubangkitkan bagi mereka dari di antara saudara mereka, seperti engkau ini…” (Ulangan. 18 : 18). Hal ini sangat tepat sekali bahwa sesungguhnya Ismail dan Ishak adalah saudara sekandung dari ayah yang sama, yaitu nabi Ibrahim. Dengan demikian mereka merupakan saudara dari Ibu yang lain, yang pada gilirannya nanti keturunan Ishak menjelma menjadi bangsa yahudi (Bani Israil), sedangkan keturunan Ismail beranak pinak menjadi bangsa Arab (suku Quraisy).
Sangat jelaslah kini kekeliruan orang-orang yahudi dan nasrani, karena termakan dogma sesat dari para Kardinal, Uskup, Pendeta dan apapun sebutan bagi mereka yang lainnya, yang kecewa atas kelahiran nabi Muhammad yang bukan dari golongan Bani Israil. Memang seperti itulah Allah telah menggariskan kepada umat yahudi dan nasrani bahwa mereka tidak akan senang kepada umat selain mereka, terutama islam. Sesuai dengan firman Allah yang berbunyi : “Orang-orang yahudi dan nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Qs. Al-Baqoroh : 120).
Dalam surat Al-Ahqaaf pun Allah kembali menjelaskan kemungkaran kaum Bani Israil. “Katakanlah : Terangkanlah kepadaku, bagaimanakah pendapatmu jika Al-Qur’an itu datang dari sisi Allah, padahal kamu mengingkarinya dan seorang saksi bani Israil (Abdullah bin Salam—Imam Abdullah Yusuf Ali menafsirkan Musa. As) mengakui (kebenaran) yang serupa dengan ( yang disebut dalam) Al-Qur’an lalu dia beriman, sedang kamu menyombongkan diri. Sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” (Qs. Al-Ahqaaf : 10).
Sebenarnya, kalau saja orang-orang yahudi dan nasrani lebih cermat dalam mensikapi para pendetanya dalam menyampaikan kuliah yang berkenaan tentang Al-kitab mereka, tentunya kecurangan dan ‘pembodohan’ terhadap mereka tidak akan terjadi. Banyak ayat yang pernah disampaikan Yesus kepada murid dan umatnya ketika itu yang disembunyiakn dan diselewengkan oleh para pemimpin yahudi dan nasrani, di antaranya apa yang tertuang dan dijelaskan kembali melalui bahasa Al-Qur’an dengan firman-Nya yang begitu indah : “Dan ingatlah ketika Isa putra Maryam berkata : “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata : “ini adalah sihir yang nyata.” (Qs. Ash-Shaf : 6).
Hanya karena nabi Muhammad berasal dari suku Quraisy, yang berarti bukan dari golongan mereka (sebenarnya kalau mereka bukan termasuk dari golongan orang yang keras kepala, mereka pasti akan membenarkan, karena Muhammad keturunan nabi Ibrahim juga dari Ismail, sedangkan mereka dari Ishak, seperti sudah diuraikan di atas), lantas Muhammad yang begitu mulia dan agung diperolok-olokkannya dengan keji dan hina, tak hanya itu mereka pun mendustakan Al-Qur’an sebagai kitab dan firman Allah, Tuhan yang mereka sembah juga, dengan mengatakan bahwa itu hanyalah bualan seorang Muhammad saja.
Belum lama terungkap, dari saat ini telah ditemukannya lembaran tulisan kitab Injil yang asli dalam gulungan kulit yang tersembunyi—disembunyikan oleh yahudi dan nasrani—di antara daerah dan perbatasan Yerussalen dan Libanon, memberitakan tentang kebenaran berita nabi Muhammad dan Al-Qur’an. (lebih lanjut baca Injil Didache, oleh DR. Ahmad Hijazi As-Saqa).
Kebenaran Al-Qur’an
Maka Allah pun menegaskan bahwasanya Al-Qur’an adalah kitab dan firman yang hak (benar) dan wajib diikuti oleh seluruh umat di dunia, dengan menurunkan ayat yang berbunyi : “Tidaklah mungkin Al-Qur’an ini dibuat oleh selain Allah ; akan tetapi (Al-Qur’an itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam. Atau (patutkah) mereka mengatakan : “Muhammad membuat-buatnya.” Katakanlah : “(Kalau benar apa yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (Qs. Yunus : 37-38).
Dalam surat Al-Baqoroh, Allah kembali menegaskan, bahwa Al-Qur’an hanya dibuat oleh-Nya sekaligus menantang siapa saja yang dapat membuat seumpamanya dengan firman-Nya : ”Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad). Buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Qs. Al-Baqorah : 23-24).
Sekali lagi, kembali Allah memperjelas kebenaran Al-Qur’an, bahwa Al-qur’an tidak akan serupa dengan apapun, pernyataan ini dapat kita baca dan simpulkan dalam surat Al-Israa’ : “Katakanlah : “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (Qs. Al-Israa’ : 88).
Begitu benar dan sucinya Al-Qur’an yang telah diwahyukan Allah melalui malaikat Jibril kepada nabi Muhammad, sehingga tidak ada umpama apapun dan serupa apapun apa-apa yang terdapat dalam Al-Qur’an, karena di situ hanya kemurnian kalam Allah saja, sang maha mengetahui. Tidak ada perubahan sedikitpun yang dilakukan oleh orang terhadap kandungan Al-Qur’an, sebagaimana yang pernah orang-orang lakukan terhadap kitab-kitab Allah sebelumnya (Zabur, Taurat dan Injil).
Pernah suatu kali dihembuskan isu bahwa Al-Qur’an telah mengalami perubahan (Tahrif) baik secara lafadz maupun maknanya. Sekian kali ditegaskan bahwa Al-Qur’an tidak akan mengalami perubahan apapun dan oleh siapapun. (untuk mengenai kemungkinan tahrif Al-Qur’an, silahkan baca Ukdzubah Tahrif Al-Qur’an baina Al-Syi’ah wa Al-Sunnah, karangan Syeikh Rasul Ja’fariyan).
Untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an Allah telah berjanji dalam surat Al-Hijr, yang berbunyi : “Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al-Hijr : 9).
Terakhir, untuk menutup tulisan ini, jika orang-orang yahudi dan nasrani tetap saja tidak mengakui alias selalu mengingkari nabi Muhammad beserta Al-Qur’an yang ada padanya, ada baiknya mereka menyimak ayat ini : “sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an ketika Al-Qur’an itu datang kepada mereka, (mereka ini pasti akan celaka), dan sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah kitab yang mulia.” (Qs. Al-Fushilat : 41).
Maafkan jika tulisan ini dapat menyinggung.
Peace ajah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar