jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Rabu, 23 Maret 2011

Negara Mafiokrasi

"Dalam negara yang segala lininya telah dikuasai mafia, rakyat harus selalu berusaha untuk menghindari urusan dengan aparat negara..."

Baik buruk negara sangat ditentukan oleh siapa yang menjadi penye lenggaranya atau siapa yang mengendalikan para penyelenggara negara itu. Jika para penyelenggara negara dan orang-orang yang berkontribusi kepada berkuasanya para penyelenggara negara itu adalah orang-orang baik, negara bisa menjadi baik, demikian pula sebaliknya. Penyelenggara negara yang baik selalu berusaha agar rakyat mendapatkan kedaulatan. Atau, kalau toh tidak memberikan kedaulatan, tetapi memberikan tujuan hakiki kedaulatan itu, yaitu kemuliaan hidup kepada mereka, baik secara lahir maupun batin.

Dalam konteks untuk memberikan kemuliaan itulah seharusnya negara menjalankan peran optimal. Negara memiliki implikasi yang sangat besar terhadap kehidupan seluruh warga negara karena--sebagaimana dikatakan Roger Henry Soltau--memiliki wewenang dalam mengatur dan mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat.

Senada dengan Soltau, Harold J Laski mengatakan bahwa negara memiliki kewenangan yang bersifat mengikat dan memaksa warganya. Bahkan, Max Weber lebih tegas lagi dengan mengatakan bahwa negara memonopoli penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah. Negara bisa melakukan semuanya itu karena didukung oleh berbagai macam aparatus yang memiliki kekuatan represif.

Karena itu, prasyarat untuk membangun negara yang baik adalah adanya aparatur yang baik pula. Lalu, apa jadinya jika struktur-struktur negara dikuasai dan dikendalikan oleh para mafia? Tentu saja, negara yang dikuasai oleh mafia akan menunjukkan realitas yang se baliknya. Dunia hitam dan praktik-praktik yang menghalalkan segala macam cara terjadi di segala lini dan bisa dikatakan tak ada ruang yang disisakan oleh operasi jaringan mafia, "dari hulu sampai hilir".

Di Indonesia, yang namanya mafia peradilan, mafia kepolisian, mafia obat-obatan, mafia pajak dan bea cukai, mafia pendidikan, mafia perbankan, mafia pasar modal, mafia sumber daya alam (hutan, pertambangan, perikanan), mafia tanah, dan lain sebagainya, yang kalau ditulis satu per satu mungkin tidak akan cukup, sudah menjadi berita harian yang kemudian membuat masyarakat kehilangan keterkejutan. Mereka menguasai struktur-struktur negara dengan cara bersekutu dengan sebagian penyelenggara negara, atau bahkan kemudian langsung terjun ke dalamnya.

Demokrasi prosedural yang padat modal dijadikan sebagai pintu utama untuk masuk ke dalamnya dengan berkontribusi kepada para politisi yang sedang berkompetisi dalam pemilu. Yaitu, dengan cara menjadi penyandang dana atau secara langsung ikut memperebutkan kekuasaan yang lebih mudah didapatkan dengan menebar uang kepada rakyat yang terbuai oleh politik uang.

Dengan kekuasaan yang berada dalam kontrol mereka, mereka semakin leluasa melakukan berbagai macam pelanggaran hukum karena semua yang mereka lakukan itu tak terjamah oleh hukum. Bah kan, mereka kemudian bisa mendapatkan legalitas secara hukum. Itulah yang kemudian menyebabkan lembaga penegak hukum justru menghancurkan tatanan hukum karena diisi oleh orang-orang yang sangat mudah disuap oleh para mafia, atau bahkan mafia itu sendiri telah menguasai lembaga peradilan secara langsung.

Negara yang seharusnya merupakan perangkat untuk menginstitusionalisasikan kehendak bersama, kemudian tereduksi menjadi sarana untuk menginstitusionalisasikan kepentingan kaum mafia. Lahirlah negara dengan karakter yang tak hanya menindas, tetapi juga menghisap "darah" rakyat. Dalam banyak film, para mafia biasanya lebih sering digambarkan dengan ak si-aksi kejahatan yang menumpahkan darah secara langsung. Tapi saat ini, para mafia telah memiliki cara baru untuk menumpuk keuntungan material dengan cara yang labih lembut tanpa harus menumpahkan darah, tetapi sesungguhnya memiliki implikasi yang lebih dahsyat.

Para mafioso mengoptimalkan diri dalam menyabot harta kekayaan negara yang seharusnya digunakan oleh sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kekayaan negara itu, justru digunakan oleh mafia penyelenggara negara untuk memperkaya diri mereka. Itulah sebab, walaupun negeri ini memiliki berbagai kekayaan yang melimpah, tetapi kekayaan tersebut tidak akan menyebab kan kesejahteraan rakyat. Kekayaan tersebut hanya akan dinikmati oleh kalangan elite penguasa yang jumlahnya sangat terbatas.

Dan, setiap ada klaim pertumbuhan ekonomi, sesungguhnya itu hanya terjadi di kalangan yang sangat terbatas tanpa mengurangi jumlah warga negara yang sebelumnya mengalami kemiskinan absolut. Bahkan bisa jadi, pertumbuhan ekonomi terjadi bersamaan dengan peningkatan jumlah warga negara yang mengalami kemiskinan absolut.

Mafia sekarang ini telah melakukan kerjanya secara terorganisasi dan rapi, bukan lagi orang per orang. Mereka telah membangun jaringan yang rapi. Karena telah tersistematisasi itu, para mafia dapat mengarahkan segalanya sesuai dengan yang mereka inginkan. Inilah yang menyebabkan hukum tak dapat lagi ditegakkan dan terjadi berbagai pelanggaran yang tak tersentuh hukum.


"Walaupun langit runtuh, hukum harus tetap ditegakkan atas para pelaku kejahatan" sekadar menjadi slogan yang tak bisa dilihat realisasinya. Yang terjadi adalah sebaliknya, hukum dijadikan sebagai alat untuk meruntuhkan kedaulatan rakyat melalui proses-proses pembuatan kebijakan yang legal dan menjadi dasar legal bagi kedaulatan para mafia (mafikorasi). Kelihatan kontradiktif dalam logika hukum, tetapi itulah sesungguhnya yang terjadi.

Dalam negara yang segala lininya telah dikuasai mafia, rakyat harus selalu berusaha untuk menghindari urusan dengan aparat negara. Sebab, berurusan dengan aparat negara hanya akan menambah beban yang ditanggung menjadi semakin berat.

Sudah menjadi semacam pameo, jika kita kehilangan kambing, tak usahlah melaporkan kehilangan itu karena justru akan kehilangan sapi sebagai biaya mengurusnya dengan hasil yang tidak jelas. Dan, yang lebih baik rakyat membiasakan diri hidup tanpa negara. Wallahu a'lam bi al-shawab.


Oleh: Mohammad Nasih, Dosen Pascasarjana Ilmu Politik UI, Pengurus Dewan Pakar ICMI Pusat
Sumber: Republika (22/3/11)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar