REPUBLIKA.CO.ID, BERKELEY, CALIFORNIA. Dari delapan kampus yang dipertimbangkan, Faatimah Knight akhirnya memutuskan mempelajari Sastra Inggris, di Zaytuna College, di mana ia dapat belajar tentang Islam klasik dalam lingkungan yang ramah dengan semua aspek dalam keyakinan Islam. Gadis asal Brooklyn berusia 18 tahun itu pun akan menjadi bagian dari kelas, yang diharapkan pendiri Zaytuna mewujudkan kampus Muslim pertama yang diakreditasi sebagai lembaga pendidikan tinggi dengan identitas Islam namun terbuka untuk setiap keyakinan.
Faatimah memilih Zaytuna karena ia menginginkan tumbuh beserta keimanan kuat dan belajar tentang agama yang menginspirasi orang tuanya beralih agama dan bahkan mampu membela Islam dalam waktu-waktu sulit penuh kecurigaan dari warga AS. "Empat tahun kuliah harusnya membuat saya lebih dari sekedar cerdas secara tekstual," ujarnya.
"Saya ingin di sini karena saya ingin meningkatkan diri sebagai pribadi dalam arti karakter," ujarnya. "Saya hampir yakin bahwa itu bisa saya dapatkan dengan kuliah di sini,"
Knight, adalah satu dari 15 siswa Zaytuna dalam Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Seni Liberal yang memulai kelas pada 24 Agustus lalu. Zaytuna College mengembangkan program seminar permulaan di Institut Zaytuna, yang telah meluluskan mahasiswa pada 2008 lalu. Seorang penduduk asli Amerika yang beralih menjadi Muslim asal San Fransisco Bay Area, Syekh Hamza Yusuf, yang mempelajari Islam di luar negaranya, memulai institut tersebut pada 1996, menawarkan program studi Sastra Arab dan Kajian Islam.
Yusuf mengawali rencana transisi Zaytuna menjadi lembaga kampus sepenuhnya dua tahun lalu bersama dua koleganya, Imam Zaid Shakir, warga asli Berkeley yang juga berpindah menjadi Muslim dan belajar Islam di luar negeri, dan Hatem Bazian, keturunan asli Palestina yang telah tinggal di Bay Area selama 27 tahun sekaligus guru besar di Universitas of California Berkeley.
Tiga sosok tersebut adalah beberapa dari cendekiawan Muslim yang tersohor dan paling dikenal baik di Amerika, demikian menurut direktur program dan perangkulan umat di Dewan Hubungan Islam Amerika (CAIR), San Fransisco, Zahra Biloo.
Kampus tersebut kini tengah mengupayakan akreditasi dari Western Association of School and Colleges. Pendiri berharap, dengan akreditasi tersebut, para lulusan dapat bekerja di profesi apa pun, termasuk melayani komunitas Muslim Amerika sebagai imam, manajer NGO, atau guru sekolah Islam.
Kolega Yusuf, Hatem, mengatakan kampus macam itu dibutuhkan karena minim sekali profesional Muslim yang memiliki pemahaman kuat terhadap keyakinan mereka dan kebutuhan Muslim di AS. "Kami menilai kehadiran kampus sangat penting karena memberi tempat tumbuh bagi komunitas dengan tradisi mereka, tidak dalam niat untuk menciptakan perbedaan dalam masyarakat lebih luas, namun untuk menormalkan kehadiran perbedaan itu dalam masyarakat, bahwa tak ada kontradiksi antara menjadi warga AS dan menjadi muslim," paparnya.
Muslim memang telah ada di AS selama berabad-abad. Namun, menurut direktur riset dan manajemen komunitas dari Institut Kebijakan dan Pemahaman Sosial, lembaga think-thank fokus pada kajian Muslim AS berbasis di Michigan, Farid Senzai, sebagian besar imigran masuk ke negara itu dalam 40 tahun terkakhir dengan 80 persen tiba setelah 1080-an.
Selama beberapa generasi, Muslim di Amerika telah membangun sejumlah infrastruktur yakni masjid, sekolah dan lembaga advokasi. Kini dengan populasi yang diperkirakan merentang sebanyak 2 juta hingga 8 juta, mereka mulai mendirikan lembaga akademik, demikian ujar Farid, seperti yang dilakukan kaum Katholik dan Yahudi beberapa generasi lalu.
Kampus semacam tadi dapat menjembatani celah antara segmen berbeda di komunitas seperti imigran dan Muslim penduduk AS, ujar Zahra Billoo. Kehadiran lembaga itu juga dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kapasitas sebagai imam di negara yang diperkirakan telah memiliki 2.000 masjid, sebagai pengganti pimpinan komunitas asal luar yang kerap menghadapi kendala budaya, bahasa dan perbedaan antar generasi.
Pertama kali dibuka, Zaytuna menawarkan kelas Bahasa Arab dan Kajian Teologi dan Hukum Islam. Kini mereka berencana menambah jurusan dan program sertifikat profesional di bidang etik kedokteran Islami, Keuangan Islami dan pelatihan keagamaan bagi imam dan mahasiswa S1.
Zaytuna juga berharap dapat menjadi kendaraan dalam dialog antaragama. Kampus memang sengaja didirikan di lingkungan Berkeley yang progresif, salah satu titik kawasan intelektual dengan jumlah komunitas Muslim cukup besar. Lembaga itu kini menumpang di American Baptist Seminary of the West selama lima tahun hingga pendirinya mampu mendirikan area kampus sendiri.
Farid mengatakan kehadiran lembaga itu dapat mempromosikan pemahaman lintas budaya, ketika pengunjung 'melihat langsung dalam bentuk tindakan'. "Yang pasti, institusi seperti ini, dalam jangka panjang sangat dibutuhkan untuk menghubungkan pihak yang berjarak sekaligus banyak selip pemahaman di masyarakat tentang Islam dan Muslim," ujarnya.
Sumber: Republika Newsroom
Tidak ada komentar:
Posting Komentar