jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Selasa, 24 Agustus 2010

Jangan berdagang dengan rakyat…

Pengumuman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang rencana kenaikan gaji bagi PNS, anggota TNI dan Polri pada tahun 2011 mendatang sungguh sama sekali tak membuat Raden Mas Suloyo gembira. Jangankan tertawa senang, senyum pun tidak… dia malah mbesengut.
”Lha disuruh senang bagaimana wong saya ini pegawai swasta… buruh Mas, seperti sampeyan. Kenaikan gaji kita ini kan tergantung prestasi. Kalau tidak berprestasi ya tidak naik gaji,” jawab Denmas Suloyo saat ngobrol dengan Mas Wartonegoro soal kenaikan gaji para abdi negara itu.

”Wah enak bener ya Denmas jadi PNS itu… sebentar-sebentar naik gaji… gaji naik kok sebentar-sebentar ya,”
canda Mas Wartonegoro menirukan lawakan yang biasa muncul di acara televisi.

”Maksud sampeyan?”
tanya Denmas Suloyo.


”Lha iya to, artinya hanya dalam tiga tahun terhitung sejak 2009, gaji PNS/TNI/Polri sudah naik 30%. Januari 2010 lalu mereka mendapat kenaikan gaji sebesar 5%, tahun 2011 pemerintah memastikan akan menaikkan gaji PNS/TNI/Polri dan pensiunan rata-rata 10%. Apa ra penak tenan…” kata Mas Wartonegoro.

”He he he… iya ya. Tapi masalah enak dan tidak itu kan relatif to Mas, wang sinawang. Yang jadi masalah adalah, jika kenaikan gaji PNS/TNI/Polri itu telah diumumkan maka harga berbagai barang juga bakalan ikut naik. Yang pusing pegawai swasta seperti kita ini… kalau pabrik tidak sukses mencari uang, lha kita tidak bakalan naik gaji. Para buruh seperti kita ini akan semakin ketinggalan dengan kenaikan harga-harga barang, singkatnya akan semakin miskin,” papar Denmas Suloyo.


”Itulah Denmas. Saya bicara seperti ini bukannya iri dengan PNS, tapi saya ingin mengritisi cara pemerintah menyampaikan kenaikan gaji para PNS itu lho. Mbok ya wis dikasih tahu pas nanti naik gaji. Kalau gini kan ada kesan pemerintah ingin menunjukkan kepedulian kepada mereka, ujung-ujungnya ya soal politik pencitraan kan…” tambah Mas Wartonegoro.

Berdagang dengan rakyat

Begitulah. Obrolan kawan saya itu rasanya masuk akal. Dampak psikologis dan sosiologis yang ditimbulkan akibat pengumuman kenaikan gaji PNS seperti itu sesungguhnya sudah dipahami banyak orang sejak dulu. Ketika pemerintah mengumumkan adanya kenaikan gaji PNS/TNI/Polri maka harga-harga barang pun seolah ikut berlomba menyesuaikan diri.

Saya kali ini sependapat dengan Bu Megawati yang pekan lalu menyatakan bahwa pengumuman kenaikan gaji PNS/TNI/Polri seperti itu sebenarnya tak perlu, apalagi sampai digembar-gemborkan. Selain jumlah PNS dibandingkan dengan rakyat yang bukan PNS sungguh sangat tak signifikan, dampak perekonomian yang ditimbulkan sesungguhnya malah lebih besar.

Berdasarkan data yang dimiliki Kemenpan dan Reformasi Birokrasi, hingga 2009 jumlah PNS tercatat mencapai 4,7 juta orang atau sekitar 2 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Ini tentu tidak sebanding dengan jumlah pegawai swasta yang jumlahnya mencapai puluhan juta, namun seolah kurang mendapat perhatian dari pemerintah.

Siapa yang menjamin kesejahteraan mereka? Siapa yang menjamin kenaikan gaji mereka pada saat berbagai kebutuhan pokok ikut melanggang naik? Siapa yang akan mensubsidi, ketika biaya pendidikan anak-anak mereka katanya ”menyesuaikan” dengan keadaan zaman karena tuntutan perbaikan fasilitas serta pendapatan para guru dan dosen?

Terlebih lagi dengan kenaikan berbagai kebutuhan pokok akhir-akhir ini. Bahkan sehari setelah pidato Presiden, melalui Menteri Keuangan Agus Martowardojo pemerintah menyatakan tarif dasar listrik TDL akan kembali dinaikkan rata-rata 15 persen pada 2011. Lha dalah…

Kata Pak Mentri, asumsi kenaikan dilakukan pada awal tahun 2011. Tarif listrik dinaikkan, katanya, untuk mengurangi subsidi listrik menjadi Rp 41 triliun dari Rp 55,1 triliun pada 2010. Lha ini kan namanya pemerintah berdagang dengan rakyat. Untuk mengurangi subsidi maka harga TDL dinaikkan. Memangnya tidak ada jalan lain selain mengurangi subsidi?

Berdagang dengan rakyat juga dilakukan pemerintah saat kisruh tabung gas 3 kg melanda negeri ini. Pemerintah pun menjual aksesoris kelengkapan tabung gas, mulai selang hingga regulator. Yang berwenang ketika itu menyebutkan bahwa untuk membuat regulator dan selang membutuhkan dana yang besar.

Mestinya tidak begitu… ini adalah tugas negara. Pemerintah adalah bagian abdi negara. Ketika negara sedang dilandah krisis, pemerintahlah yang harus mengambil alih, bukannya membebankan lagi kepada rakyat. Memberi subsisi, mensejahterakan rakyat adalah tugas dan tanggung jawab negara yang implementasinya dilakukan pemerintah. Karena itu jangan sekali-kali berdagang dengan rakyat.

Coba kita simak, melalui kebijakan kenaikan gaji PNS 10% pada 2011 mendatang maka penghasilan PNS dengan pangkat terendah, meningkat dari Rp 1.895.700 menjadi sekitar Rp 2.000.000. Khusus bagi guru dengan pangkat terendah, pendapatannya meningkat dari Rp 2.496.100 menjadi Rp 2.654.000. Sementara bagi anggota TNI/Polri dengan pangkat terendah penghasilannya meningkat dari Rp2.505.200 menjadi Rp2.625.000.

Untuk mendukung pelaksanaan reformasi birokrasi ini, dalam RAPBN tahun 2011 pemerintah merencanakan alokasi anggaran sebesar Rp 1,4 triliun. Lalu bagi yang bukan PNS/TNI/Polri? Pemerintah mestinya juga harus memikirkan sejumlah kebijakan yang bisa sedikit meringankan beban mereka. Jangan gara-gara ”berdagang” dengan rakyat dengan mengurangi subsidi listrik, banyak buruh yang tak bisa naik gaji atau bahkan di-PHK gara-gara pengusaha tak mampu membayar kanaikan TDL.


Sumber: Solopos Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar