Beberapa kali Pemkab Sukoharjo diperingatkan oleh Dewan setempat terkait minimnya PAD. Kondisi ini ironis jika dikaitkan dengan penyertaan modal Pemkab setiap tahun pada perusahaan daerah. Mengapa Perusda tidak mampu menjadi sumber PAD? Berikut laporan wartawan SOLOPOS.
Di tengah ruang rapat paripurna Gedung DPRD Sukoharjo yang megah, Selasa (1/12) silam, puluhan tamu undangan seperti mengulang “ritual” tahunan.
Setahun yang lalu, tamu undangan yang hadir juga mendapat suguhan serupa, dan nyaris tak ada bedanya bahkan pada dua hingga empat tahun lalu. Yang berbeda mungkin hanya jumlah orang yang maju ke depan karena apabila pada periode Dewan sebelumnya (2004-2009), hanya lima orang yang maju membacakan pandangan umum fraksi, sedang pada awal Desember 2009 silam itu menjadi enam orang yang maju lantaran fraksinya ada enam (2009-2014). Dari semua fraksi itu, kesemuanya lagi-lagi menyoroti tentang minimnya pendapatan asli daerah (PAD).
Semua perulangan itu memang tak mengherankan, banyak pejabat eksekutif yang memilih ngobrol atau kalau tidak menundukkan kepala sambil terkantuk-kantuk. Pemandangan sama juga bisa dilihat di jajaran anggota legislatif yang kebanyakan sibuk membaca koran untuk membunuh kebosanan mereka.
Menjadi rahasia umum, Kota Makmur, julukan untuk Sukoharjo, beberapa kali telah mendapat peringatan dari Gubernur Jawa Tengah lantaran PAD yang dihasilkan sangat kecil. Untuk 2009 contohnya, dengan total belanja senilai Rp 740 miliar, PAD yang dihasilkan daerah ini hanya 45 miliar.
Akibatnya untuk menutup semua kebutuhan dan utang, daerah sangat mengandalkan pemerintah pusat. Hal yang sama juga terjadi pada 2008 lalu dan diprediksi akan berulang kembali pada 2010 yaitu dengan total belanja senilai Rp 752 miliar, PAD hanya Rp 52 miliar.
Kondisi demikian menurut juru bicara Fraksi Partai Demokrat DPRD Sukoharjo, Ngatman Budi Raharjo, perlu diperbaiki.
Fraksinya berpendapat, semua potensi PAD harus digali secara optimal dalam rangka peningkatan PAD. Hal senada diungkap pula oleh Setyo Dwi Herwanto, pegiat Pusat Telaah Informasi Regional (PATTIRO)-sebuah lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada anggaran publik.
Setyo mengatakan, optimalisasi sumber-sumber pendapatan memang penting untuk peningkatan PAD. Apalagi setelah Undang-undang (UU) No 32/2004 tentang Otonomi Daerah diberlakukan.
Kemandirian Daerah
Optimalisasi tersebut tidak seharusnya hanya diberlakukan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) penyelenggara retribusi daerah, namun juga kepada badan usaha milik daerah (BUMD) sebagai representasi kemandirian daerah.
Selama ini, Setyo menilai, BUMD di hampir semua kabupaten/kota di Soloraya khususnya terkesan antara ada dan tiada. Keberadaannya tidak dikelola secara optimal, termasuk juga di Sukoharjo. Tanpa adanya manajemen yang baik serta efisiensi dalam hal biaya operasional, terutama gaji pegawai, BUMD hanya akan menjadi replika birokrasi yang gendut dan tak efisien.
“Jadi kalau misalnya pengeluaran BUMD lebih banyak dari keuntungan yang dihasilkan, apa bedanya BUMD dengan Pemkab sebagai birokrasi. Kalau BUMD tetap mempertahankan institusi mereka sebagai perusahaan, ya lebih baik dibubarkan saja karena jelas-jelas keberadaan mereka akan membebani APBD, bukan sumber keuntungan,” ujar dia, Selasa (8/12).
Yang diungkap Setyo memang tak berlebihan. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang terbit pada 30 Juni 2009, dari tiga BUMD di Sukoharjo yang mendapat sorotan dari eksekutif dan legislatif yaitu Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR) Bank Pasar, Percada serta Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Total penyertaan modal yang dikeluarkan Pemkab senilai Rp 47 miliar atau hanya terpaut Rp 2 miliar lebih besar dibanding total PAD sampai tahun 2009. Rata-rata penyertaan modal per tahun mulai Rp 1 miliar hingga Rp 3 miliar.
Sebagai gambaran, di 2008 untuk penyertaan modal PDAM senilai Rp 2,8 miliar, keuntungan yang diberikan kepada Pemkab hanya Rp 125 juta. Hal yang sama juga terjadi di PD BPR Bank Pasar. Dari penyertaan modal senilai Rp 1 miliar, keuntungan yang masuk PAD senilai Rp 326 juta.
Tabel penyertaan modal Pemkab Sukoharjo
No | Tahun | Penyertaan Modal
1. | 2006 | Rp. 6.852.000.000,-
2. | 2007 | Rp. 12.600.000.000,-
3. | 2008 | Rp. 5.950.000.000,-
4. | 2009 | Rp. 5.320.000.000,-
5. | 2010 | Rp. 6.932.000.000,-
Sumber: Laporan BPK – Ayu Prawitasari
Souce: Solopos Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar