Yogyakarta. Keputusan DPR untuk memilih opsi C dalam paripurna semakin meningkatkan dorongan pemakzulan. Padahal, antara hak angket dan pemakzulan tak berjodoh.
"Angket itu dari awal nggak cocok dengan sistem presidensil. Angket berujung pada mosi tak percaya untuk ketua parlemen dalam sistem parlementer, bukan pemakzulan bagi presiden," kata mantan ketua MA Bagir Manan.
Hal itu dikatakan Bagir saat ditemui detikcom di Hotel Inna Garuda, Jl Malioboro, Yogyakarta, Jumat (5/3/2010).
Menurut Bagir, konsep pemakzulan banyak diambil dari AS. Presiden AS bisa dimakzulkan karena perbuatan pidana. Namun di Indonesia, kriterianya ditambah lagi yaitu pemakzulan karena perbuatan tercela dan karena tidak memenuhi syarat lagi sebagai presiden.
"Kategori ini tadinya tidak ada. Nah sekarang DPR harus tentukan, mau pakai kriteria yang mana," tuturnya.
Bagir menyatakan, sepanjang sejarah AS baru 2 presiden yang dicoba untuk dimakzulkan, yaitu Andrew Johnson karena mendukung perbudakan dan Bill Clinton terkait perselingkuhan. Namun keduanya pun gagal dimakzulkan.
"Sudah benar kalau di Indonesia, aturan pemakzulan dipersulit supaya impeachment itu necessary evil. Butuhnya hanya karena terpaksa. Jadi bukan untuk mainan," paparnya.
Bagir menambahkan upaya pemakzulan masih jauh panggang dari pada api. "Sekarang habis (angket) ini, mau apa? Kan nggak bisa juga beri komando ke petugas hukum. Apa petugas hukum akan mau melakukan pengusutan? Paling-paling hanya akan dijadikan petunjuk awal saja," jelasnya. (amd/nrl)
Sumber: Detiknews.Com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar