PK-Sejahtera Online. Sampai 20 Januari 2010 ini, pemerintah telah berhasil memulangkan 2.019 TKI bermasalah dari berbagai negara. Usaha ini tentu baik karena dapat mengurangi beban KBRI kita dalam menampung TKI bermasalah tersebut.
Namun banyaknya jumlah TKI yang bermasalah adalah bukti kegagalan pemerintah dalam melakukan pengawasan dan perlindungan TKI. Fungsi advokasi perwakilan negara melalui atase ketenagakerjaan dan KBRI kita belum optimal. Belum lagi sanksi terhadap Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) nakal yang tidak tegas diberlakukan oleh pemerintah. Kementrian tenaga kerja dan transmigrasi lebih banyak mengumbar janji akan menindak PPTKIS yang nakal namun realitasnya korban PJTKI nakal terus berjatuhan.
Alih-alih melakukan pengawasan terhadap PPTKIS, kemenakertrans melalui Dirjen Bina Penta malah menambah jumlah PPTKIS dari 499 di tahun 2008 menjadi 538 di tahun 2009.
Pemulangan TKI bermasalah sesungguhnya hanya merupakan solusi mikro yang tidak akan berdampak besar dalam penyelesaian persoalan TKI kita yang carut marut. Pemerintah melalui Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi beserta BNP2TKI harus melakukan restrukturisasi mendasar dalam pembinaan TKI kita. Apalagi pemulangan TKI dikaitkan dengan capaian program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.
Kita harus berhenti mejadikan TKI sebagai objek eksploitasi mulai dari perekrutan, penempatan sampai pemulangan TKI dari luar negeri. TKI harus dikembalikan kepada fungsinya yang telah banyak membantu menyelesaikan persoalan bangsa ini dalam hal mengurangi angka penganguran, angka kemiskinan dan pada akhirnya meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.
Selain itu hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana nasib anak-anak dari TKI kita yang dilahirkan ketika para ibunya bekerja di luar negeri, baik akibat pemerkosaan maupuan pengabaian dari laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Negara harus memikirkan masa depan mereka dan legalitas mereka secara hukum. Karena bila pemerintah tidak menyelesaikan persoalan ini, anak-anak TKI tersebut akan menjadi persoalan berkepanjangan dan bumerang bagi kita sendiri.
Anak-anak yang lahir seharusnya tidak juga menjadi korban dari kegagalan pemerintah dalam melindungi para TKI di luar negeri. Masa depan Anak-anak dari hasil TKI bermasalah tetap menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjamin kesejahteraan dan masa depan mereka.
Jika kita masih punya hati nurani, maka, demi upaya penataan ulang sistem pengiriman TKI ke luar negeri yang lebih baik perlu dilakukan revisi terhadap Undang-undang no 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri serta komitmen dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam melaksanakan Undang-undang no 39 tahun 2004 ini.
Sumber: PK-Sejahtera Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar