Pengadaan pesawat kepresidenan sudah sesuai prosedur yang ada. Itulah jawaban yang disampaikan oleh Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha terhadap kritikan masyarakat atas pengadaan pesawat kepresidenan senilai Rp 200 miliar.
Secara administratif pemerintahan, pengadaan pesawat kepresidenan tersebut memang bisa dibenarkan dan sah. Legalitasnya jelas karena telah mendapatkan persetujuan dari DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).
Persoalannya adalah apakah setiap kebijakan hanya mempertimbangkan legalitas dan asas aturan pemerintahan belaka. Bagaimana dengan pertimbangan masyarakatnya misalnya rasa keadilan masyarakat di tengah himpitan problematika ekonomi saat ini.
Lalu pertimbangan sejauh mana kemanfaatan dari keberadaan pesawat kepresidenan tersebut saat ini. Kemudian bagaimana dengan beban anggaran yang ada di saat kita menggalakkan kampanye penghematan dan efisiensi anggaran.
Pertimbangan-pertimbangan tersebut mau tidak mau harus juga dijadikan pegangan terutama menyangkut transparansi dan rasa keadilan masyarakat. Apalagi, sebelumnya pemerintah baru saja mendapat kritikan pedas dari masyarakat saat mengeluarkan kebijakan pengadaan mobil mewah untuk petinggi negara. Belum lagi, renovasi pagar istana yang menghabiskan angka Rp 22 miliar, serta belanja komputer untuk anggota DPR yang menghabiskan dana Rp 15 miliar.
Pemerintah seharusnya jeli dalam melakukan pembelanjaan uang negara. Situasi dan kondisi yang sedang dialami masyarakat saat ini juga harus menjadi pertimbangan paling utama dibanding hanya sekadar berdebat soal sah tidaknya secara aturan atau prosedur pemerintahan.
Bisa jadi, pengadaan pesawat kepresidenan diperlukan. Tapi pemerintah harus bisa memberikan alasan yang transparan dan substansial. Apakah keberadaannya sudah mendesak sehingga harus melakukan pengadaan pesawat kepresidenan tersendiri. Bagaimana soal anggaran jika dibandingkan dengan menggunakan pesawat sebelumnya.
Jika pemerintah tak bisa memberikan alasan yang transparan, jelas dan substansial maka sebaiknya pengadaan pesawat kepresidenan tersebut ditunda terlebih dahulu. Apalagi, kebutuhannya belum mendesak. Kemudian situasi dan kondisi masyarakat yang tengah dihimpit kenaikan harga sembako dan problematika ekonomi lainnya. Bila itu dilakukan maka Presiden SBY atau pemerintah akan memberikan contoh kesahajaan bagi rakyatnya. (***)
Sumber: Harian Joglosemar Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar