INILAH.COM, Jakarta. Pernah, ketiga perawat ini memakai jilbab yang tidak terlalu longgar. Mereka memakai jilbab bandana dan jilbab yang dimasukkan ke dalam baju. Tapi, mereka ingat syariah.“Kami sudah ikuti aturan itu, termasuk kewajiban memakai bandana dan pakaian ketat. Tapi menurut keyakinan kami, berjilbab yang sesuai syariah adalah jilbab yang menutup dada hingga tak terlihat lekukan tubuh, seperti tercantum dalam Al-Quran,” kata Suharti, bersemangat.
Mereka juga mengenakan seragam berkerudung lebar menutup hingga sebatas punggung. Juga mengenakan kaos kaki untuk menutup telapak kakinya.
“Alasan pihak perusahaan terlalu dibuat-buat, yaotu menuntut agar kerudung mereka dimasukkan ke dalam baju. Jadi, tidak ada persoalan dalam performance atau keluhan dari pasien,” kata M. Luthfie Hakim, pengacara dari tiga perawat ini.
Artinya, model kerudung yang dikeluarkan di baju atau dimasukkan ke dalam baju, tidak diatur dalam SOP perusahaan.
Apalagi, peraturan jilbab itu telah disertifikasi oleh MUI.
“Kami mengira ada manipulasi sertifikasi halal berpakaian versi MUI oleh RS Mitra Internasional,” tegas Luthfie, yang pernah menjadi pengacara mantan Danjen Kopassus Muchdi PR.
Komisioner Komnas HAM, Johny Nelson Simanjuntak yang menerima pengaduan tiga perawat ini, berjanji akan menindaklanjuti kasus ini. Dia menjanjikan tiga hal.
Pertama, akan menegur RS Mitra Internasional untuk lebih menghargai keyakinan karyawana. Kedua, menegur Disnaker Jakarta Timur untuk tidak memperantarai dan melanjutkan proses pemecatan terhadap ketiga perawat ini. Ketiga, menegur Serikat Pekerja RS Mitra Internasional karena gagal menjalankan fungsinya dalam membela hak anggotanya.
“Kita berharap mereka mendapat keadilan dan meminta sertifikasi halal pakaian RS Mitra Internasional ditinjau kembali. Karena sertifikasi itu telah dimanipulasi untuk memecat karyawannya,” kata Luthfie.
Ketika ditanya dari mana mereka bisa meyakini bahwa jilbab yang mereka kenakan itu sesuai syariah, Suharti menjawab: ''Saya dan Mbak Wiwin rutin ikut liqo (kajian agama yang rutin diselenggara oleh PKS). Tapi kami berbeda murabbi,” Ujar Suharti sambil melirik Wiwin.
Mereka mengatakan bahwa mereka adalah kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namun, mereka mengaku sebelumnya mereka tidak berteman. Mereka baru berteman dekat ketika dipersatukan oleh kasus pemecatan ini.
“Sebetulnya kami berhasil menggalang sekitar sebalas orang, namun yang tersisa hanya tinggal kami bertiga. Seperti seleksi alam,” ujar Suharti kepada INILAH.COM di Komnas HAM, Jakarta, Senin (7/11).
Sampai berita ini diturunkan, pihak manajemen RS Mitra Internasional masih tidak mau dikonfirmasi. INILAH.COM hanya diberi jawaban bahwa direksi dan HRD sedang tidak ada di tempat oleh staf di resepsionis. [habis/ims]
Sumber: Inilah.Com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar