PK-Sejahtera Online, Jakarta. Pemerintah harus mentaati Putusan MA dengan menunda penyelenggaraan UN sebelum ada perbaikan pada implementasi delapan standar pendidikan selain standar penilaian. Bila belum ada perbaikan dan tetap melaksanakan UN, berarti pemerintah melakukan kezaliman pada anak didik.“Jika (UN) tetap dilaksanakan, ini preseden buruk bagi pendidikan nasional kita. Karena pemerintah mengesankan tidak taat atas putusan MA tersebut,” kata Anggota Komisi X FPKS DPR RI Ahmad Zainuddin, Senin(7/12).
Ahmad Zainuddin yang merupakan anggota dewan dari Dapil Jakarta Timur mengatakan hal tersebut menanggapi hasil putusan MA yang menolak kasasi perkara Ujian Nasional yang diajukan pemerintah.
Zainuddin menganggap pelaksanaan UN adalah kebijakan yang tidak adil, sebab menafikkan realitas aktual pendidikan nasional. Hal ini ditunjukkan dengan adanya disparitas dan kesenjangan yang mencolok baik antar sekolah maupun antar siswa.
“Pelaksanaan UN sudah bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional yang membentuk manusia yang beriman dan bertakwa serta berahlak mulia. Banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan moral,” ungkapnya.
Berdasarkan laporan masyarakat di sejumlah daerah, ada guru yang dibebankan target untuk menaikkan persentase kelulusan hanya untuk menaikkan pamor sekolah. Di lain tempat, ketidakjujuran terjadi saat pelaksanaan UN dengan adanya penyebaran kunci jawaban melalui SMS (layanan pesan singkat) kepada peserta UN.
“Itu hanya sebagian kecil realita yang terjadi. Masih banyak pihak sekolah yang dengan sengaja menutup-nutupu kejadian seperti ini,” ujar Ahmad Zainuddin yang juga Ketua DPP PKS Bidang Kaderisasi.
Pemerintah bersikukuh tetap melaksanakan UN dengan dalih PP No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Padahal, menurut Zainuddin, PP tersebut kurang selaras dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Untuk itu dirinya meminta agar Mendiknas agar konsisten terhadap UU Sisdiknas.
“Semua Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri harus mengacu pada UU yang ada agar tidak ada kontradiksi dalam penentuan UN,” kata Ahmad Zainuddin.
Ahmad Zainuddin yang juga Ketua Poksi X FPKS mengungkapkan bahwa, penetapan angka kelulusan UN yang mengalami peningkatan telah mengorbankan hak-hak siswa untuk mendapatkan pendidikan yang sewajarnya (melanggar hak pedagogi anak).
“Masyarakat tidak sepakat kalau UN dijadikan sebagai satu-satunya penentu kelulusan siswa. Faktanya, UN hanya berorientasi pada aspek kognitif dengan menafikan aspek psikomotorik serta afektif. Jadi UN tidak bisa dijadikan sebagai standar peningkatan mutu pendidikan,” katanya.
Ketidaksetujuan pelaksanaan UN diajukan masyarakat melalui Citizen lawsuit atau gugatan warga negara. Gugatan ini ditujukan kepada presiden, wapres, Mendiknas dan Ketua BSNP yang dinilai lalai memenuhi kebutuhan hak asasi manusia (HAM ) dibidang pendidikan. Pada peradilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan tersebut diterima.
Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan putusan itu pada 6 Desember 2007. Pemerintah lalu mengajukan kasasi ke MA yang pada akhirnya menolak kasasi perkara itu dengan nomor register 2596 K/PDT/2008 yang diputus pada 14 September 2009.
Fraksi PKS mengusulkan, kata Zainuddin, Pemerintah harus mengembalikan evaluasi belajar kepada satuan pendidikan dengan menerapkan model ujian yang mampu mengacu pada peningkatan kualitas guru dan sekolah dan sesuai dengan UU Sisdiknas.
“Selain akan menghemat anggaran negara, model itu juga diharapkan bisa lebih menjaga nilai-nilai akhlakul karimah,” pungkas Zainuddin.
Sumber: PK-Sejahtera Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar