jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu

Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..

Kamis, 29 Oktober 2009

Dari Tokoh Partai (PKS) Menjadi Tokoh Nasional


Itulah agenda besar Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yakni menciptakan tokoh partai menjadi tokoh Nasional, Gubernur, Wakil Gubernur hingga Bupati dan Walikota.
Diawali dengan Nur Mahmudi Ismail, Presiden pertama PKS, menjadi Menteri kehutanan RI di era Gusdur. Setelah tidak jadi menteri lagi, ia “masih laku” untuk jadi Walikota Depok.

Kemudian Hidayat Nur Wahid, Presiden kedua PKS, menjadi Ketua MPR, setelah lengser dari Ketua MPR, ia mungkin juga punya agenda lain, mengincar jabatan Gubernur atau walikota, sebagaimana pendahulunya, Nur Mahmudi Ismail.

Dan yang terakhir, Presiden ketiga PKS, Tifatul Sembiring, menjadi menkominfo pada Kabinet SBY Budiono.

Sekarang, Presiden keempat PKS, Lutfi Hasan Ishaaq, lima tahun ke depan pada periode 2014-2019, apakah ia berhasil meraup perolehan suara di Pileg yang akan datang? Jika jawaban iya… bukan tidak mungkin PKS akan ikut ambil bagian dalam Pilpres mendatang, maju sebaga capres atau cawapres.

Politik, bagaimana pun caranya, tujuannya adalah mencari Kekuasaan. Mampukah, PKS masa yang akan datang, di bawah kepemimpinan Lutfi mengambil alih tampuk kekuasaan Nasional, Presiden RI.

Kalau kita lihat grafik peningkatan perolehan suara, dari presiden PKS yang pertama ke presiden PKS yang kedua, telah terjadi peningkatan perolehan suara yang signifikan. Sayangnya, tradisi peningkatan perolehan suara yang signifikan, yang sudah dicontohkan pendahulunya, tidak dapat diikuti oleh presiden PKS yang ketiga, Tifatul sembiring.

Perolehan suara yang didapat oleh Tifatul, memang terjadi penambahan secara kuantitas (jumlah angka pemilih). Tetapi dari segi persentase suara yang diperoleh itu sepertinya stagnan saja (sekitar 8 persen). Padahal peran Presiden pendahulunya, (Nur Mahmudi dan Hidayat) dalam menangguk tambahan suara, seharusnya dapat lebih maksimal lagi.

Karena apa? Karena agenda partai masih dalam pembentukan sosok tokoh partai menjadi sosok tokoh nasional. Agenda ini sebetulnya bisa diperluas lagi seiring dengan semakin bertambahnya sosok tokoh nasional yang sudah dibentuk PKS.

Apakah memang PKS sudah cukup puas dengan menempatkan tokoh partainya di kabinet? Tidakkah ada keinginan PKS untuk memimpin gerbong Kabinet itu sendiri kelak? Ataukah memang sudah ada rekayasa pihak tertentu agar partai yang berbau Islam, agar jangan sampai memimpin negeri ini. Siapa yang berperan menentukan pimpinan bangsa ini? Apakah ada campur tangan pihak asing (misalnya Amerika Serikat) dalam penentuan Pimpinan Bangsa ini?

Kita lihat saja, apakah PKS mampu berbuat banyak dalam pemilu 2014? Apakah perolehan suaranya akan tetap di angka 8 persen saja? Apakah memang ada ketakutan dari pihak Amerika atau pihak lain jika partai Islam yang akan memimpin negeri ini.

Ada suatu pernyataan yang menarik untuk disimak dari salah seorang petinggi PKS, Ketua Dewan Syuro PKS, Hilmy Aminuddin, katanya, ketua yang baru harus maju bersama dengan semangat jihad. Jihad yang bagaimana yang dimaksudkan? Kita tidak tahu,… Yang kita tahu, PKS baru berani menempatkan menteri di Kabinet, karena suaranya memang cuma 8 persen, Bagaimana kalau pada pemilu mendatang dapat 20 persen suara? Apa agendanya akan tetap, menjadikan tokoh partai menjadi tokoh nasional selevel menteri, atau ada agenda lain yang lebih mantap, mengajukan Capres atau Cawapres, misalnya. Masak kalah dengan Prabowo Subianto yang perolehan suaranya jauh lebih kecil hehehe…


Sumber: politik.kompasiana.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar