jika politik adalah sesuatu yang abu-abu
yang menjadi senjata para penguasa
yang menjadi sindikat pengejar harta dunia
maka aku bukanlah itu
Namun jika politik adalah pembelaan & perjuangan
yang membangunkan keberanian retorika
dan lantang meneriakkan keadilan
maka aku adalah politikus itu
Jika demokrasi adalah belenggu penjajahan
diramaikan oleh tangan-tangan gila jabatan
disetir untuk mengubur kepribadian anak bangsa
maka itu bukan tempatnya
Namun jika demokrasi adalah sebuah peluru pembebas
yang pengusungnya adalah teladan sejati
dan ideologinya menembus keangkuhan parlemen
maka itu adalah kendaraannya..
Senin, 18 Mei 2009
Menakar Kesabaran PKS
Dalam perang Uhud, pasukan Muslim sudah diingatkan untuk tidak meninggalkan posnya hanya untuk rebutan ghonimah atas pampasan perang. Itu karena, sikap takabur dan merasa sudah menang ini membuat mereka menjadi lengah.
Seorang politikus atau patai politik, menurut sosiologi Musni Umar, yang sudah mabuk kemenangan bisa menjadi titik balik kemenangannya. Ketika lawan dianggap bisa dikendalikan dan tidak berdaya, sesungguhnya itu merupakan titik krusial. Pada saat itu terjadinya kekalahan bisa menjadi kenyataan.
Inilah yang menjadi pembicaraan di kalangan kader-kader PKS dalam tiga hari terakhir. Ada kekecewaan dan kemarahan yang tertahan ketika PKS yang sudah siap berkoalisi ternyata diacuhkan Partai Demokrat dan terutama Susilo Bambang Yudhoyono yang sudah diusung sebagai kandidat presiden.
Pengacuhan SBY terhadap PKS ini sesungguhnya bukan hal baru. Sebelumnya, PKS sebagai partai yang ikut mendukung SBY dalam pemilu 2004 di putaran kedua memang sering tidak pernah diajak bicara SBY sebelum membuat keputusan penting. Bahkan terkesan, PKS menjadi tukang cuci piring.
Kegelisahan kader PKS ini diresonansikan dengan baik, dalam reaksi yang seirama oleh kalangan elit PKS. Tidak hanya Wakil Sekjen PKS Fahri Hamzah dan Sekjen PKS Anis Matta saja yang merasa kecewa, Presiden PKS Tifatul Sembiring pun mengungkapkan kekecewaan atas model komunikasi SBY.
Bahkan, mungkin Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin pun merasa kecewa dengan pengabaian dari bakal mitra koalisinya. Apalagi, pemberitahuan yang disampaikan pada awalnya hanyalah melalui telepon. Setelah sejumlah protes dan pernyataan di media massa dan gerakan politik dilakukan PKS, akhirnya Yudhoyono pun mengirimkan lagi utusan.
Komunikasi kedua dengan mengirimkan tiga utusan SBY, yang juga ditemui oleh tiga orang pimpinan PKS, Kamis(14/5) malam, pun dirasakan masih belum cukup.
PKS tetap mengharapkan ada pertemuan lanjutan antara Hilmi Aminudin dan SBY, untuk menuntaskan pembicaraan. Namun, peluang pertemuan itu tampaknya kecil. SBY, begitu tiba di Jakarta, pada Jumat (15/1) ini, dijadwalkan akan langsung ke Bandung, tempat deklarasi pencalonannya sebagai presiden. Padahal pertemuan ini sangat penting bagi PKS, yang ingin mendapatkan penjeasan langsung dari SBY tentang pemilihan kandidat wakil presiden Boediono. Dalam pertemuan itu, PKS juga berencana membawa keinginan agar kontrak politik PKS dan SBY bisa ditandatangani SBY.
Kontrak politik yang dipersiapkan Tim Lima PKS dan Tim Sembilan PD ada kemungkinan tidak ditandatangani Yudhoyono. Pasalnya, SBY merasa, jika menandatangani kontrak itu, akan menimbulkan imaji bisa didikte PKS. Di sisi lain, bagi PKS, penandatanganan kontrak politik dengan SBY ini sangat penting, dan menjadi keputusan dari Majelis Syuro PKS.
”Kalau ada deadlock, Ketua Majelis Syuro-lah yang akan menentukan ke mana arah PKS,” ujar Anis Matta.
”Baru dapat 20 persen suara, sudah merasa bisa mengatur semuanya dan merasa menang. Bahkan, merasa 99 persen kemenangan sudah dipastikan. SBY sesungguhnya baru mengantongi 1 persen kemenangan, sisanya 99 persen, ditentukan sama yang diatas,” ujar Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq di Jakarta, Kamis (14/5).
Anis Matta mengibaratkan, saat ini pimpinan PKS seperti sedang menahan tanggul dari banjir bandang kekecewaan kader PKS. Ibarat banjir yang menghempas, sikap tidak peduli SBY pada PKS telah menyebabkan kerusakan yang mungkin sulit diperbaiki dalam waktu singkat.
Kekecewaan PKS makin lengkap ketika muncul komentar dari pengurus PD yang makin meremehkan PKS, yang menganggap PKS hanya ingin menaikan nilai tawarnya. Atau PKS dianggap sudah berada dalam posisi tidak bisa mundur.
Tifatul berulang kali mengungkapkan keinginan PKS agar SBY mempertimbangkan wakil presiden dari partai, atau paling tidak mitra koalisi diajak bicara sebelum mengungkapkan wakil yang dipilih untuk mendampingi SBY dalam pilpres mendatang.
Selain itu, Tifatul juga mengingatkan agar representasi umat Islam tidak diabaikan dalam memilih wakil presiden.
Sudah Terjadi
Efek kerusakan dari pengabaian ini memang sudah terjadi. Tampaknya, elite KS pun akan sulit memulihkan kekecewaan kadernya dalam waktu singkat.
Seberapa sabar PKS dapat menerima pengacuhan SBY ini, hal itu akan menjadi ambang toleransi untuk tetap dalam koalisi. Ada peribahasa, seekor keledai tidak akan terperosok dalam lubang yang sama. Bagaimana dengan PKS?
Sumber: Koran Kompas, 15 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar